2015, Surabaya Punya Dua Wakil Wali Kota
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 112 daerah di Indonesia akan mengalami perubahan komposisi unsur pimpinan daerah mulai 2015 nanti. Jika sebelumnya hanya memiliki satu wakil kepala daerah, 112 daerah nantinya akan dilengkapi dua kepala daerah.
Perubahan ini merupakan konsekuensi dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Untuk tingkat provinsi, daerah yang dapat punya dua wakil gubernur adalah Sumatera Barat, Jambi, dan Kalimantan Selatan.
Di tingkat kabupaten/kota yang dapat memiliki dua wakil misalnya Kota Medan, Kabupaten Bandung, Kabupaten Semarang, dan Kota Surabaya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terdapat 204 daerah yang akan melaksanakan pilkada pada 2015. Merujuk perppu baru itu, nantinya ada 112 daerah bisa memiliki dua wakil kepala daerah.
Selain itu 17 daerah tak akan memiliki wakil, misalnya Kota Sibolga, Kabupaten Lingga, Kabupaten Buton Utara dan Kabupaten Tanah Tidung, 57 memiliki satu wakil, sisanya 18 daerah merupakan daerah otonom baru (DOB). Pilkada akan digelar di 8 provinsi dan 196 kabupaten/kota. Dalam Pasal 168 ayat 1 perppu itu disebutkan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1 juta jiwa tidak memiliki wakil gubernur.
Adapun provinsi dengan jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa sampai dengan 3 juta jiwa memiliki satu wakil saja. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas 3 juta sampai 10 juta dapat memiliki dua wakil dan lebih dari 10 juta dapat memiliki 3 wakil kepala daerah. Kemudian Pasal 168 ayat 2 menyebutkan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai 100.000 jiwa tidak akan memiliki wakil kepala daerah.
Kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk di atas 100.000 jiwa sampai 250.000 memiliki satu wakil. Daerah yang memiliki jumlah di atas 250.000 jiwa dapat memiliki dua wakil bupati/wali kota.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otda Djohermansyah Djohan sebelumnya mengatakan, tujuan dari adanya pengaturan jumlah wakil ini adalah dalam rangka efisiensi anggaran. Menurutdia, dengan aturan baru ini maka daerah yang jumlah penduduknya kecil akan dapat menekan biaya operasional.
“Itu menekan biaya operasional, rumah dinas, gaji, staf, ajudannya, danlain-lain. Sehingga cukup kepala daerah, sekretaris daerah, dan kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD),” ujarnya.
Djohan mengatakan, kebijakan ini sama sekali tidak akan mengganggu proses pemerintahan di daerah, meski nantinya ada kepala daerah berhalangan tetap atau diberhentikan. Dia menerangkan, mekanisme pilkada mendatang hanya akan memilih kepala daerah. Wakil kepala daerah akan dipilih setelah kepala daerah dilantik.
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Khatibul Umam Wiranu juga mengatakan perbedaan jumlah wakil di beberapa daerah dinilai tidak akan mengganggu jalannya pemerintahan di daerah. Malah hal ini menurutnya akan lebih mengefektifkan fungsi wakil.
“Justru kan (wakil) selama ini tidak efektif. Maka ini dibedakan sesuai dengan jumlah penduduk daerah. Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur ini bisa lebih dari satu wakilnya karena jumlah penduduknya begitu banyak,” katanya.
Dia mengatakan, untuk daerah yang jumlah penduduknya tidak begitu banyak akan lebih baik jika tidak memiliki wakil. Pasalnya, dengan jumlah penduduk yang kecil, daerah dapat dikendalikan dan dipimpin kepala daerah saja.
Adapun perbedaan jumlah wakil merupakan suatu langkah afirmatif.Artinya, ketentuan wakil ini disesuaikan dengan kebutuhan daerah. “Kabupaten yang baru mekar, penduduknya sedikit, ngapain ada wakilnya,” bantahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, persoalan jumlah wakil tidak akan berpengaruh banyak pada jalannya pemerintahan daerah. Bahkan, menurut dia, jika menengok Undang- Undang (UU) Pemerintahan Daerah (Pemda) wakil kepala daerah makin tidak berfungsi.
Hal ini dapat dilihat dari proses pengisiannya, di mana wakil dipilih secara terpisah dari kepala daerah. “Padahal, kan fungsi utama wakil adalah untuk menggantikan kepala daerah. Kalau begini kan legitimasinya berbeda, maka wakil nantinya tidak dapat menggantikan kepala daerah jika berhalangan tetap,” katanya.
Endi mengatakan, wakil kepala daerah nantinya tidak akan lebih dari seorang deputi di daerah- daerah. Bahkan dibandingkan dengan wakil, sekretaris daerah (sekda) akan lebih kuat. Bagi Endi, kebijakan ini lebih terlihat mendegradasi fungsi wakil kepala daerah. “Akhirnya tidak lebih dari sebuah jabatan birokrasi. Posisinya menjadi tidak signifikan lagi. Bahkan sekda lebih kuat dibanding wakil kepala daerah. Di mana di UU Aparatur Sipil Negara (ASN) induk birokrasi adalah sekda,” ujarnya.
