Gelar Doktor Angkat Citra Risma
A
A
A
SURABAYA - Menjelang pelaksanaan Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Surabaya, Tri Rismaharini menerima gelar doktor honoris causa (DHC) dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Itu artinya, mahar politik Risma panggilan akrab Tri Rismaharini, semakin mahal. Wali kota perempuan pertama dalam sejarah Kota Pahlawan itu menerima gelar DHC dalam Bidang Manajemen Pembangunan Kota dari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) ITS Surabaya, kemarin.
Gelar kehormatan tersebut sudah jelas akan membawa implikasi bagi dia menjelang pilwali. Apalagi Risma dipastikan akan maju kembali dalam bursa pencalonan. Saat ini tinggal bagaimana sikap partai politik menyikapi Risma setelah mendapat gelar tersebut.
Pemerhati politik Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, Wahyu Kuncoro menilai, penghargaan gelar untuk Risma bisa mendongkrak pencitraan positif serta meningkatkan performa. ”Penghargaan tersebut merupakan vitamin atau suplemen bagi Risma,” kata pengajar mata kuliah pembangunan dan partisipasi politik ini.
Alumni S2 FISIP Universitas Airlangga (Unair) ini menilai, pemberian penghargaan oleh ITS memiliki banyak latar belakang. Selain kompetensi atau kapasitas bersangkutan, juga kemampuan menjalankan pemerintahan mampu menerjemahkan program yang dikampanyekan lima tahun lalu.
”Kemampuan kepala daerah mewujudkan kota sebagai rumah bagi warganya, perlindungan bagi masyarakat miskin kota, tentu menjadi bagian penilaian,” ujarnya. Risma yang selama ini mampu mengartikulasikan keinginan masyarakat, kata Wahyu, akan mendongkrak tingkat visionernya sebagai kepala daerah yang tentu mengerek elektabilitasnya.
Sementara penganugerahan gelar DHC Risma dilakukan melalui Sidang Terbuka Senat ITS di Graha ITS. Penyematan gelar berdasar Surat Keputusan (SK) Rektor ITS Nomor: 02224/IT2/HK.00/01/2015.
Sejumlah undangan turut hadir di antaranya mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, perwakilan Forpimda, serta konsulat jenderal dari Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Korea.
Ketua Senat ITS Prof. Priyo Suprobo mengatakan, proses penganugerahan gelar kehormatan Risma melalui proses lama karena usulan dimulai dari Jurusan Arsitektur sejak 29 Januari 2014. ”Bu Risma juga harus membuat disertasi dan diuji di Jurusan Arsitektur, selanjutnya diusulkan ke rektor.
Oleh rektor digodok (melalui rapat rektorat) dan dilanjutkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud, sekarang Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi),” ujar Priyo.
Priyo yang mantan rektor ITS ini menyatakan, penganugerahan gelar DHC Bidang Manajemen Pembangunan Kota untuk Risma adalah yang kedua sepanjang berdiri ITS. Sebelumnya, gelar DHC diberikan ITS kepada Hermawan Kertajaya.
Wakil Komisi Guru Besar FTSP ITS Prof. Joni Hermana menyebutkan, banyak kepala daerah sebatas mampu mengembangkan ekonomi, ekologis, dan sosial secara terpisah di daerah yang dipimpinnya. Namun, Risma berhasil menggabungkan sekaligus memajukan tiga aspek sekaligus, yakni ekologis, ekonomi, dan kemasyarakatan.
”Pemikiran Risma memadukan konsep ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Membangun motivasi masyarakat kota untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan kota. Mampu menginisiasi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan,” kata Joni.
Tidak hanya itu, kata Joni, Risma mampu membangun social event di ruang publik. Sebelumnya Risma memulai dari pembangunan taman, bozem dan mengaktifkannya, serta penanganan sampah.
”Efek terpenting memberi motivasi ke masyarakat. Siapa yang berkerja sama akan menumbuhkan keberhasilan. Kelancaran ekonomi kota selama ini tanpa merugikan ekologi dan budaya kota. Jelang berakhirnya jabatan (Risma), komitmen ini tetap dipertahankan. Diharapkan semakin gigih dalam pembangunan kota, khususnya Surabaya,” kata Joni.
Rektor ITS Triyogi Yuwono mengatakan, gelar yang diberikan ini bersifat akademis untuk mengapresiasi sepak terjang Risma dalam membangun Surabaya. ”Gelar kehormatan ini melalui prosedur akademis dan ditetapkan pihak ITS,” kata Triyogi. Dia menjelaskan, sebelumnya pemberian gelar ini melalui sejumlah proses.
Di antaranya proses penelitian tim, pembuatan disertasi, dibahas di forum senat, hingga diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan. Semua dilakukan sesuai dengan prosedur akademis yang berlaku di ITS. Ketika disinggung mengenai waktu pengukuhan yang dianggap mendekati Pilwalkot Surabaya, Triyogi mengatakan, gelar tersebut sebenarnya sudah bisa diberikan sejak 2014.
Namun, baru diberikan pada 2015, karena kesibukan Risma sebagai Wali Kota Surabaya. ”Karena Bu Risma terlalu sibuk. Yang jelas ini murni gelar akademis,” ujarnya.
