Rekahan di Ponorogo Tanah Makin Lebar
A
A
A
PONOROGO - Rekahan tanah di Dusun Kangkungan, Desa Pohijo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo, semakin lebar setelah hujan deras mengguyur beberapa hari lalu.
Demi keselamatan, pemerintah diminta segera memikirkan relokasi warga ke wilayah yang lebih aman. Kepala Desa Pohijo Hartanto mengatakan, akibat tergerus air hujan, rekahan tanah semakin lebar dan dalam. Rekahan paling lebar yang awal pekan hanya sekitar 1 meter, kemarin lebarnya sudah menjadi sekitar 1,8 meter.
Kedalaman yang semula hanya sepinggang orang dewasa kemarin juga sudah lebih dalam. “Warga di kawasan tanah retak itu jelas butuh relokasi, pindah dari tanah yang sekarang mereka tempati. Ini sudah mendesak, tapi sampai saat ini lahan untuk pindah belum ada,” ujar Hartanto kemarin.
Menurut dia, warganya pun sebenarnya sayang meninggalkan rumah mereka. Andaikata rekahan tanah bisa ditutup atau ditambal, mereka masih bersedia tinggal di tempat rawan tersebut. Namun, melihat kondisi teranyar, rasanya satusatunya pilihan yang harus segera dilakukan adalah pindah.
“Kondisinya saat ini kan hujan sebentar saja retakan makin lebar karena tanah masih terus bergerak. Ini membahayakan karena rumah warga di situ sudah mulai rusak dan sewaktu-waktu bisa ambruk,” ungkapnya.
Dari tujuh rumah yang terdampak tanah retak tersebut, baru penghuni satu rumah yang telah direlokasi, yaitu Slamet yang tinggal seorang diri. Rumah Slamet yang terbelah akibat tanah retak sudah dirobohkan warga. Meski material kayu rumahnya masih bisa dimanfaatkan, Slamet masih butuh bantuan untuk membangun rumah di lahan lain milik keluarganya.
“Enam warga yang lain juga siap dipindahkan. Kami semua di sini menunggu arahan dari Pemkab Ponorogo, mau direlokasi ke mana pun warga siap,” kata Hartanto. Rakimin, 45, salah satu warga yang rumahnya rawan ambruk, mengaku terus dilanda kekhawatiran bila hujan turun.
Dia merasakan tanah bergerak. “Ya takut sekali. Rumah saya sudah retak dan di manamana. Bagian depan, belakang, samping, bahkan dapur yang terbuat dari gedheg (anyaman bambu) sudah ambles sebagian. Kalau hujan, gerimis saja, kami sekeluarga langsung mengungsi ke rumah teman yang aman,” kata dia. Menurut Rakimin, dia dan warga lain sudah siap beralih dari lokasi sekitar retakan tanah.
Namun, dia tidak tahu harus ke mana karena tanah yang dimilikinya saat ini adalah tanah satu-satunya. “Ke mana saja manut. Bahkan, kalau ditransmigrasikan ke luar pulau pun kami mau. Yang penting aman dan ada lahan untuk digarap. Wong sekarang saja kami sudah tidak tinggal di rumah kami. Kami tinggal di rumah tetangga,” ujarnya.
Dili eyato
Demi keselamatan, pemerintah diminta segera memikirkan relokasi warga ke wilayah yang lebih aman. Kepala Desa Pohijo Hartanto mengatakan, akibat tergerus air hujan, rekahan tanah semakin lebar dan dalam. Rekahan paling lebar yang awal pekan hanya sekitar 1 meter, kemarin lebarnya sudah menjadi sekitar 1,8 meter.
Kedalaman yang semula hanya sepinggang orang dewasa kemarin juga sudah lebih dalam. “Warga di kawasan tanah retak itu jelas butuh relokasi, pindah dari tanah yang sekarang mereka tempati. Ini sudah mendesak, tapi sampai saat ini lahan untuk pindah belum ada,” ujar Hartanto kemarin.
Menurut dia, warganya pun sebenarnya sayang meninggalkan rumah mereka. Andaikata rekahan tanah bisa ditutup atau ditambal, mereka masih bersedia tinggal di tempat rawan tersebut. Namun, melihat kondisi teranyar, rasanya satusatunya pilihan yang harus segera dilakukan adalah pindah.
“Kondisinya saat ini kan hujan sebentar saja retakan makin lebar karena tanah masih terus bergerak. Ini membahayakan karena rumah warga di situ sudah mulai rusak dan sewaktu-waktu bisa ambruk,” ungkapnya.
Dari tujuh rumah yang terdampak tanah retak tersebut, baru penghuni satu rumah yang telah direlokasi, yaitu Slamet yang tinggal seorang diri. Rumah Slamet yang terbelah akibat tanah retak sudah dirobohkan warga. Meski material kayu rumahnya masih bisa dimanfaatkan, Slamet masih butuh bantuan untuk membangun rumah di lahan lain milik keluarganya.
“Enam warga yang lain juga siap dipindahkan. Kami semua di sini menunggu arahan dari Pemkab Ponorogo, mau direlokasi ke mana pun warga siap,” kata Hartanto. Rakimin, 45, salah satu warga yang rumahnya rawan ambruk, mengaku terus dilanda kekhawatiran bila hujan turun.
Dia merasakan tanah bergerak. “Ya takut sekali. Rumah saya sudah retak dan di manamana. Bagian depan, belakang, samping, bahkan dapur yang terbuat dari gedheg (anyaman bambu) sudah ambles sebagian. Kalau hujan, gerimis saja, kami sekeluarga langsung mengungsi ke rumah teman yang aman,” kata dia. Menurut Rakimin, dia dan warga lain sudah siap beralih dari lokasi sekitar retakan tanah.
Namun, dia tidak tahu harus ke mana karena tanah yang dimilikinya saat ini adalah tanah satu-satunya. “Ke mana saja manut. Bahkan, kalau ditransmigrasikan ke luar pulau pun kami mau. Yang penting aman dan ada lahan untuk digarap. Wong sekarang saja kami sudah tidak tinggal di rumah kami. Kami tinggal di rumah tetangga,” ujarnya.
Dili eyato
(ftr)