Nyamuk di Balik Banjir Kota

Minggu, 01 Februari 2015 - 11:12 WIB
Nyamuk di Balik Banjir Kota
Nyamuk di Balik Banjir Kota
A A A
SEPEKAN lebih cuaca di Surabaya cukup konsisten dan mudah ditebak. Jauh lebih mudah ditebak dibanding tukang becak yang bisa tiba-tiba belok tanpa tanda-tanda.

Tiap pagi hingga sore cuaca cerah, beberapa hari juga agak mendung. Lalu, setiap sore menjelang senja mendung bergelayut dan tak lama berselang hujan turun.

Imbas dari konsistensi cuaca tersebut, kami tidak bisa menikmati malam-malam kota ini di warung kopi tepi jalan sekitar Kampus B Universitas Airlangga. Warung-warung memang masih tetap bertahan buka untuk terus mencari nafkah untuk menyambung hidup keluarga. Namun, air hujan membuat tempat duduk menjadi terbatas. Pernah satu malam, Rabu (28/1), kami mengobati rindu di warung Cak Di meski gerimis masih turun.

Dengan sedikit berdesak-desakan, para pencinta kopi tetap bertahan untuk menikmati minuman hitam berasa pahit tersebut. ”Banjire saiki tambah nemen ,” ujar Adi sambil menyuguhkan kopi. Asap mengepul dengan aroma khas kopi sungguh nikmat. Memang benar, banyak masyarakat yang mengeluhkan genangan air (kalau tidak mau disebut banjir) akhir-akhir ini semakin tinggi. Ini terjadi di beberapa wilayah Surabaya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menjelaskan, hal itu terjadi salah satunya karena saat hujan deras turun berbarengan dengan laut yang pasang. Akibatnya, air dari sungai tidak bisa mengalir ke laut. Namun, suatu ketika hujan turun dan beberapa wilayah Surabaya kembali tergenang air. Masyarakat sudah tidak perlu penjelasan soal penyebabnya, tapi lebih butuh solusi agar genangan air itu tidak semakin parah.

”Tapi sing medeni (menakutkan) itu bukan banjir sebenarnya. Tapi penyakit,” ujar Darmaji. Menurutnya, saat cuaca panas dan hujan bergantian datang dalam satu hari membuat tubuh terasa remuk redam. ”Pagi berangkat kerja, muter-muter jalan kepanasan. Lalu, pulang kehujanan. Kalau misalnya badan ini bukan buatan Tuhan, yo wis mlethek (pecah),” kelakar pria yang bekerja sebagai sales lotion anti-nyamuk tersebut.

”Iyo bener iku. Hati-hati penyakite . Tetanggaku kemarin itu anaknya sakit panas. Dikira demam biasa. Ternyata setelah diperiksakan demam berdarah,” kata Adi yang bisa bersantai karena pengunjungnya berkurang hampir 80% dari harihari biasa. Dia pun berkelakar menyindir Darmaji.

”Memakai Autan (generalisasi untuk lotion antinyamuk) percuma. Nyamuk tetap saja menggigit,” guraunya. Darmaji pun hanya bisa mengumpat sambil tertawa. Gurauan ala warung kopi ini jika diperhatikan ternyata benar.

Hujan bukan hanya persoalan kasatmata tentang genangan air. Namun, penyakit yang menyerang saat musim hujan itu jauh lebih mematikan dan berbahaya. Warga kota mungkin tidak sempat memperhatikan tentang kesehatan karena mereka sudah sibuk dengan genangan air yang menyerbu masuk ke dalam rumah.

Ancaman DBD dan Malaria

Selama Januari 2015 ini nyamuk telah menelan korban jiwa di Surabaya. Dua korban meninggal dunia di wilayah Kecamatan Wonokusumo dan Gubeng. Menurut data Dinas Kesehatan Surabaya tercatat, kasus demam berdarah dengue (DBD) bulan ini mengalami peningkatan dibanding bulan yang sama pada 2014.

”Selama Januari 2015 ini tercatat sudah ada 61 kasus DBD. Sedangkan Januari 2014 lalu tercatat hanya 36 kasus,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rahmanita. Ini berarti ada peningkatan hampir dua kali lipat. Meski demikian, pihak Dinkes Surabaya belum menganggapnya sebagai ancaman yang serius sehingga belum dianggap sebagai kejadian luar biasa (KLB).