Padahal, selama ini wakil sudah cukup dianggap ada dan tiada. Seharusnya pemerintah fokus untuk memperkuat wewenangnya. “Ini langkah mundur. Semakin menunjukkan wakil itu antara ada dan tiada nantinya,” katanya.
Dita Angga
Perubahan ini merupakan konsekuensi dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Untuk tingkat provinsi, daerah yang dapat punya dua wakil gubernur adalah Sumatera Barat, Jambi, dan Kalimantan Selatan.
Di tingkat kabupaten/kota yang dapat memiliki dua wakil misalnya Kota Medan, Kabupaten Bandung, Kabupaten Semarang, dan Kota Surabaya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terdapat 204 daerah yang akan melaksanakan pilkada pada 2015. Merujuk perppu baru itu, nantinya ada 112 daerah bisa memiliki dua wakil kepala daerah.
Selain itu 17 daerah tak akan memiliki wakil, misalnya Kota Sibolga, Kabupaten Lingga, Kabupaten Buton Utara dan Kabupaten Tanah Tidung, 57 memiliki satu wakil, sisanya 18 daerah merupakan daerah otonom baru (DOB). Pilkada akan digelar di 8 provinsi dan 196 kabupaten/kota. Dalam Pasal 168 ayat 1 perppu itu disebutkan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1 juta jiwa tidak memiliki wakil gubernur.
Adapun provinsi dengan jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa sampai dengan 3 juta jiwa memiliki satu wakil saja. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas 3 juta sampai 10 juta dapat memiliki dua wakil dan lebih dari 10 juta dapat memiliki 3 wakil kepala daerah. Kemudian Pasal 168 ayat 2 menyebutkan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai 100.000 jiwa tidak akan memiliki wakil kepala daerah.
Kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk di atas 100.000 jiwa sampai 250.000 memiliki satu wakil. Daerah yang memiliki jumlah di atas 250.000 jiwa dapat memiliki dua wakil bupati/wali kota.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otda Djohermansyah Djohan sebelumnya mengatakan, tujuan dari adanya pengaturan jumlah wakil ini adalah dalam rangka efisiensi anggaran. Menurutdia, dengan aturan baru ini maka daerah yang jumlah penduduknya kecil akan dapat menekan biaya operasional.
“Itu menekan biaya operasional, rumah dinas, gaji, staf, ajudannya, danlain-lain. Sehingga cukup kepala daerah, sekretaris daerah, dan kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD),” ujarnya.
Djohan mengatakan, kebijakan ini sama sekali tidak akan mengganggu proses pemerintahan di daerah, meski nantinya ada kepala daerah berhalangan tetap atau diberhentikan. Dia menerangkan, mekanisme pilkada mendatang hanya akan memilih kepala daerah. Wakil kepala daerah akan dipilih setelah kepala daerah dilantik.
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Khatibul Umam Wiranu juga mengatakan perbedaan jumlah wakil di beberapa daerah dinilai tidak akan mengganggu jalannya pemerintahan di daerah. Malah hal ini menurutnya akan lebih mengefektifkan fungsi wakil.
“Justru kan (wakil) selama ini tidak efektif. Maka ini dibedakan sesuai dengan jumlah penduduk daerah. Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur ini bisa lebih dari satu wakilnya karena jumlah penduduknya begitu banyak,” katanya.
Dia mengatakan, untuk daerah yang jumlah penduduknya tidak begitu banyak akan lebih baik jika tidak memiliki wakil. Pasalnya, dengan jumlah penduduk yang kecil, daerah dapat dikendalikan dan dipimpin kepala daerah saja.
Adapun perbedaan jumlah wakil merupakan suatu langkah afirmatif.Artinya, ketentuan wakil ini disesuaikan dengan kebutuhan daerah. “Kabupaten yang baru mekar, penduduknya sedikit, ngapain ada wakilnya,” bantahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, persoalan jumlah wakil tidak akan berpengaruh banyak pada jalannya pemerintahan daerah. Bahkan, menurut dia, jika menengok Undang- Undang (UU) Pemerintahan Daerah (Pemda) wakil kepala daerah makin tidak berfungsi.
Hal ini dapat dilihat dari proses pengisiannya, di mana wakil dipilih secara terpisah dari kepala daerah. “Padahal, kan fungsi utama wakil adalah untuk menggantikan kepala daerah. Kalau begini kan legitimasinya berbeda, maka wakil nantinya tidak dapat menggantikan kepala daerah jika berhalangan tetap,” katanya.
Endi mengatakan, wakil kepala daerah nantinya tidak akan lebih dari seorang deputi di daerah- daerah. Bahkan dibandingkan dengan wakil, sekretaris daerah (sekda) akan lebih kuat. Bagi Endi, kebijakan ini lebih terlihat mendegradasi fungsi wakil kepala daerah. “Akhirnya tidak lebih dari sebuah jabatan birokrasi. Posisinya menjadi tidak signifikan lagi. Bahkan sekda lebih kuat dibanding wakil kepala daerah. Di mana di UU Aparatur Sipil Negara (ASN) induk birokrasi adalah sekda,” ujarnya.
Padahal, selama ini wakil sudah cukup dianggap ada dan tiada. Seharusnya pemerintah fokus untuk memperkuat wewenangnya. “Ini langkah mundur. Semakin menunjukkan wakil itu antara ada dan tiada nantinya,” katanya.
Dita Angga
(ftr)