Pilot QZ 8501 Mantan Pilot Tempur
A
A
A
SIDOARJO - Suasana duka menyelimuti rumah kapten pilot AirAsia QZ 8501, Irianto, di Perum Pondokjati Blok BC, 12a Sidoarjo. Sejak siang hari, para tetangga dan kerabat berduyun-duyun ke rumah berlantai dua itu untuk turut berempati.
Namun, tak sejenak pun si empunya rumah tak muncul. Ida Yulianto, istri Irianto, terus mengurung diri di dalam kamar. Menurut para tetangga, Ida syok berat begitu mendengar kabar pesawat yang diterbangkan suaminya hilang kontak. Sejak saat itu pula Ida menangis dan mengurung diri di dalam kamar.
”Bu Ida belum bisa diganggu. Beliau masih syok. Dia menangis terus sambil menunggu kabar di TV. Kedua anaknya juga kebetulan tidak di rumah. Mereka sedang berlibur di Yogyakarta dan tengah berjalanan pulang ke Sidoarjo,” kata penasihat RW5 Perum Pondokjati Sidoarjo, Bagianto Djojonegoro.
Karena kondisi itu pula, tak satu pun tetangga berani masuk untuk sekadar menenangkan. Kecuali hanya para kerabat dan orang dekatnya. ”Mereka takut Bu Ida tidak berkenan dan malah mengganggu. Karena itu, semua memilih berdoa di luar,” kata adik kandung mantan Menteri Pendidikan era Soeharto, Wardiman Djojonegoro ini.
Bagianto menceritakan, kabar hilangnya pesawat AirAsia sebenarnya sudah diketahui warga sejak pagi. Namun, mereka belum berani menyampaikan kabar itu kepada keluarga Irianto. Komunikasi warga setempat dengan Ida kemudian hanya sebatas lewat SMS dan BBM. ”Sempat diperoleh jawaban dari Bu Ida kalau Pak Irianto tidak jadi terbang,” katanya.
Namun karena kebanyakan warga di kompleks itu adalah pilot, sehingga kebenaran informasi itu pun muncul. Mereka mengabarkan pilot pesawat AirAsia yang nahas itu adalah Irianto. ”Barulah setelah mendapat kepastian, saya berani mengetuk rumah Bu Ida. Itu sudah jam 11 siang,” kata Bagianto.
Bagianto tidak menduga atas kabar tersebut. Sebab tidak ada firasat apa pun dari warga atas terkait insiden yang menimpa tetangganya. ”Jumat lalu, kami semua bertemu. Kami mengobrol sebentar sesaat setelah salat Jumat di Masjid Nurul Yakin kompleks perumahan. Tetapi tidak ada pesan apa-apa. Kecuali hanya tanya kabar saja,” ucapnya.
Para tetangga dan keluarga hanya bisa berdoa agar pesawat tersebut selamat dan bisa bertemu dengan Irianto kembali. ”Habis isya nanti (kemarin malam) kami bersepakat menggelar doa bersama agar pesawat segera ditemukan. Bukan tahlil. Sebab kita semua belum tahu tentang keberadaan pesawat itu,” katanya.
Pria asal Maguwoharjo, Sleman, ini telah mengantongi 20.537 jam terbang. Karena itu, dia terbilang senior di antara para pilot AirAsia. Selain itu, kepiawaiannya mengendalikan pesawat juga lahir dari didikan militer, tepatnya di Sekolah Penerbang Prajurit Sukarela Dinas Pendek (PSDP) Lapangan Udara atau Lanud Adisutjipto.
Kapten Irianto sempat menerbangkan jet tempur F 16 dan F 5E Tiger. Kemudian yang bersangkutan bertugas pada skuadron di Bandara Iswahyudi, Madiun. Sebelum akhirnya pensiun dini dan menjadi pilot pesawat komersial.
