Antara Banjir, Tikus dan BPJS

Minggu, 22 Maret 2015 - 09:26 WIB
Antara Banjir, Tikus dan BPJS
Antara Banjir, Tikus dan BPJS
A A A
Sepekan terakhir ini cuaca Surabaya kembali ekstrem. Panas dan hujan bisa datang saling tindih begitu cepat. Siang yang panas, tidak lama akan segera dikepung mendung saat sore tiba.

Malam datang dengan hujan yang begitu awet, bisa sampai pagi hari. Kata orang-orang, ini adalah musim penyakit. Belum lagi untuk beberapa wilayah Surabaya, hujan malam hari menyisakan banjir di esok harinya. Hujan memang sudah reda tapi banjir menghadang sejumlah kawasan termasuk jalan sehingga aktivitas terhambat.

Tidak ada yang istimewa, banjir itu sudah biasa. Kehadiran seekor tikus dalam rumah lebih menyita perhatian daripada segala berita di televisi, radio, koran, maupun portal. Hanya seekor tikus, cecurut, kecil tapi tidak mudah menangkapnya. Ketika itu seorang kawan, Ganjar asal Malang sedang berkunjung ke rumah untuk urusan membuat lemari custom pada Selasa (17/3).

Di tengah obrolan kami, tiba-tiba tikus itu mengeluarkan bunyi bercicit. “Ada tikus?” pria asal Malang itu bereaksi. Obrolan kami terhenti. Ganjar tiba-tiba mengajak memburu binatang menjijikkan tersebut. Kami mencari sumber bunyi tersebut. Dari belakang lemari es, tampak ujung ekor tikus. Kami hanya ingin mengusirnya ke luar rumah. Kami masingmasing membawa sapu ijuk.

Lemari es digeser sedikit, tikus itu sudah bergerak cepat keluar berlari mepet tembok. Ganjar mengayunkan sapi ijuk agar tikus itu berbelok arah ke luar rumah. Ternyata hewan pengerat itu tetap saja menerjang hingga bersembunyi di bawah mesin cuci. Ganjar mulai gemas dibuatnya. Kami pun mengatur strategi agar tikus itu bergerak menuju pintu. Kami lapangkan jalan menuju ruang tamu. Seluruh arah ke dapur sudah ditutup. Kemudian dengan aba-aba hitungan ketiga, mesin cuci digeser.

Tikus itu sempat berlari menuju arah pintu keluar, tapi tiba-tiba berputar 180 derajat kembali mengarah ke dapur. Tikus itu menerjang segala rintangan. Ganjar memukulkan sapu bertubitubi tapi hanya membentur lantai. Pada pukulan keenam, sapu itu patah. Dan tikus berhasil bersembunyi di bawah meja kompor, di antara tumpukan barang-barang. “Benar-benar seperti koruptor.

Selalu punya cara untuk kabur,” kata Ganjar tertawa sambil memungut ujung sapu yang patah. Kami pun memutuskan tidak melanjutkan perburuan tikus itu. Tiba-tiba ponsel berdering. Kabar singkat itu datang, orang tua harus menjalani perawatan dan opname di Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Surabaya. Saya pun bergegas menuju rumah sakit. Segala urusan ditunda, soal tikus yang masih ada di dalam rumah juga biarkan saja.

Sulkan, 59, warga Semolowaru Tengah itu terbaring di IGD RSU Haji. Ia tidak tampak sakit. Hanya mengeluhkan dadanya terasa nyeri. Namun, dokter tidak mau mengambil risiko membiarkannya pulang. Sore itu juga Sulkan dipindah (setelah urusan administrasi BPJS) dan harus menjalani observasi di ruang perawatan jantung di lantai 3 Gedung Al- Aqsha.

Dengan sigap perawat menempel empat alat semacam detektor di empat titik bagian dada Sulkan. Selang infus juga lebih dulu menempel sejak dari IGD. Sulkan ditempatkan di bilik nomor 5 ruang perawatan jantung. Kondisi Sulkan tidak mengkhawatirkan setelah dua hari menjalani observasi dengan pengawasan ketat dari dokter maupun perawat.

Meski pasien BPJS, penanganannya cukup baik. Entah karena beruntung atau bagaimana, Sulkan tidak mengalami pelayanan buruk yang sempat dikeluhkan pasien-pasien BPJS yang lain. Kamis (19/3) sekitar pukul 09.00 WIB, Sulkan dipindah ke bilik nomor 7 karena sudah dirasa tidak perlu pengawasan ketat. Seluruh alat detektor yang menempel dilepas. “Besok sudah boleh pulang,” ucap dokter Dian.