Soeprayitno
Itu artinya, mahar politik Risma panggilan akrab Tri Rismaharini, semakin mahal. Wali kota perempuan pertama dalam sejarah Kota Pahlawan itu menerima gelar DHC dalam Bidang Manajemen Pembangunan Kota dari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) ITS Surabaya, kemarin.
Gelar kehormatan tersebut sudah jelas akan membawa implikasi bagi dia menjelang pilwali. Apalagi Risma dipastikan akan maju kembali dalam bursa pencalonan. Saat ini tinggal bagaimana sikap partai politik menyikapi Risma setelah mendapat gelar tersebut.
Pemerhati politik Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, Wahyu Kuncoro menilai, penghargaan gelar untuk Risma bisa mendongkrak pencitraan positif serta meningkatkan performa. ”Penghargaan tersebut merupakan vitamin atau suplemen bagi Risma,” kata pengajar mata kuliah pembangunan dan partisipasi politik ini.
Alumni S2 FISIP Universitas Airlangga (Unair) ini menilai, pemberian penghargaan oleh ITS memiliki banyak latar belakang. Selain kompetensi atau kapasitas bersangkutan, juga kemampuan menjalankan pemerintahan mampu menerjemahkan program yang dikampanyekan lima tahun lalu.
”Kemampuan kepala daerah mewujudkan kota sebagai rumah bagi warganya, perlindungan bagi masyarakat miskin kota, tentu menjadi bagian penilaian,” ujarnya. Risma yang selama ini mampu mengartikulasikan keinginan masyarakat, kata Wahyu, akan mendongkrak tingkat visionernya sebagai kepala daerah yang tentu mengerek elektabilitasnya.
Sementara penganugerahan gelar DHC Risma dilakukan melalui Sidang Terbuka Senat ITS di Graha ITS. Penyematan gelar berdasar Surat Keputusan (SK) Rektor ITS Nomor: 02224/IT2/HK.00/01/2015.
Sejumlah undangan turut hadir di antaranya mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, perwakilan Forpimda, serta konsulat jenderal dari Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Korea.
Ketua Senat ITS Prof. Priyo Suprobo mengatakan, proses penganugerahan gelar kehormatan Risma melalui proses lama karena usulan dimulai dari Jurusan Arsitektur sejak 29 Januari 2014. ”Bu Risma juga harus membuat disertasi dan diuji di Jurusan Arsitektur, selanjutnya diusulkan ke rektor.
Oleh rektor digodok (melalui rapat rektorat) dan dilanjutkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud, sekarang Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi),” ujar Priyo.
Priyo yang mantan rektor ITS ini menyatakan, penganugerahan gelar DHC Bidang Manajemen Pembangunan Kota untuk Risma adalah yang kedua sepanjang berdiri ITS. Sebelumnya, gelar DHC diberikan ITS kepada Hermawan Kertajaya.
Wakil Komisi Guru Besar FTSP ITS Prof. Joni Hermana menyebutkan, banyak kepala daerah sebatas mampu mengembangkan ekonomi, ekologis, dan sosial secara terpisah di daerah yang dipimpinnya. Namun, Risma berhasil menggabungkan sekaligus memajukan tiga aspek sekaligus, yakni ekologis, ekonomi, dan kemasyarakatan.
”Pemikiran Risma memadukan konsep ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Membangun motivasi masyarakat kota untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan kota. Mampu menginisiasi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan,” kata Joni.
Tidak hanya itu, kata Joni, Risma mampu membangun social event di ruang publik. Sebelumnya Risma memulai dari pembangunan taman, bozem dan mengaktifkannya, serta penanganan sampah.
”Efek terpenting memberi motivasi ke masyarakat. Siapa yang berkerja sama akan menumbuhkan keberhasilan. Kelancaran ekonomi kota selama ini tanpa merugikan ekologi dan budaya kota. Jelang berakhirnya jabatan (Risma), komitmen ini tetap dipertahankan. Diharapkan semakin gigih dalam pembangunan kota, khususnya Surabaya,” kata Joni.
Rektor ITS Triyogi Yuwono mengatakan, gelar yang diberikan ini bersifat akademis untuk mengapresiasi sepak terjang Risma dalam membangun Surabaya. ”Gelar kehormatan ini melalui prosedur akademis dan ditetapkan pihak ITS,” kata Triyogi. Dia menjelaskan, sebelumnya pemberian gelar ini melalui sejumlah proses.
Di antaranya proses penelitian tim, pembuatan disertasi, dibahas di forum senat, hingga diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan. Semua dilakukan sesuai dengan prosedur akademis yang berlaku di ITS. Ketika disinggung mengenai waktu pengukuhan yang dianggap mendekati Pilwalkot Surabaya, Triyogi mengatakan, gelar tersebut sebenarnya sudah bisa diberikan sejak 2014.
Namun, baru diberikan pada 2015, karena kesibukan Risma sebagai Wali Kota Surabaya. ”Karena Bu Risma terlalu sibuk. Yang jelas ini murni gelar akademis,” ujarnya.
Soeprayitno
(ftr)