Nurwiyatno Pjs Wali Kota?
A
A
A
SURABAYA - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo mengusulkan Kepala Inspektorat Provinsi Nurwiyatno menjadi penjabat sementara (Pjs) Wali Kota Surabaya kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.
Sebenarnya ada tiga nama yang diusulkan Ketua DPD Partai Demokrat Jatim itu ke Mendagri, tapi rupanya dia lebih condong kepada Nurwiyatno. Buktinya, Nurwiyatno berada di pertama sementara kedua dan ketiga dia lupa namanya.
“Pak Nurwiyatno berada di urutan pertama dan jika Mendagri tanda tangan, beliau yang menjadi Pjs Wali Kota Surabaya sampai terpilih kepala daerah definitif,” ujarnya kemarin. Menurut mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jatim itu, jika nama Nurwiyatno disetujui, pejabat eselon II tersebut akan mulai berkantor di Balai Kota sejak habisnya masa kepemimpinan Tri Rismaharini sebagai wali kota, yakni 28 September 2015. Dia berharap surat pengangkatan Pjs sudah turun dari Mendagri sebelum masa jabatan Wali Kota Surabaya habis.
”Tapi jika belum, sesuai peraturan akan ditunjuk Sekretaris Kota Surabaya sebagai pelaksana tugas (Plt) untuk sementara waktu,” kata orang nomor satu di Jatim tersebut. Hal senada disampaikan Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Umum Setdaprov Jatim Supriyanto. Menurut dia, sesuai amanat undang-undang, jika SK Pjs belum diterima gubernur maka yang berhak menjalankan pemerintahan daerah adalah seorang Plt, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) setempat.
”Seorang Plt bisa langsung ditunjuk melalui Surat Keputusan Gubernur tanpa harus dilantik. Sesuai peraturan maka yang menjabat sebagai Plt adalah sekda setempat,” ucapnya. Ketua Komisi A DPRD Jatim Fredy Purnomo menegaskan, Pjs kepala daerah merupakan kewenangan gubernur untuk mengisi kekosongan kepala daerah, namun Pjs tidak boleh semena-mena.
Seluruh kebijakan yang bersifat strategis tetap harus dikomunikasikan dan dikonsultasikan ke gubernur. Atas dasar itu pula Fredy juga menampik tudingan bahwa Pjs akan mengacaukan program pembangunan yang sudah disusun oleh daerah yang dipimpinnya . Sebab, kata Fredy sudah ada pedoman bagi seorang Pjs dalam bertugas.
“Dalam menjalankan tugasnya sudah ada pedomannya, misalnya program APBD, pembangunan nasional hingga Perda RTRW. Initidak boleh diingkari,”tegas politisi Partai Golkar ini. Menurut Fredy , keberadaan Pjs tidak berbeda dengan Kepala Daera. Mereka adalah koordinator dan bertanggung jawab di masing-masing kabupaten/ kota. “Ibarat roda sudah otomatis.
Pjs sifatnya hanya mengisi kekosongan sementara ketika mengambil kebijakan yang sifatnya strategis konsultasi dan koordinasi dengan Mendagri,” katanya. Fredy juga berharap Pj yang tunjuk bisa bersikap profesional. Artinya, mereka harus bersikap netral. “Dalam bekerja mereka harus tetap netral, profesional, dan tidak berpihak pada salah satu kekuatan politik manapun.
Apalagi mereka diangkat juga karena akan ada Pilkada,” tutur Fredy. Terpisah, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono meminta agar Pjs bisa bersikap netral. Apalagi Gubernur Jatim Soekarwo sudah menyatakan bahwa, Pjs harus bersikap netral ketika menjalankan roda pemerintahan. Ukuran netral ini adalah, Pjs tersebut tidak menggunakan fasilitas pemerintahan untuk pemenangan salah satu pasangan calon (paslon) yang sedang berkontestasi di Pilwali Surabaya.
Kemudian Pjs tersebut juga tidak menggerakkan aparatur pemerintahannya untuk mendukung paslon tertentu. ”Memang, selain menjabat sebagai gubernur juga menjabat sebagai Ketua Partai Demokrat Jatim, dia juga punya jago untuk Pilkada Surabaya. Saya kira publik akan menguji sejauh mana netralitas Partai Demokrat,” katanya.