Pukulan Beruntun
Saat KORAN SINDO menyambangi rumah keluarga orang tua Kapten Irianto di Nanggulan Kidul, Maguwoharjo, Depok, Sleman, terlihat sepi. Orang tua Kapten Irianto setelah mendapatkan kabar tentang peristiwa hilangnya pesawat yang dipiloti anaknya langsung menuju ke Surabaya. ”Maaf kami belum bisa memberikan tanggapan, sebab hanya diminta menunggu rumah,” kata perempuan yang ada di rumah keluarga Irianto sebelum menutup pintu rumah itu.
Bagi orang tua Kapten Irianto, ini bisa jadi duka sangat mendalam. Sebab belum ada dua pekan salah satu anaknya, yakni adik Kapten Irianto yang bernama Edi berpulang. ”Pak Irianto ini anak dari Pak Warto memiliki dua adik, yaitu Edi dan Yono,” ungkap warga sekitar, Kunto, 50, tukang ojek di Perempatan Maguwoharjo yang jaraknya 100 meter dari rumah keluarga Irianto.
Menurut Kunto, Irianto sepekan lalu baru saja pulang, yakni saat adiknya Edi wafat karena sakit komplikasi. Hanya sampai berapa hari dirinya tidak tahu persis. Apalagi selama ini Irianto tidak di Nanggulan Kidul, tapi di Surabaya.
”Yang pasti, keluarga itu baru mengadakan tahlilan tujuh hari meninggalnya adik Irianto, Edi, malam Minggu (Sabtu, 27/12),” kata Kunto. Di rumah tersebut memang masih terlihat tumpukan dan jejeran kursi di halaman depan. Selain itu, di teras juga terlihat sejumlah minuman mineral di atas meja.
Pengurus Masjid
Terlepas rekam jejaknya, Kapten Irianto dikenal sebagai sosok yang ramah dan aktif dalam berorganisasi. Di Blok BC Perum Pondokjati misalnya, Irianto tercatat sebagai ketua rukun tetangga (RT) 39/09. Tidak hanya itu, bapak dua anak tersebut juga tercatat sebagai pengurus masjid.
”Beliau rajin sekali kumpulkumpul dengan warga. Kalau pas tidak terbang pasti jalanjalan keluar. Dalam seminggu, biasanya beliau terbang 3-4 hari. Selain itu selalu di rumah. Kalau tidak jalan-jalan dengan keluarga ya cangkrukan dengan warga,” ujarnya.
Menurut penuturan warga, di dunia penerbangan sendiri Irianto cukup berpengalaman. Jauh sebelum bekerja di Air- Asia, Irianto adalah pilot di kesatuan TNI Angkatan Udara berpangkat letnan satu. Namun sekitar tahun 1990-an, pria kelahiran Yogyakarta 57 tahun lalu itu keluar dan bergabung dengan Merpati Air.
Setelah Merpati gulung tikar, Irianto pindah menjadi pilot di Adam Air. Namun, di tempat baru ini, Irianto tidak bertahan lama karena pesawat Adam Air sering mengalami kecelakaan. ”Ini Pak Irwan sendiri yang bilang ke saya. Beliau akhirnya memilih pindah ke AirAsia untuk menghindari (kemungkinan kecelakaan) pada pesawat Adam Air. Sudah sejak lima tahun lalu beliau menjadi pilot AirAsia,” katanya.
Takdir berkehendak lain, Irianto akhirnya menjadi bagian dari pesawat yang hilang kemarin. Pesawat AirAsia QZ 8501 yang dipiloti hilang kontak. Belum diketahui keberadaan pesawat yang terbang dari Bandara Juanda itu. Hingga tadi malam, petugas gabungan dari TNI dan Basarnas terus melakukan pencarian.
Sementara Irianto diketahui memiliki jam terbang cukup tinggi. Communications Air Asia Indonesia, Malinda Yasmin menyebutkan, Irianto memiliki pengalaman terbang dengan total 20.537 jam. ”ke-6.053 jam di antaranya terbang bersama AirAsia,” katanya.
