Telur Asin Kedaluwarsa Diwaspadai
A
A
A
BLITAR - Hati hati mengonsumsi telur asin. Sebab, mayoritas produk hewani yang dijual bebas di pasaran, tidak ada yang mencantumkan waktu kedaluwarsa. Bahkan, dinas kesehatan Kota Blitar juga mendapati tidak adanya izin kelayakan makanan.
“Tentunya ini membawa resiko buat kesehatan. Masyarakat patut mewaspadainya," ujar Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Blitar Suprayogi kepada wartawan, Senin (6/10/2014). Faktanya, telur asin yang memiliki banderol harga Rp2.500-Rp4.000 per butir tersebut memang dijajakan secara vulgar.
Mulai di pasar tradisional, lapak makanan hingga pertokoan, semua sama.Tidak ada kemasan yang membungkus demi kesehatan, seperti lazimnya produk makanan.
Seperti biskuit atau produk minuman yang selalu menyertakan keterangan batas waktu konsumsi, di telur asin tidak ada. Satu satunya keterangan yang tertera, kata Suprayogi, hanyalah stempel produsen pada permukaan cangkang. Memang sejauh ini belum ada laporan dari masyarakat terkait dampak telur asin kedaluwarsa.
“Tidak heran, konsumen baru tahu kalau telur asin yang dibeli tidak layak makan, setelah mengonsumsinya. Bahkan tidak jarang, telur asin yang dijual tersebut dalam kondisi yang sudah busuk," jelasnya.
Sebagai tindak lanjut, selain menggelar razia dinas kesehatan bersama Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) lainya berencana melakukan sosialisasi sekaligus pengarahan kepada para pedagang dan produsen telur asin.
Namun dari informasi yang dihimpun, sebagian besar telur asin yang beredar di Kota Blitar diproduksi dari luar kota, yakni Kabupaten Blitar. “Kendala ini tentunya membuat sosialisasi tidak maksimal. Sebab yang bisa kita jangkau hanya di tingkat pedagang. Sementara mereka hanya dititipi oleh produsen yang berada di luar kota," tandas Suprayogi.
“Tentunya ini membawa resiko buat kesehatan. Masyarakat patut mewaspadainya," ujar Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Blitar Suprayogi kepada wartawan, Senin (6/10/2014). Faktanya, telur asin yang memiliki banderol harga Rp2.500-Rp4.000 per butir tersebut memang dijajakan secara vulgar.
Mulai di pasar tradisional, lapak makanan hingga pertokoan, semua sama.Tidak ada kemasan yang membungkus demi kesehatan, seperti lazimnya produk makanan.
Seperti biskuit atau produk minuman yang selalu menyertakan keterangan batas waktu konsumsi, di telur asin tidak ada. Satu satunya keterangan yang tertera, kata Suprayogi, hanyalah stempel produsen pada permukaan cangkang. Memang sejauh ini belum ada laporan dari masyarakat terkait dampak telur asin kedaluwarsa.
“Tidak heran, konsumen baru tahu kalau telur asin yang dibeli tidak layak makan, setelah mengonsumsinya. Bahkan tidak jarang, telur asin yang dijual tersebut dalam kondisi yang sudah busuk," jelasnya.
Sebagai tindak lanjut, selain menggelar razia dinas kesehatan bersama Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) lainya berencana melakukan sosialisasi sekaligus pengarahan kepada para pedagang dan produsen telur asin.
Namun dari informasi yang dihimpun, sebagian besar telur asin yang beredar di Kota Blitar diproduksi dari luar kota, yakni Kabupaten Blitar. “Kendala ini tentunya membuat sosialisasi tidak maksimal. Sebab yang bisa kita jangkau hanya di tingkat pedagang. Sementara mereka hanya dititipi oleh produsen yang berada di luar kota," tandas Suprayogi.
(lis)