Sekolah Dihantui Kendala Teknis
A
A
A
SURABAYA - Pembatasan implementasi Kurikulum 2013 (K- 13) dan pemberlakuan kembali Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 membuat Dinas Pendidikan serta sekolah kalang kabut. Mereka dihantui banyaknya kendala teknis di lapangan akibat perubahan kebijakan yang tiba-tiba ini.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Mojokerto Yoko Priyono mengakui, kebijakan untuk kembali ke Kurikulum 2006 akan terasa berat bagi sekolah, khususnya berkaitan dengan kendala teknis yang bakal dihadapi. Dia mencontohkan soal buku pelajaran.
“Pengadaan buku itu kan mahal dan sayang jika tak digunakan. Tapi nanti akan saya ajukan keberatan kalau memang ada sekolah yang siap dengan K-13,” kata Yoko. Dia mengaku memberikan keleluasaan bagi sekolah-sekolah untuk menentukan pilihan kurikulum.
Hanya dia mendorong sekolah yang siap menggunakan K-13 meskipun baru dilaksanakan tahun ini. “Asalkan siap, saya dorong tetap menggunakan K-13. Saya akan mengajukan keberatan kepada pemerintah pusat kalau memang benar-benar sudah siap,” ujar Yoko.
Kepala SMKN 1 Sooko, Kabupaten Mojokerto, Prapti Widodo mengakui, bagi sekolah yang baru menerapkan K- 13 pada 2014 akan kesulitan jika harus kembali ke KTSP. Misalnya, ada perubahan rapor siswa yang sudah terlanjur dicetak menyesuaikan dengan panduan K-13.
Selain itu, dari aspek metode pembelajaran dan buku-buku juga akan mengalami penyesuaian yang tak mudah. Padahal untuk mempelajari K- 13, pihak guru telah mengeluarkan banyak tenaga dan pikiran. “Karena materinya memang berbeda.” Saya kira pasti akan berat, terutama sekolah yang sudah menerapkan K13,” ujarnya. Kekhawatiran yang sama dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Batu, Mistin.
Menurut dia, kembali ke KTSP justru menambah masalah baru bagi sekolah. “Kami harus mencari lagi buku-buku untuk siswa. Kalau ternyata buku-bukunya sudah tidak ada bagaimana? Terpaksa kami mengusulkan pemerintah ke pemerintah pusat,” kata dia.
Mistin menuturkan, pelaksanaan K-13 di Kota Batu berjalan lancar. Seluruh sekolah di Kota Apel ini telah menggunakan K-13 dan tidak pernah ada keluhan, baik dari guru atau wali murid. “Setiap Minggu, dewan guru termasuk kepala sekolah menggelar workshop proses penilaian K-13. Alhamdulillah, tidak ada kendala teknis dan keluhan dari guru-guru di Kota Batu dalam menerapkan K-13,” ujarnya.
Meski begitu, Mistin mengaku akan tunduk pada kebijakan pemerintah pusat. Meski lebih sepakat dengan K-13 yang menuntut peran aktif guru, Mistin mengatakan siap bila Kemendikbud benar-benar meminta seluruh sekolah kembali menggunakan KTSP. “Kami harus patuh pada keputusan diatas. Kalau diharuskan untuk melanjutkan program K-13 kami siap. Sebaliknya kalau disuruh berhenti kami juga siap,” ujar dia.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Ikhsan, sebenarnya sudah lancar memberlakukan K-13. Sebagai pilot project , Kota Surabaya bahkan menjadi tujuan studi banding sekolah lain di Jatim. Namun kemarin, dia mengumpulkan para kepala SD, SMP, dan SMA swasta se-Surabaya, membebaskan sekolah untuk menentukan pilihan.
“Sekolah kami beri keleluasaan memilih. Tetap memberlakukan K-13 atau kembali ke kurikulum sebelumnya. Kalau melanjutkan kesiapannya sejauh mana, kalau tidak apa alasannya,” katanya di SMKN 6 Surabaya, kemarin.
