Remaja Pecandu Pembalut Rebus Bukan karena Orientasi Seksual
A
A
A
SEMARANG - Anak-anak pecandu pembalut rebus di Jawa Tengah semuanya berjenis kelamin laki-laki. Meski demikian, perilaku tersebut bukan dikarenakan orientasi seksual seorang pria terhadap perempuan, melalui atribut yang dikenakan.
"Rata-rata yang makai (pecandu pembalut rebus) adalah cowok. Tapi ini bukan karena itu pembalut dipakai wanita, lalu ada kecenderungan seksual ke sana," kata kata psikolog Indra Dwi Purnomo yang turut menangani anak-anak pecandu pembalut rebus di Kantor BNNP Jateng, Selasa (6/11/2018).
Menurutnya, anak-anak yang kecanduan minum air rebusan pembalut wanita merasakan efek halusinasi dan kehilangan kesadaran. Berbeda dengan pecandu obat Hexymer yang memiliki kecenderungan hasrat seksual meningkat tajam.
"Jadi pembalut rebus ini bukan soal (hasrat seksual) perempuan. Kalau yang itu beda lagi, mereka biasa pakai Hexymer. Dulu ada jadi kasus kasus perempuan dibawa lari, dan itu pelaku pakai obat tersebut hingga efeknya hasrat seksual terus," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Jawa Tengah AKBP Suprinarto mengatakan menemukan kasus tersebut di beberapa daerah. Kebanyakan mereka adalah anak-anak muda yang mendiami wilayah pinggiran kota, seperti Purwodadi, Kudus, Pati, Rembang, serta di Kota Semarang bagian timur.
Supri menyebut anak-anak yang mulai kencanduan mengonsumsi air rebusan pembalut masih pada usia pelajar yakni 13-16 tahun. Keterbatasan ekonomi menjadi alasan utama bagi anak-anak tersebut, karena tak mampu membeli sabu yang harganya mencapai jutaan rupiah per gram.
"Narkotika ini pada kelompok tertentu mungkin mahal, sehingga pada kelompok masyarakat tertentu bagi anak-anak ini yang masih mencoba terutama anak jalanan, juga pingin seperti itu (mengonsumsi sabu)," pungkasnya.
"Rata-rata yang makai (pecandu pembalut rebus) adalah cowok. Tapi ini bukan karena itu pembalut dipakai wanita, lalu ada kecenderungan seksual ke sana," kata kata psikolog Indra Dwi Purnomo yang turut menangani anak-anak pecandu pembalut rebus di Kantor BNNP Jateng, Selasa (6/11/2018).
Menurutnya, anak-anak yang kecanduan minum air rebusan pembalut wanita merasakan efek halusinasi dan kehilangan kesadaran. Berbeda dengan pecandu obat Hexymer yang memiliki kecenderungan hasrat seksual meningkat tajam.
"Jadi pembalut rebus ini bukan soal (hasrat seksual) perempuan. Kalau yang itu beda lagi, mereka biasa pakai Hexymer. Dulu ada jadi kasus kasus perempuan dibawa lari, dan itu pelaku pakai obat tersebut hingga efeknya hasrat seksual terus," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Jawa Tengah AKBP Suprinarto mengatakan menemukan kasus tersebut di beberapa daerah. Kebanyakan mereka adalah anak-anak muda yang mendiami wilayah pinggiran kota, seperti Purwodadi, Kudus, Pati, Rembang, serta di Kota Semarang bagian timur.
Supri menyebut anak-anak yang mulai kencanduan mengonsumsi air rebusan pembalut masih pada usia pelajar yakni 13-16 tahun. Keterbatasan ekonomi menjadi alasan utama bagi anak-anak tersebut, karena tak mampu membeli sabu yang harganya mencapai jutaan rupiah per gram.
"Narkotika ini pada kelompok tertentu mungkin mahal, sehingga pada kelompok masyarakat tertentu bagi anak-anak ini yang masih mencoba terutama anak jalanan, juga pingin seperti itu (mengonsumsi sabu)," pungkasnya.
(nag)