Galian C ilegal di Jepara ditutup paksa
A
A
A
Sindonews.com - Praktek tambang galian C ilegal di Desa Tunggul Pandean, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, Jumat (4/10) siang ditutup paksa oleh pemkab setempat.
Selain tidak mengantongi izin, langkah penutupan ini dilakukan karena tambang galian C tersebut berdampak negatif terhadap kawasan pemukiman maupun lahan pertanian warga di sekitarnya.
Sebelumnya, Jumat (3/10) pagi sekira pukul 10.00 WIB, puluhan warga Desa Tunggul Pandean mendatangi Kantor Pemkab Jepara untuk mengadukan persoalan tambang C di wilayahnya. Warga akhirnya ditemui Wakil Bupati Jepara Subroto di ruang kerjanya.
Salah seorang warga Zubaidah (38), RT 2 RW III Tunggul Pandean, mengatakan aktivitas tambang galian C ilegal di wilayahnya sudah berlangsung selama lima tahun terakhir. Tambang ilegal tersebut tersebar di sejumlah titik yang ada di Desa Tunggul Pandean.
Akibat aktivitas tambang yang lokasinya berjarak ratusan meter dari pemukiman tersebut, air di sumur-sumur warga mengering dalam tiga tahun terakhir. Selain itu, sejumlah lokasi juga kerap mengalami longsor. Tak hanya itu, jalan menuju pemukiman warga yang dilewati dump truck pengangkut material galian C juga mengalami kerusakan.
"Jadi imbas negatifnya banyak. Karena air sumur mengering maka warga terpaksa mencari air di sungai. Tapi kalau musim hujan muncul genangan air. Kondisi ini muncul setelah adanya tambang galian C itu, karena sebelumnya tidak pernah seperti ini," kata Zubaidah, Jumat (4/10/2013).
Warga lainnya yang ikut dalam aksi ini juga turut memberikan kesaksian terkait dampak negatif tambang galian C di desanya. Warga menilai tambang tersebut lebih banyak dampak negatif dibanding manfaatnya.
"Selama tambang beroperasi debu juga beterbangan hingga ke pemukiman warga dan itu menganggu pernafasan kami. Selain itu lahan pertanian warga juga tidak bisa ditanami karena saluran irigasi rusak setelah tambang itu beroperasi," jelas warga lainnya, Ahmad.
Mendengar keluhan warga ini, Wabup Jepara Subroto pun langsung menggelar sidak di lokasi tambang galian C di Desa Tunggul Pandean.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, Subroto dan jajarannya serta warga tiba di lokasi tambang. Di lokasi tersebut, terlihat lahan dengan luas berhektar-hektar dengan kondisi kering, gersang dan penuh ceruk tak beraturan dengan kedalaman bervariasi sekitar 3 - 7 meter. Sedang di titik lain, terdapat alat berat backhoe yang ditinggal operatornya.
Subroto sempat bertanya kepada jajarannya mulai dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT), Satpol PP, Dinas Bina Marga, Pengairan dan ESDM, Bagian Hukum, Bakesbangpol, Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan lain sebagainya terkait keberadaan tambang galian C tersebut.
Dan hasilnya diketahui, jika aktivitas tambang galian C di Desa Tunggul Pandean memang tidak mengantongi izin. Atau dengan kata lain ilegal.
Akhirnya Subroto dan jajarannya serta instansi dari pihak kepolisian atau TNI setempat serta warga Desa Tunggul Pandean menandatangani surat pernyataan berisi penutupan paksa tambang galian C tersebut.
"Penambangan di desa ini saya tutup karena tidak ada izin. Karena ilegal maka tidak ada kontribusi bagi pemerintah daerah atau warga sekitar, padahal jalan yang dilalui dibangun pemerintah dan dananya dari rakyat. Jelas ini sebuah pelanggaran, apalagi ternyata aktivitas tambang tersebut juga telah membuat warga menderita," papar Subroto.
Menurut Subroto, penutupan ini akan terus diterapkan hingga pengusaha tambang mengurus berbagai perizinan terkait aktivitas yang dilakukannya. Jika pengurusan izin tersebut diterima, tentu ada berbagai hal yang harus dipenuhi oleh pengusaha tambang. Mulai dari respon dari warga hingga rencana reklamasi lokasi bekas tambang.
"Kalau mereka tidak bisa memenuhi berbagai syarat tersebut maka izin tidak akan diberikan. Dan jika semisal izin diturunkan tapi pengusaha tidak menjalankan kewajibannya maka itu (izin) bisa dicabut lagi," tandasnya.