Kabid SMP/SMA Dinas Pendidikan Jember Tatang mengatakan, pihaknya masih menunggu surat resmi dari pemerintah pusat mengenai kebijakan kurikulum. Sekolahsekolah di Jember masih menggunakan K-13 hingga akhir semester ini.
Penerbit Buku Akan Tuntut Pemerintah
Penghentian Kurikulum 2013 berbuntut panjang. Sejumlah penerbit atau penyedia buku berencana menggugat pemerintah karena sangat dirugikan akibat tidak ada yang bersedia membayar buku yang sudah tercetak dan terdistribusikan.
Rencana tuntutan hukum itu disampaikan Sekjen Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) A Mughira Nurhani kemarin. Mughira menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertindak sepihak dalam menghentikan kurikulum baru.
Setelah Kemendikbud mengirimkan surat edaran pemberlakukan kurikulum terbatas, menurut Mughira, banyak pemerintah kabupaten/kota secara mendadak membatalkan kontrak. Masalahnya, sejumlah penerbit sudah mencetak maupun mendistribusikan buku pelajaran untuk kurikulum baru itu.
Atas masalah ini, dia meminta pemerintah pusat (Kemendikbud) harus mengambil alih pembayaran buku yang sudah dicetak tersebut. “Jika tidak ada solusi lain kami akan lakukan tuntutan hukum ke Kemendikbud,” tegasnya saat memberikan keterangan pers di Jakarta, kemarin.
Mughira mengungkapkan, ketika audiensi dengan Kemendikbud Kamis (4/12) lalu, sama sekali tidak ada sinyal pemerintah akan memberlakukan terbatas Kurikulum 2013. Kemendikbud malah mendorong agar percetakan terus mencetak dan mendistribusikan segera bukubuku itu ke semua daerah.
Sehari berikutnya mereka kaget setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengumumkan Kurikulum 2013 diberlakukan terbatas. Pemerintah daerah pun dengan cepat menanggapinya dengan membatalkan kontrak pencetakan buku.
Bahkan Pemerintah Kabu- paten Konawe dan Kolaka di Sulawesi Tenggara langsung membatalkan kontrak dan menyatakan tidak bersedia membayar. Di sisi lain kapal pengangkut buku sudah berlabuh di pelabuhan kawasan itu. Pemberlakuan kurikulum secara terbatas ini, ujarnya, sebenarnya merupakan kerugian bagi negara.
Pasalnya, uang yang sudah digelontorkan untuk buku kurikulum mencapai triliunan. Jika saat ini pemerintah menghentikan kurikulum, hakikatnya anggaran negara keluar sia-sia dan buku yang sudah dicetak pun mubazir.
Ketua Umum PPGI Jimmy Juneanto menambahkan, sebenarnya pemerintah sudah menyediakan dana anggaran pembayaran buku sebab yang dipakai adalah anggaran tahun lalu. Namun yang menjadi persoalan adalah apakah akan ada kemauan untuk membayar karena Mendikbud menyatakan kurikulum diberlakuan terbatas.
Jimmy menjelaskan, sebenarnya pada proyek buku Kurikulum 2013 ini, pemerintah diuntungkan. Pasalnya, semua percetakan berlomba memberikan harga terendah saat pelelangan. Dia berasumsi, 40% anggaran buku kembali ke negara karena harga rata-rata buku yang dicetak itu sangat murah yakni Rp8.000 per satu bukunya.
Untuk keperluan cetak buku teks pelajaran tersebut, pemerintah telah menghabiskan anggaran hingga Rp5 triliun dengan rincian Rp3,1 triliun untuk pengadaan 350 juta eksemplar buku semester 1 dan Rp1,9 triliun untuk pengadaan 267 juta eksemplar buku semester dua.
Bahkan untuk buku semester I, sebanyak 95 % sudah didistribusikan ke sekolah-sekolah meski masih banyak sekolah yang belum membayar uang buku itu ke percetakan. Sementara untuk semester II 50% sudah tercetak dan sebagian sudah mulai disitribusikan ke daerah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan tetap dengan pendiriannya menghentikan Kurikulum 2013 karena dinilai masih menimbulkan masalah. Banyaknya masalah yang muncul dari perubahan Kurikulum 2013 itu membuat pemerintah harus segera menyikapinya dengan bijak.