Ihya’ Ulumuddin/ Abdul Rouf/ Priyo Setyawan
Namun, tak sejenak pun si empunya rumah tak muncul. Ida Yulianto, istri Irianto, terus mengurung diri di dalam kamar. Menurut para tetangga, Ida syok berat begitu mendengar kabar pesawat yang diterbangkan suaminya hilang kontak. Sejak saat itu pula Ida menangis dan mengurung diri di dalam kamar.
”Bu Ida belum bisa diganggu. Beliau masih syok. Dia menangis terus sambil menunggu kabar di TV. Kedua anaknya juga kebetulan tidak di rumah. Mereka sedang berlibur di Yogyakarta dan tengah berjalanan pulang ke Sidoarjo,” kata penasihat RW5 Perum Pondokjati Sidoarjo, Bagianto Djojonegoro.
Karena kondisi itu pula, tak satu pun tetangga berani masuk untuk sekadar menenangkan. Kecuali hanya para kerabat dan orang dekatnya. ”Mereka takut Bu Ida tidak berkenan dan malah mengganggu. Karena itu, semua memilih berdoa di luar,” kata adik kandung mantan Menteri Pendidikan era Soeharto, Wardiman Djojonegoro ini.
Bagianto menceritakan, kabar hilangnya pesawat AirAsia sebenarnya sudah diketahui warga sejak pagi. Namun, mereka belum berani menyampaikan kabar itu kepada keluarga Irianto. Komunikasi warga setempat dengan Ida kemudian hanya sebatas lewat SMS dan BBM. ”Sempat diperoleh jawaban dari Bu Ida kalau Pak Irianto tidak jadi terbang,” katanya.
Namun karena kebanyakan warga di kompleks itu adalah pilot, sehingga kebenaran informasi itu pun muncul. Mereka mengabarkan pilot pesawat AirAsia yang nahas itu adalah Irianto. ”Barulah setelah mendapat kepastian, saya berani mengetuk rumah Bu Ida. Itu sudah jam 11 siang,” kata Bagianto.
Bagianto tidak menduga atas kabar tersebut. Sebab tidak ada firasat apa pun dari warga atas terkait insiden yang menimpa tetangganya. ”Jumat lalu, kami semua bertemu. Kami mengobrol sebentar sesaat setelah salat Jumat di Masjid Nurul Yakin kompleks perumahan. Tetapi tidak ada pesan apa-apa. Kecuali hanya tanya kabar saja,” ucapnya.
Para tetangga dan keluarga hanya bisa berdoa agar pesawat tersebut selamat dan bisa bertemu dengan Irianto kembali. ”Habis isya nanti (kemarin malam) kami bersepakat menggelar doa bersama agar pesawat segera ditemukan. Bukan tahlil. Sebab kita semua belum tahu tentang keberadaan pesawat itu,” katanya.
Pria asal Maguwoharjo, Sleman, ini telah mengantongi 20.537 jam terbang. Karena itu, dia terbilang senior di antara para pilot AirAsia. Selain itu, kepiawaiannya mengendalikan pesawat juga lahir dari didikan militer, tepatnya di Sekolah Penerbang Prajurit Sukarela Dinas Pendek (PSDP) Lapangan Udara atau Lanud Adisutjipto.
Kapten Irianto sempat menerbangkan jet tempur F 16 dan F 5E Tiger. Kemudian yang bersangkutan bertugas pada skuadron di Bandara Iswahyudi, Madiun. Sebelum akhirnya pensiun dini dan menjadi pilot pesawat komersial.