Ihya’ ulumuddin/ lukman hakim
Sebenarnya ada tiga nama yang diusulkan Ketua DPD Partai Demokrat Jatim itu ke Mendagri, tapi rupanya dia lebih condong kepada Nurwiyatno. Buktinya, Nurwiyatno berada di pertama sementara kedua dan ketiga dia lupa namanya.
“Pak Nurwiyatno berada di urutan pertama dan jika Mendagri tanda tangan, beliau yang menjadi Pjs Wali Kota Surabaya sampai terpilih kepala daerah definitif,” ujarnya kemarin. Menurut mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jatim itu, jika nama Nurwiyatno disetujui, pejabat eselon II tersebut akan mulai berkantor di Balai Kota sejak habisnya masa kepemimpinan Tri Rismaharini sebagai wali kota, yakni 28 September 2015. Dia berharap surat pengangkatan Pjs sudah turun dari Mendagri sebelum masa jabatan Wali Kota Surabaya habis.
”Tapi jika belum, sesuai peraturan akan ditunjuk Sekretaris Kota Surabaya sebagai pelaksana tugas (Plt) untuk sementara waktu,” kata orang nomor satu di Jatim tersebut. Hal senada disampaikan Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Umum Setdaprov Jatim Supriyanto. Menurut dia, sesuai amanat undang-undang, jika SK Pjs belum diterima gubernur maka yang berhak menjalankan pemerintahan daerah adalah seorang Plt, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) setempat.
”Seorang Plt bisa langsung ditunjuk melalui Surat Keputusan Gubernur tanpa harus dilantik. Sesuai peraturan maka yang menjabat sebagai Plt adalah sekda setempat,” ucapnya. Ketua Komisi A DPRD Jatim Fredy Purnomo menegaskan, Pjs kepala daerah merupakan kewenangan gubernur untuk mengisi kekosongan kepala daerah, namun Pjs tidak boleh semena-mena.
Seluruh kebijakan yang bersifat strategis tetap harus dikomunikasikan dan dikonsultasikan ke gubernur. Atas dasar itu pula Fredy juga menampik tudingan bahwa Pjs akan mengacaukan program pembangunan yang sudah disusun oleh daerah yang dipimpinnya . Sebab, kata Fredy sudah ada pedoman bagi seorang Pjs dalam bertugas.
“Dalam menjalankan tugasnya sudah ada pedomannya, misalnya program APBD, pembangunan nasional hingga Perda RTRW. Initidak boleh diingkari,”tegas politisi Partai Golkar ini. Menurut Fredy , keberadaan Pjs tidak berbeda dengan Kepala Daera. Mereka adalah koordinator dan bertanggung jawab di masing-masing kabupaten/ kota. “Ibarat roda sudah otomatis.
Pjs sifatnya hanya mengisi kekosongan sementara ketika mengambil kebijakan yang sifatnya strategis konsultasi dan koordinasi dengan Mendagri,” katanya. Fredy juga berharap Pj yang tunjuk bisa bersikap profesional. Artinya, mereka harus bersikap netral. “Dalam bekerja mereka harus tetap netral, profesional, dan tidak berpihak pada salah satu kekuatan politik manapun.
Apalagi mereka diangkat juga karena akan ada Pilkada,” tutur Fredy. Terpisah, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono meminta agar Pjs bisa bersikap netral. Apalagi Gubernur Jatim Soekarwo sudah menyatakan bahwa, Pjs harus bersikap netral ketika menjalankan roda pemerintahan. Ukuran netral ini adalah, Pjs tersebut tidak menggunakan fasilitas pemerintahan untuk pemenangan salah satu pasangan calon (paslon) yang sedang berkontestasi di Pilwali Surabaya.
Kemudian Pjs tersebut juga tidak menggerakkan aparatur pemerintahannya untuk mendukung paslon tertentu. ”Memang, selain menjabat sebagai gubernur juga menjabat sebagai Ketua Partai Demokrat Jatim, dia juga punya jago untuk Pilkada Surabaya. Saya kira publik akan menguji sejauh mana netralitas Partai Demokrat,” katanya.
Ihya’ ulumuddin/ lukman hakim
(ars)