Mantan Rektor Paramadina Jakarta ini menilai, implementasi Kurikulum 2013 belum dapat dilaksanakan seutuhnya karena ketidaksiapan para guru, sekolah, juga siswa. Atas dasar semua itu, Anies segera mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) untuk menghentikan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada Kurikulum 2013.
Mulai semester genap mendatang, sekolah diharapkan kembali menggunakan kurikulum 2006. Meski penghentian Kurikulum 2013 ini menimbulkan masalah, setidaknya masalah itu hanya berdampak pada pemotongan anggaran. Namun, bila kurikulum ini terus dipaksakan untuk dilanjutkan, hal itu justru berdampak pada masa depan pendidikan siswa.
Anies menilai implementasi penerapan Kurikulum 2013 juga dinilai terburu-buru. “Bayangkan, tanggal 14 Oktober 2014, seminggu sebelum pelantikan presiden baru, menteri (Muhammad Nuh) mengeluarkan Peraturan Nomor 159/2014 yang meminta agar dievaluasi kesesuaian antara ide dan desain. Antara desain dan dokumen, antara dokumen dan implementasi,” ujar Anies di Istana Negara, Jakarta.
Dari sisi konsep, penerapan Kurikulum 2013 pun belum dievaluasi secara menyeluruh, tetapi sudah dilaksanakan di 208.000 sekolah. Terkait pernyataan mantan Mendikbud M Nuh yang menilai sebagai kemunduran bila Kurikulum 2013 dihentikan, Anies berkilah bahwa hal itu tidak akan terjadi.
“Kurikulum berubah tidak otomatis kualitas pendidikan meningkat. Tetapi kalau kualitas guru meningkat, Insya Allah kualitas pendidikan meningkat, karena konsentrasi harus pada kualitas para guru,” tambahnya.
Di sisi lain, penghentian Kurikulum 2013 ini membuat kalangan penerbit atau percetakan terancam merugi besar. Mereka bahkan berencana menggugat pemerintah karena kemungkinan buku yang sudah tercetak dan terdistribusikan tak terbayar.
Tritus Julan/ Maman Adi Saputro/ Soeprayitno/P Juliatmoko / Neneng Zubaidah/ant
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Mojokerto Yoko Priyono mengakui, kebijakan untuk kembali ke Kurikulum 2006 akan terasa berat bagi sekolah, khususnya berkaitan dengan kendala teknis yang bakal dihadapi. Dia mencontohkan soal buku pelajaran.
“Pengadaan buku itu kan mahal dan sayang jika tak digunakan. Tapi nanti akan saya ajukan keberatan kalau memang ada sekolah yang siap dengan K-13,” kata Yoko. Dia mengaku memberikan keleluasaan bagi sekolah-sekolah untuk menentukan pilihan kurikulum.
Hanya dia mendorong sekolah yang siap menggunakan K-13 meskipun baru dilaksanakan tahun ini. “Asalkan siap, saya dorong tetap menggunakan K-13. Saya akan mengajukan keberatan kepada pemerintah pusat kalau memang benar-benar sudah siap,” ujar Yoko.
Kepala SMKN 1 Sooko, Kabupaten Mojokerto, Prapti Widodo mengakui, bagi sekolah yang baru menerapkan K- 13 pada 2014 akan kesulitan jika harus kembali ke KTSP. Misalnya, ada perubahan rapor siswa yang sudah terlanjur dicetak menyesuaikan dengan panduan K-13.
Selain itu, dari aspek metode pembelajaran dan buku-buku juga akan mengalami penyesuaian yang tak mudah. Padahal untuk mempelajari K- 13, pihak guru telah mengeluarkan banyak tenaga dan pikiran. “Karena materinya memang berbeda.” Saya kira pasti akan berat, terutama sekolah yang sudah menerapkan K13,” ujarnya. Kekhawatiran yang sama dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Batu, Mistin.
Menurut dia, kembali ke KTSP justru menambah masalah baru bagi sekolah. “Kami harus mencari lagi buku-buku untuk siswa. Kalau ternyata buku-bukunya sudah tidak ada bagaimana? Terpaksa kami mengusulkan pemerintah ke pemerintah pusat,” kata dia.