Pukulan Beruntun
Saat KORAN SINDO menyambangi rumah keluarga orang tua Kapten Irianto di Nanggulan Kidul, Maguwoharjo, Depok, Sleman, terlihat sepi. Orang tua Kapten Irianto setelah mendapatkan kabar tentang peristiwa hilangnya pesawat yang dipiloti anaknya langsung menuju ke Surabaya. ”Maaf kami belum bisa memberikan tanggapan, sebab hanya diminta menunggu rumah,” kata perempuan yang ada di rumah keluarga Irianto sebelum menutup pintu rumah itu.
Bagi orang tua Kapten Irianto, ini bisa jadi duka sangat mendalam. Sebab belum ada dua pekan salah satu anaknya, yakni adik Kapten Irianto yang bernama Edi berpulang. ”Pak Irianto ini anak dari Pak Warto memiliki dua adik, yaitu Edi dan Yono,” ungkap warga sekitar, Kunto, 50, tukang ojek di Perempatan Maguwoharjo yang jaraknya 100 meter dari rumah keluarga Irianto.
Menurut Kunto, Irianto sepekan lalu baru saja pulang, yakni saat adiknya Edi wafat karena sakit komplikasi. Hanya sampai berapa hari dirinya tidak tahu persis. Apalagi selama ini Irianto tidak di Nanggulan Kidul, tapi di Surabaya.
”Yang pasti, keluarga itu baru mengadakan tahlilan tujuh hari meninggalnya adik Irianto, Edi, malam Minggu (Sabtu, 27/12),” kata Kunto. Di rumah tersebut memang masih terlihat tumpukan dan jejeran kursi di halaman depan. Selain itu, di teras juga terlihat sejumlah minuman mineral di atas meja.
Pengurus Masjid
Terlepas rekam jejaknya, Kapten Irianto dikenal sebagai sosok yang ramah dan aktif dalam berorganisasi. Di Blok BC Perum Pondokjati misalnya, Irianto tercatat sebagai ketua rukun tetangga (RT) 39/09. Tidak hanya itu, bapak dua anak tersebut juga tercatat sebagai pengurus masjid.
”Beliau rajin sekali kumpulkumpul dengan warga. Kalau pas tidak terbang pasti jalanjalan keluar. Dalam seminggu, biasanya beliau terbang 3-4 hari. Selain itu selalu di rumah. Kalau tidak jalan-jalan dengan keluarga ya cangkrukan dengan warga,” ujarnya.
Menurut penuturan warga, di dunia penerbangan sendiri Irianto cukup berpengalaman. Jauh sebelum bekerja di Air- Asia, Irianto adalah pilot di kesatuan TNI Angkatan Udara berpangkat letnan satu. Namun sekitar tahun 1990-an, pria kelahiran Yogyakarta 57 tahun lalu itu keluar dan bergabung dengan Merpati Air.
Setelah Merpati gulung tikar, Irianto pindah menjadi pilot di Adam Air. Namun, di tempat baru ini, Irianto tidak bertahan lama karena pesawat Adam Air sering mengalami kecelakaan. ”Ini Pak Irwan sendiri yang bilang ke saya. Beliau akhirnya memilih pindah ke AirAsia untuk menghindari (kemungkinan kecelakaan) pada pesawat Adam Air. Sudah sejak lima tahun lalu beliau menjadi pilot AirAsia,” katanya.
Takdir berkehendak lain, Irianto akhirnya menjadi bagian dari pesawat yang hilang kemarin. Pesawat AirAsia QZ 8501 yang dipiloti hilang kontak. Belum diketahui keberadaan pesawat yang terbang dari Bandara Juanda itu. Hingga tadi malam, petugas gabungan dari TNI dan Basarnas terus melakukan pencarian.
Sementara Irianto diketahui memiliki jam terbang cukup tinggi. Communications Air Asia Indonesia, Malinda Yasmin menyebutkan, Irianto memiliki pengalaman terbang dengan total 20.537 jam. ”ke-6.053 jam di antaranya terbang bersama AirAsia,” katanya.
Ihya’ Ulumuddin/ Abdul Rouf/ Priyo Setyawan
(ftr)