Mahasiswa Asing Belajar Tari Jawa
A
A
A
SURABAYA - Tari tradisional maupun kreasi baru di Jatim menarik sejumlah mahasiswa asing. Mereka yang menuntut ilmu melalui jalur beasiswa disediakan pemerintah Indonesia ini mempelajari tari kendati keluwesan belum terlihat dari mereka.
Hal ini terlihat di Kampus II Universitas Surabaya (Ubaya) Tenggilis, Jalan Kalirungkut, kemarin. Sedikitnya 12 mahasiswa asing antusias mengikuti setiap gerak yang diajarkan pelatih tari, Eka Sri Lestari.
Mahasiswa mancanegara ini berasal dari sejumlah negara. Ada Kamboja, Madagaskar, China, KoreaSelatan, Hungaria, Jepang, Slovakia, dan Jerman. “Hari ini (kemarin) mahasiswa asing belajar Tari Koko. Tari kreasi baru yang menggambarkan penghayatan tentang alam, ungkapan syukur kepada Tuhan,” kata Eka.
Alumni Fakultas Seni, Drama, Tari dan Musik (Sendra Tasik) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya, ini sudah mengajarkan beberapa tari kepada mereka. Mahasiswa asing yang menempuh pendidikan Bahasa Indonesia selama satu semester akan diajarkan satu tari.
Lain hal yang menempuh pendidikan di Indonesia selama dua semester berhak atas pelajaran dua tari. “Tari Remo dan Bang-Bang Wetan juga diajarkan kepada mereka. Mahasiswa asing senang karena tari di Indonesia itu mengedepankan penghayatan,” ujar Eka Sri yang dulu aktif di sanggar Bina Tari Moderen Surabaya.
Banyak pendekatan harus dilakukan. Pemberian materi tari, kata Eka, tidak boleh dipaksakan. Untuk mempelajarinya, dia menggunakan banyak pendekatan, yakni bisa lewat menu kuliner tradisional Indonesia, gamelan, dan lainnya.
Dim Sopheaktra, salah seorang mahasiswa asing, mengaku senang bisa belajar tari di Indonesia. “Di sini saya belajar bahasa Indonesia. Tapi kalau diajari tari juga mau, senang,” tutur mahasiswa Norton University Thailand ini. Dim sudah dua bulan di sini mengaku salut dengan tari Indonesia yang mengedepankan penghayatan. “Kalau tari di Kamboja itu cepat,” ucapnya.
Hal berbeda dengan Michaela Fedakova yang berasal dari Slovakia. Mahasiswi berambut pirang ini serius mengikuti setiap gerakan Tari Koko.
Soeprayitno
Hal ini terlihat di Kampus II Universitas Surabaya (Ubaya) Tenggilis, Jalan Kalirungkut, kemarin. Sedikitnya 12 mahasiswa asing antusias mengikuti setiap gerak yang diajarkan pelatih tari, Eka Sri Lestari.
Mahasiswa mancanegara ini berasal dari sejumlah negara. Ada Kamboja, Madagaskar, China, KoreaSelatan, Hungaria, Jepang, Slovakia, dan Jerman. “Hari ini (kemarin) mahasiswa asing belajar Tari Koko. Tari kreasi baru yang menggambarkan penghayatan tentang alam, ungkapan syukur kepada Tuhan,” kata Eka.
Alumni Fakultas Seni, Drama, Tari dan Musik (Sendra Tasik) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya, ini sudah mengajarkan beberapa tari kepada mereka. Mahasiswa asing yang menempuh pendidikan Bahasa Indonesia selama satu semester akan diajarkan satu tari.
Lain hal yang menempuh pendidikan di Indonesia selama dua semester berhak atas pelajaran dua tari. “Tari Remo dan Bang-Bang Wetan juga diajarkan kepada mereka. Mahasiswa asing senang karena tari di Indonesia itu mengedepankan penghayatan,” ujar Eka Sri yang dulu aktif di sanggar Bina Tari Moderen Surabaya.
Banyak pendekatan harus dilakukan. Pemberian materi tari, kata Eka, tidak boleh dipaksakan. Untuk mempelajarinya, dia menggunakan banyak pendekatan, yakni bisa lewat menu kuliner tradisional Indonesia, gamelan, dan lainnya.
Dim Sopheaktra, salah seorang mahasiswa asing, mengaku senang bisa belajar tari di Indonesia. “Di sini saya belajar bahasa Indonesia. Tapi kalau diajari tari juga mau, senang,” tutur mahasiswa Norton University Thailand ini. Dim sudah dua bulan di sini mengaku salut dengan tari Indonesia yang mengedepankan penghayatan. “Kalau tari di Kamboja itu cepat,” ucapnya.
Hal berbeda dengan Michaela Fedakova yang berasal dari Slovakia. Mahasiswi berambut pirang ini serius mengikuti setiap gerakan Tari Koko.
Soeprayitno
(ftr)