Mistin menuturkan, pelaksanaan K-13 di Kota Batu berjalan lancar. Seluruh sekolah di Kota Apel ini telah menggunakan K-13 dan tidak pernah ada keluhan, baik dari guru atau wali murid. “Setiap Minggu, dewan guru termasuk kepala sekolah menggelar workshop proses penilaian K-13. Alhamdulillah, tidak ada kendala teknis dan keluhan dari guru-guru di Kota Batu dalam menerapkan K-13,” ujarnya.
Meski begitu, Mistin mengaku akan tunduk pada kebijakan pemerintah pusat. Meski lebih sepakat dengan K-13 yang menuntut peran aktif guru, Mistin mengatakan siap bila Kemendikbud benar-benar meminta seluruh sekolah kembali menggunakan KTSP. “Kami harus patuh pada keputusan diatas. Kalau diharuskan untuk melanjutkan program K-13 kami siap. Sebaliknya kalau disuruh berhenti kami juga siap,” ujar dia.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Ikhsan, sebenarnya sudah lancar memberlakukan K-13. Sebagai pilot project , Kota Surabaya bahkan menjadi tujuan studi banding sekolah lain di Jatim. Namun kemarin, dia mengumpulkan para kepala SD, SMP, dan SMA swasta se-Surabaya, membebaskan sekolah untuk menentukan pilihan.
“Sekolah kami beri keleluasaan memilih. Tetap memberlakukan K-13 atau kembali ke kurikulum sebelumnya. Kalau melanjutkan kesiapannya sejauh mana, kalau tidak apa alasannya,” katanya di SMKN 6 Surabaya, kemarin.
Kabid SMP/SMA Dinas Pendidikan Jember Tatang mengatakan, pihaknya masih menunggu surat resmi dari pemerintah pusat mengenai kebijakan kurikulum. Sekolahsekolah di Jember masih menggunakan K-13 hingga akhir semester ini.
Penerbit Buku Akan Tuntut Pemerintah
Penghentian Kurikulum 2013 berbuntut panjang. Sejumlah penerbit atau penyedia buku berencana menggugat pemerintah karena sangat dirugikan akibat tidak ada yang bersedia membayar buku yang sudah tercetak dan terdistribusikan.
Rencana tuntutan hukum itu disampaikan Sekjen Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) A Mughira Nurhani kemarin. Mughira menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertindak sepihak dalam menghentikan kurikulum baru.
Setelah Kemendikbud mengirimkan surat edaran pemberlakukan kurikulum terbatas, menurut Mughira, banyak pemerintah kabupaten/kota secara mendadak membatalkan kontrak. Masalahnya, sejumlah penerbit sudah mencetak maupun mendistribusikan buku pelajaran untuk kurikulum baru itu.
Atas masalah ini, dia meminta pemerintah pusat (Kemendikbud) harus mengambil alih pembayaran buku yang sudah dicetak tersebut. “Jika tidak ada solusi lain kami akan lakukan tuntutan hukum ke Kemendikbud,” tegasnya saat memberikan keterangan pers di Jakarta, kemarin.
Mughira mengungkapkan, ketika audiensi dengan Kemendikbud Kamis (4/12) lalu, sama sekali tidak ada sinyal pemerintah akan memberlakukan terbatas Kurikulum 2013. Kemendikbud malah mendorong agar percetakan terus mencetak dan mendistribusikan segera bukubuku itu ke semua daerah.
Sehari berikutnya mereka kaget setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengumumkan Kurikulum 2013 diberlakukan terbatas. Pemerintah daerah pun dengan cepat menanggapinya dengan membatalkan kontrak pencetakan buku.
Bahkan Pemerintah Kabu- paten Konawe dan Kolaka di Sulawesi Tenggara langsung membatalkan kontrak dan menyatakan tidak bersedia membayar. Di sisi lain kapal pengangkut buku sudah berlabuh di pelabuhan kawasan itu. Pemberlakuan kurikulum secara terbatas ini, ujarnya, sebenarnya merupakan kerugian bagi negara.