”Kami akan segera melakukan langkah-langkah antisipasi agar tidak sampai KLB,” ucapnya. Menurut Febria, sebuah kota/kabupaten dinyatakan KLB bila jumlah kasus yang terjadi lebih dari dua kali lipat dari kasus di bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Musim hujan yang datang bersama genangan air diperkirakan akan terjadi hingga April 2015. Seiring dengan hal itu, ancaman DBD pun masih akan terjadi.

”Terutama untuk wilayah-wilayah yang padat penduduk,” ucapnya. Febria mencontohkan, daerah yang rawan antara lain kawasan Kelurahan Putat, Kecamatan Sawahan, Bubutan dan Rungkut. Dinkes sudah melakukan inspeksi, di wilayah tersebut didapati banyak menumpuk barang-barang bekas. Itu merupakan tempat paling nyaman untuk nyamuk berkembang biak.

Untuk penanganan korban DBD, Febria menyatakan Dinkes Surabaya memiliki 19 puskesmas yang siaga 24 jam. Apabila ada warga yang badannya panas tinggi maka segera dibawa ke puskesmas atau klinik. Sebab, jatuhnya korban DBD umumnya dikarenakan korban telat dibawa ke Puskesmas.

”Untuk pertolongan pertama, tolong diimbau makan makanan yang lunak. Intinya, kekebalan tubuh harus dinaikkan. Juga jangan lengah. Kalau panasnya sudah turun di hari ketiga, harus tetap dipantau karena ada virusnya,” tandasnya. Bisa jadi di warung kopi, lotion antinyamuk sempat digunakan bahan bercandaan. Kita akan menganggap nyamuk sebagai hewan kecil yang butuh diceblek lalu mati terkapar.

Namun, jika kita tahu betapa nyamuk telah ”mencabut nyawa” banyak orang, kita bisa berbalik 180 derajat untuk lebih waspada dengan hewan kecil itu. Dalam banyak referensi menyebutkan, saat Perang Dunia I prajurit Inggris yang mati karena digigit nyamuk malaria lebih banyak daripada yang mati karena tertembak peluru musuh.

Tidak hanya sampai di situ, Sandosham (1965), salah satu malarioligist ternama, juga menggambarkan bahwa nyamuk dan malaria telah mengalahkan banyak raja besar Romawi pada zaman Alexander the Great. Tidak hanya prajurit dan raja, nyamuk dan malaria juga ikut membunuh para Paus, pemimpin agama dan negara lainnya, serta jutaan umat manusia di seluruh muka bumi.

Harrison juga dalam bukunya ”Mosquito, Malaria and Man. -A History of Hostilities Since” menggambarkan malaria sebagai ”the ancient deadly disease ”. Memang sejarah perkembangan malaria hampir sama tuanya dengan sejarah kehadiran manusia di muka bumi. Para ahli memperkirakan bahwa malaria kemungkinan berawal dari Afrika sekitar 12.000-17.000 tahun yang lalu.

Dari benua ini, malaria kemudian menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Sejalan dengan sejarah dimulai penjelajahan umat manusia menemukan dan menaklukkan daerah-daerah baru, perdagangan, serta sejarah penjualan budak-budak Afrika pada zaman dulu ke Amerika dan daerah-daerah lainnya.

Malaria juga sudah dikenal oleh para dokter pada zaman China kuno sekitar tahun 2700 Sebelum Masehi. Adalah Hippocrates, sang bapak kedokteran, yang pertama kali menggambarkan gejalagejala klinis malaria pada sekitar abad IV Masehi. Pertanyaan sekitar penyebab penyakit malaria akhirnya dijawab oleh Ronald Ross, seorang dokter militer Inggris yang bertugas di India pada 1897.

Dia berhasil membuktikan bahwa ternyata malaria tidak disebabkan oleh udara kotor, tetapi akibat gigitan nyamuk Anopheles . Kalau begitu, lebih berbahaya banjir atau nyamuk? Pastilah lebih enak tidak banjir dan bebas nyamuk.

Zaki zubaidi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8914 seconds (0.1#10.140)