Jumlah Penderita DBD Kian Melonjak
A
A
A
MOJOKERTO - Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Mojokerto terus mewabah. Sejak ditetapkan status kejadian luar biasa (KLB), setiap hari ada penambahan jumlah penderita.
Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat bahkan sempat kebingungan memenuhi permintaan fogging dari masyarakat. Kepala Dinkes Kabupaten Mojokerto Endang Sri Woelan menegaskan, hingga Selasa (3/1) lalu, jumlah pasien DBD mencapai 79 orang dan tiga pasien meninggal dunia. Ia tak menampik jika jumlah tersebut selalu bertambah setiap harinya.
”Hari ini (kemarin) juga ada tambahan. Tapi data lengkapnya, saya masih belum menerima laporan dari staf,” ujar Endang saat dihubungi KORAN SINDO JATIM , kemarin. Dari 18 kecamatan, wilayah endemik DBD dengan jumlah pasien terbanyak terdapat di Kecamatan Kutorejo. Karena itu, pihaknya gencar melakukan langkah preventif di wilayah ini.
Kemarin, pihaknya membina satuan tugas (satgas) dan satuan pelaksana (satlak) pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di wilayah tersebut. ”Fogging juga serentak kami lakukan di empat dusun di Desa Kepuhpandak, Kecamatan Kutorejo,” ujar Endang. Dikatakannya, pada akhir ini pihaknya kewalahan memenuhi permintaan fogging dari warga. Itu karena memang banyak wilayah dikategorikan endemik.
Kendati demikian, kata Endang, pihaknya tetap akan memenuhi permintaan masyarakat itu secara bergiliran. ”Setiap hari kami kerahkan petugas untuk pengasapan (fogging). Karena jumlah permintaan banyak, secara bergiliran akan kami penuhi,” katanya.
Menghadapi status KLB seperti ini, Endang meminta kepada seluruh masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan PSN secara rutin. Satlak dan satgas PSN juga terus didorong untuk lebih intensif melakukan tugasnya. ”Yang paling penting memang melakukan PSN itu. Sejauh musim hujan seperti sekarang, masyarakat memang harus waspada,” katanya.
Lebih jauh Endang menegaskan, dengan status KLB seperti sekarang, pemerintah daerah akan memberikan biaya pengobatan dan perawatan gratis bagi penderita DBD. Selain itu, logistik untuk pencegahan DBD juga terus dibagikan. ”Bubuk abate dan fogging terus kami gelontorkan. Harapannya wilayah endemik bisa ditekan dan mengamankan wilayah yang bukan endemik,” katanya.
Warga mengeluhkan lambannya respons Dinkes atas permintaan fogging . Salah satu warga Desa Japan, Kecamatan Sooko, Joko Hermanto mengatakan, sudah empat hari wilayahnya mengajukan fogging ke Dinkes. Namun hingga kemarin, permintaan itu belum dipenuhi. ”Padahal sudah ada warga yang positif DBD dan dirawat di rumah sakit,” kata Joko.
Ia menegaskan, munculnya kasus DBD di wilayahnya tak pelak membuat warga panik. Warga khawatir jika wilayahnya itu sudah endemik DBD. Karena itu, warga meminta Dinkes segera melakukan fogging. ”Bagaimana tidak khawatir, lha wong tetangga sudah ada yang kena DBD. Mungkin warga akan lebih tenang jika sudah dilakukan fogging ,” ujarnya.
Warga, kata dia, bahkan mengaku siap jika harus membayar untuk biaya fogging kendati Dinkes menegaskan jika warga dibebaskan biaya.
Tritus Julan
Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat bahkan sempat kebingungan memenuhi permintaan fogging dari masyarakat. Kepala Dinkes Kabupaten Mojokerto Endang Sri Woelan menegaskan, hingga Selasa (3/1) lalu, jumlah pasien DBD mencapai 79 orang dan tiga pasien meninggal dunia. Ia tak menampik jika jumlah tersebut selalu bertambah setiap harinya.
”Hari ini (kemarin) juga ada tambahan. Tapi data lengkapnya, saya masih belum menerima laporan dari staf,” ujar Endang saat dihubungi KORAN SINDO JATIM , kemarin. Dari 18 kecamatan, wilayah endemik DBD dengan jumlah pasien terbanyak terdapat di Kecamatan Kutorejo. Karena itu, pihaknya gencar melakukan langkah preventif di wilayah ini.
Kemarin, pihaknya membina satuan tugas (satgas) dan satuan pelaksana (satlak) pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di wilayah tersebut. ”Fogging juga serentak kami lakukan di empat dusun di Desa Kepuhpandak, Kecamatan Kutorejo,” ujar Endang. Dikatakannya, pada akhir ini pihaknya kewalahan memenuhi permintaan fogging dari warga. Itu karena memang banyak wilayah dikategorikan endemik.
Kendati demikian, kata Endang, pihaknya tetap akan memenuhi permintaan masyarakat itu secara bergiliran. ”Setiap hari kami kerahkan petugas untuk pengasapan (fogging). Karena jumlah permintaan banyak, secara bergiliran akan kami penuhi,” katanya.
Menghadapi status KLB seperti ini, Endang meminta kepada seluruh masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan PSN secara rutin. Satlak dan satgas PSN juga terus didorong untuk lebih intensif melakukan tugasnya. ”Yang paling penting memang melakukan PSN itu. Sejauh musim hujan seperti sekarang, masyarakat memang harus waspada,” katanya.
Lebih jauh Endang menegaskan, dengan status KLB seperti sekarang, pemerintah daerah akan memberikan biaya pengobatan dan perawatan gratis bagi penderita DBD. Selain itu, logistik untuk pencegahan DBD juga terus dibagikan. ”Bubuk abate dan fogging terus kami gelontorkan. Harapannya wilayah endemik bisa ditekan dan mengamankan wilayah yang bukan endemik,” katanya.
Warga mengeluhkan lambannya respons Dinkes atas permintaan fogging . Salah satu warga Desa Japan, Kecamatan Sooko, Joko Hermanto mengatakan, sudah empat hari wilayahnya mengajukan fogging ke Dinkes. Namun hingga kemarin, permintaan itu belum dipenuhi. ”Padahal sudah ada warga yang positif DBD dan dirawat di rumah sakit,” kata Joko.
Ia menegaskan, munculnya kasus DBD di wilayahnya tak pelak membuat warga panik. Warga khawatir jika wilayahnya itu sudah endemik DBD. Karena itu, warga meminta Dinkes segera melakukan fogging. ”Bagaimana tidak khawatir, lha wong tetangga sudah ada yang kena DBD. Mungkin warga akan lebih tenang jika sudah dilakukan fogging ,” ujarnya.
Warga, kata dia, bahkan mengaku siap jika harus membayar untuk biaya fogging kendati Dinkes menegaskan jika warga dibebaskan biaya.
Tritus Julan
(ftr)