Selain tidak mengantongi izin, langkah penutupan ini dilakukan karena tambang galian C tersebut berdampak negatif terhadap kawasan pemukiman maupun lahan pertanian warga di sekitarnya.
Sebelumnya, Jumat (3/10) pagi sekira pukul 10.00 WIB, puluhan warga Desa Tunggul Pandean mendatangi Kantor Pemkab Jepara untuk mengadukan persoalan tambang C di wilayahnya. Warga akhirnya ditemui Wakil Bupati Jepara Subroto di ruang kerjanya.
Salah seorang warga Zubaidah (38), RT 2 RW III Tunggul Pandean, mengatakan aktivitas tambang galian C ilegal di wilayahnya sudah berlangsung selama lima tahun terakhir. Tambang ilegal tersebut tersebar di sejumlah titik yang ada di Desa Tunggul Pandean.
Akibat aktivitas tambang yang lokasinya berjarak ratusan meter dari pemukiman tersebut, air di sumur-sumur warga mengering dalam tiga tahun terakhir. Selain itu, sejumlah lokasi juga kerap mengalami longsor. Tak hanya itu, jalan menuju pemukiman warga yang dilewati dump truck pengangkut material galian C juga mengalami kerusakan.
"Jadi imbas negatifnya banyak. Karena air sumur mengering maka warga terpaksa mencari air di sungai. Tapi kalau musim hujan muncul genangan air. Kondisi ini muncul setelah adanya tambang galian C itu, karena sebelumnya tidak pernah seperti ini," kata Zubaidah, Jumat (4/10/2013).
Warga lainnya yang ikut dalam aksi ini juga turut memberikan kesaksian terkait dampak negatif tambang galian C di desanya. Warga menilai tambang tersebut lebih banyak dampak negatif dibanding manfaatnya.
"Selama tambang beroperasi debu juga beterbangan hingga ke pemukiman warga dan itu menganggu pernafasan kami. Selain itu lahan pertanian warga juga tidak bisa ditanami karena saluran irigasi rusak setelah tambang itu beroperasi," jelas warga lainnya, Ahmad.
Mendengar keluhan warga ini, Wabup Jepara Subroto pun langsung menggelar sidak di lokasi tambang galian C di Desa Tunggul Pandean.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, Subroto dan jajarannya serta warga tiba di lokasi tambang. Di lokasi tersebut, terlihat lahan dengan luas berhektar-hektar dengan kondisi kering, gersang dan penuh ceruk tak beraturan dengan kedalaman bervariasi sekitar 3 - 7 meter. Sedang di titik lain, terdapat alat berat backhoe yang ditinggal operatornya.
Subroto sempat bertanya kepada jajarannya mulai dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT), Satpol PP, Dinas Bina Marga, Pengairan dan ESDM, Bagian Hukum, Bakesbangpol, Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan lain sebagainya terkait keberadaan tambang galian C tersebut.
Dan hasilnya diketahui, jika aktivitas tambang galian C di Desa Tunggul Pandean memang tidak mengantongi izin. Atau dengan kata lain ilegal.
Akhirnya Subroto dan jajarannya serta instansi dari pihak kepolisian atau TNI setempat serta warga Desa Tunggul Pandean menandatangani surat pernyataan berisi penutupan paksa tambang galian C tersebut.
"Penambangan di desa ini saya tutup karena tidak ada izin. Karena ilegal maka tidak ada kontribusi bagi pemerintah daerah atau warga sekitar, padahal jalan yang dilalui dibangun pemerintah dan dananya dari rakyat. Jelas ini sebuah pelanggaran, apalagi ternyata aktivitas tambang tersebut juga telah membuat warga menderita," papar Subroto.
Menurut Subroto, penutupan ini akan terus diterapkan hingga pengusaha tambang mengurus berbagai perizinan terkait aktivitas yang dilakukannya. Jika pengurusan izin tersebut diterima, tentu ada berbagai hal yang harus dipenuhi oleh pengusaha tambang. Mulai dari respon dari warga hingga rencana reklamasi lokasi bekas tambang.
"Kalau mereka tidak bisa memenuhi berbagai syarat tersebut maka izin tidak akan diberikan. Dan jika semisal izin diturunkan tapi pengusaha tidak menjalankan kewajibannya maka itu (izin) bisa dicabut lagi," tandasnya.
(rsa)