Pasalnya, uang yang sudah digelontorkan untuk buku kurikulum mencapai triliunan. Jika saat ini pemerintah menghentikan kurikulum, hakikatnya anggaran negara keluar sia-sia dan buku yang sudah dicetak pun mubazir.
Ketua Umum PPGI Jimmy Juneanto menambahkan, sebenarnya pemerintah sudah menyediakan dana anggaran pembayaran buku sebab yang dipakai adalah anggaran tahun lalu. Namun yang menjadi persoalan adalah apakah akan ada kemauan untuk membayar karena Mendikbud menyatakan kurikulum diberlakuan terbatas.
Jimmy menjelaskan, sebenarnya pada proyek buku Kurikulum 2013 ini, pemerintah diuntungkan. Pasalnya, semua percetakan berlomba memberikan harga terendah saat pelelangan. Dia berasumsi, 40% anggaran buku kembali ke negara karena harga rata-rata buku yang dicetak itu sangat murah yakni Rp8.000 per satu bukunya.
Untuk keperluan cetak buku teks pelajaran tersebut, pemerintah telah menghabiskan anggaran hingga Rp5 triliun dengan rincian Rp3,1 triliun untuk pengadaan 350 juta eksemplar buku semester 1 dan Rp1,9 triliun untuk pengadaan 267 juta eksemplar buku semester dua.
Bahkan untuk buku semester I, sebanyak 95 % sudah didistribusikan ke sekolah-sekolah meski masih banyak sekolah yang belum membayar uang buku itu ke percetakan. Sementara untuk semester II 50% sudah tercetak dan sebagian sudah mulai disitribusikan ke daerah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan tetap dengan pendiriannya menghentikan Kurikulum 2013 karena dinilai masih menimbulkan masalah. Banyaknya masalah yang muncul dari perubahan Kurikulum 2013 itu membuat pemerintah harus segera menyikapinya dengan bijak.
Mantan Rektor Paramadina Jakarta ini menilai, implementasi Kurikulum 2013 belum dapat dilaksanakan seutuhnya karena ketidaksiapan para guru, sekolah, juga siswa. Atas dasar semua itu, Anies segera mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) untuk menghentikan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada Kurikulum 2013.
Mulai semester genap mendatang, sekolah diharapkan kembali menggunakan kurikulum 2006. Meski penghentian Kurikulum 2013 ini menimbulkan masalah, setidaknya masalah itu hanya berdampak pada pemotongan anggaran. Namun, bila kurikulum ini terus dipaksakan untuk dilanjutkan, hal itu justru berdampak pada masa depan pendidikan siswa.
Anies menilai implementasi penerapan Kurikulum 2013 juga dinilai terburu-buru. “Bayangkan, tanggal 14 Oktober 2014, seminggu sebelum pelantikan presiden baru, menteri (Muhammad Nuh) mengeluarkan Peraturan Nomor 159/2014 yang meminta agar dievaluasi kesesuaian antara ide dan desain. Antara desain dan dokumen, antara dokumen dan implementasi,” ujar Anies di Istana Negara, Jakarta.
Dari sisi konsep, penerapan Kurikulum 2013 pun belum dievaluasi secara menyeluruh, tetapi sudah dilaksanakan di 208.000 sekolah. Terkait pernyataan mantan Mendikbud M Nuh yang menilai sebagai kemunduran bila Kurikulum 2013 dihentikan, Anies berkilah bahwa hal itu tidak akan terjadi.
“Kurikulum berubah tidak otomatis kualitas pendidikan meningkat. Tetapi kalau kualitas guru meningkat, Insya Allah kualitas pendidikan meningkat, karena konsentrasi harus pada kualitas para guru,” tambahnya.
Di sisi lain, penghentian Kurikulum 2013 ini membuat kalangan penerbit atau percetakan terancam merugi besar. Mereka bahkan berencana menggugat pemerintah karena kemungkinan buku yang sudah tercetak dan terdistribusikan tak terbayar.
Tritus Julan/ Maman Adi Saputro/ Soeprayitno/P Juliatmoko / Neneng Zubaidah/ant
(ftr)