Pembangunan Tol Kermo Mandek
A
A
A
MOJOKERTO - Target Pembangunan ruas tol Kertosono- Mojokerto (Kermo) seksi 2 dipastikan bakal molor. Sudah dua bulan ini pembangunan tol ini terhenti akibat persoalan pembebasan lahan.
Saat ini tidak ada aktivitas pembangunan konstruksi di lokasi proyek, baik di wilayah Kabupaten Jombang maupun Kabupaten Mojokerto. Alat berat milik kontraktor pun banyak yang dipindahkan ke lokasi proyek lain.“Kalaupun ada lahan yang sudah bebas, kondisinya tidak bisa diakses untuk digarap karena masih terhalang lahan yang belum bebas,” kata Samsoel Chair, Pimpro pembangunan jalan tol Kermo seksi 2, kemarin.
PT Marga Harjaya Infrastruktur (MHI) sebagai pemegang hak konsesi ruas tol tersebut berharap pemerintah melalui Panitia Pengadaan Tanah (P2T) segera tancap gas untuk melakukan pembebasan lahan. Jika tidak, penyelesaian pembangunan ruas tol yang menjadi bagian dari Tol Trans Jawa ini meleset dari target. “Seluruh alat berat berikut tenaga kerja ditarik. Memang, aktivitas pengerjaan fisik mandek sejak dua bulan terakhir ini. Banyak permasalahan di lapangan, semisal adanya lahan yang belum bebas,” tandasnya.
Dia mengakui, pembangunan Kermo seksi 2 yang dikerjakan PT MHI ditargetkan selesai Oktober 2015. Hanya, seiring laju waktu, banyak masalah yang muncul sehingga untuk merealisasikan target tersebut dirasa cukup berat. Permasalahan itu di antaranya masih belum selesainya proses pembebasan lahan oleh P2T. Karena terganjal hal tersebut, proses pembangunan konstruksi atau fisik tidak bisa dilanjutkan. “Kalau tidak ada lahan, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” tukasnya.
Alotnya pembebasan lahan tidak hanya terjadi di Kabupaten Jombang. Di Kabupaten Mojokerto terdapat 135 bidang yang masih belum bisa dilakukan pembayaran, menyusul adanya penolakan warga atas nilai ganti rugi yang diberikan pemerintah.
Lahan yang masih belum dibebaskan itu berada di lima desa, yakni Desa Gedeg, Pagerluyung, Sidoharjo, Kemantren, Kecamatan Gedeg; serta di Desa Penompo, Kecamatan Jetis. “Masih ada 52% pekerjaan yang tidak bisa dilanjutkan. Padahal, dalam kondisi normal, dalam sebulan kami bisa menyelesaikan pekerjaan sebesar 6-7%,” kata Syamsul.
Kabag Administrasi Pemerintahan Setkab Mojokerto Rahmad Suharyono mengatakan, P2T Kabupaten Mojokerto masih terus berupaya menyelesaikan ganti rugi tanah warga untuk proyek tol Kermo. Dia tidak menampik adanya lahan yang masih belum bisa diganti. “Memang masih ada penolakan dari warga terkait ganti ruginya. Warga minta ganti rugi Rp750.000/ meter, sementara harga yang diberikan P2T Rp520.000/meter,” kata Rahmad.
Dia mengatakan, selama ini P2T juga terus melakukan pendekatan dengan warga yang masih menolak nilai ganti rugi. Belakangan, warga minta nilai itu ditinjau ulang Pemprov Jatim. “Tak hanya tanah warga, masih ada juga tanah berstatus tanah kas desa (TKD) yang masih belum bisa dibebaskan. Ini juga sedang menunggu izin dari Gubernur Jatim untuk pelepasannya,” paparnya.
Tritus julan
Saat ini tidak ada aktivitas pembangunan konstruksi di lokasi proyek, baik di wilayah Kabupaten Jombang maupun Kabupaten Mojokerto. Alat berat milik kontraktor pun banyak yang dipindahkan ke lokasi proyek lain.“Kalaupun ada lahan yang sudah bebas, kondisinya tidak bisa diakses untuk digarap karena masih terhalang lahan yang belum bebas,” kata Samsoel Chair, Pimpro pembangunan jalan tol Kermo seksi 2, kemarin.
PT Marga Harjaya Infrastruktur (MHI) sebagai pemegang hak konsesi ruas tol tersebut berharap pemerintah melalui Panitia Pengadaan Tanah (P2T) segera tancap gas untuk melakukan pembebasan lahan. Jika tidak, penyelesaian pembangunan ruas tol yang menjadi bagian dari Tol Trans Jawa ini meleset dari target. “Seluruh alat berat berikut tenaga kerja ditarik. Memang, aktivitas pengerjaan fisik mandek sejak dua bulan terakhir ini. Banyak permasalahan di lapangan, semisal adanya lahan yang belum bebas,” tandasnya.
Dia mengakui, pembangunan Kermo seksi 2 yang dikerjakan PT MHI ditargetkan selesai Oktober 2015. Hanya, seiring laju waktu, banyak masalah yang muncul sehingga untuk merealisasikan target tersebut dirasa cukup berat. Permasalahan itu di antaranya masih belum selesainya proses pembebasan lahan oleh P2T. Karena terganjal hal tersebut, proses pembangunan konstruksi atau fisik tidak bisa dilanjutkan. “Kalau tidak ada lahan, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” tukasnya.
Alotnya pembebasan lahan tidak hanya terjadi di Kabupaten Jombang. Di Kabupaten Mojokerto terdapat 135 bidang yang masih belum bisa dilakukan pembayaran, menyusul adanya penolakan warga atas nilai ganti rugi yang diberikan pemerintah.
Lahan yang masih belum dibebaskan itu berada di lima desa, yakni Desa Gedeg, Pagerluyung, Sidoharjo, Kemantren, Kecamatan Gedeg; serta di Desa Penompo, Kecamatan Jetis. “Masih ada 52% pekerjaan yang tidak bisa dilanjutkan. Padahal, dalam kondisi normal, dalam sebulan kami bisa menyelesaikan pekerjaan sebesar 6-7%,” kata Syamsul.
Kabag Administrasi Pemerintahan Setkab Mojokerto Rahmad Suharyono mengatakan, P2T Kabupaten Mojokerto masih terus berupaya menyelesaikan ganti rugi tanah warga untuk proyek tol Kermo. Dia tidak menampik adanya lahan yang masih belum bisa diganti. “Memang masih ada penolakan dari warga terkait ganti ruginya. Warga minta ganti rugi Rp750.000/ meter, sementara harga yang diberikan P2T Rp520.000/meter,” kata Rahmad.
Dia mengatakan, selama ini P2T juga terus melakukan pendekatan dengan warga yang masih menolak nilai ganti rugi. Belakangan, warga minta nilai itu ditinjau ulang Pemprov Jatim. “Tak hanya tanah warga, masih ada juga tanah berstatus tanah kas desa (TKD) yang masih belum bisa dibebaskan. Ini juga sedang menunggu izin dari Gubernur Jatim untuk pelepasannya,” paparnya.
Tritus julan
(ftr)