Sekitar pukul 10.00 WIB, tiba-tiba beberapa orang dokter tampak datang tergesa-gesa menuju bilik nomor 6. Para perawat juga dengan sigap menyiapkan peralatan medis yang dibutuhkan. Ternyata pasien di bilik nomor 6 sedang kritis. Seperti sebuah adegan film Amerika Serikat dengan setting rumah sakit sedang menagani pasien, tim medis bekerja dengan cekatan.

Tampak ada seorang yang menekan dada pasien, yang lainnya sibuk memasang alat ke tubuh pasien. Sementara seorang perempuan, keluarga pasien, terlihat panik keluar ruangan. Dia sibuk dengan ponselnya, kemungkinan besar sedang menghubungi sanak saudaranya. Sekitar satu jam adegan pertolongan medis itu terlihat.

Beberapa keluarga pasien berdatangan. Pasien berhasil mendapat pertolongan dan bisa bernafas lagi. Tim medis terus bekerja. Pasien tersebut lalu dipindah ke ruang yang lain. Jumat (20/3) pagi, dokter Dian kembali memeriksa Sulkan. Dia menempelkan stetoskop ke dada Sulkan sambil tangan satunya memegang pergelangan tangan, seperti menghitung denyut nadi.

“Yasudah Pak Sulkan boleh pulang,” ucapnya dengan ramah. Sekitar pukul 09.30 WIB, perawat menyodorkan resep yang harus diambil di apotek. Tanpa ada yang rumit resep itu sudah diperoleh pukul 10.00 WIB. Layanan BPJS ini tidak seperti yang banyak dikeluhkan atau Sulkan sedang bernasib baik. Usai beberapa hari berurusan dengan rumah sakit, saya kembali teringat tikus yang ada di rumah.

Saya putuskan untuk meracuninya. Di sebuah toko bangunan, saya beli racun tikus seharga Rp10.000. Katanya racun itu cukup disebar di sekitar persembunyian tikus dan biarkan ia mati setelah memakannya. Hingga Sabtu (21/3) pukul 15.00 WIB, tikus itu belum berhasil kami racun. Ia masih berkeliaran. Memang, tikus itu tidak sebesar ogohogoh yang ikut tampil dalam perayaan Nyepi di Tugu Pahlawan. Meski demikian, tikus kecil itu tetaplah hewan yang memakan segala dan menjijikkan.

Ikhtiar Tak Semudah Membalik Tangan

Layanan kesehatan BPJS adalah niat baik pemerintah untuk melayani masyarakat. Sebagai suatu ikhtiar, pelaksanaan BPJS tidaklah semudah membalikkan tangan. Komisi Pelayanan Publik (KPP) Pemprov Jawa Timur pun baru saja merilis pengaduan di instansi publik. Selama 2014 instansi yang paling banyak dikeluhkan pelayanannya yakni Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

”Paling banyak pengaduan di bidang kesehatan. Sebanyak 99,9% terkait layanan pendaftaran BPJS yang tidak tepat,” ujar Ketua KPP Pemprov Jatim Assistriadi di kantornya, Jumat (20/3). Tercatat, selama 2014 ada 177 pengaduan terkait layanan kesehatan. Total pengaduan yang diterima 684 kasus. Berdasarkan instansi terpadu, BPJS menempati urutan pertama yang paling banyak diadukan pelayanannya dengan 171 aduan.

Disusul pelayanan di kantor desa atau kelurahan sebanyak 124 aduan, kantor pertanahan (62), Dispenduk Capil (30), Dinas PU (26), Disnaker (25), Satpol PP (24), PLN (22), PT KAI (22), Dishub (20), dan kantor instansi lainnya. “Pengaduan dari masyarakat ada yang disampaikan langsung ke kantor KPP, dan ada juga melalui SMS (pesan singkat), surat, pos, e-mail, telepon, media cetak hingga media sosial Facebook,” paparnya.

Semoga seluruh warga kota ini bernasib baik, bisa mendapat layanan kesehatan yang baik. Soal tikus biarlah saya urus sendiri. Ia hanya hewan yang ingin bertahan hidup. Tidak perlu dikeluhkan, apalagi sampai dilaporkan ke KPP. Tapi jika “tikus” yang sebesar ogoh-ogoh itu tetap harus diberantas-musnahkan dengan segera.

Zaki zubaidi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.9281 seconds (0.1#10.140)