160 Embung Mengering
A
A
A
BOJONEGORO - Kekeringan mulai mengancam wilayah Kabupaten Bojonegoro. Sekitar 160 embung dari total 332 embung di wilayah Bojonegoro kini telah mengering.
Embung atau bendungan kecil itu sedianya digunakan untuk menyimpan air saat musim hujan dan bisa dimanfaatkan untuk pengairan selama musim kemarau.
Bukan hanya embung yang mengering, persediaan air di Waduk Pacal di Kecamatan Temayang kini juga tinggal 1 juta meter kubik (m3) dari daya tampung sekitar 32 juta m3. Padahal, waduk buatan masa Belanda sekitar 1933 itu menjadi andalan persediaan pengairan pertanian di wilayah selatan dan timur Bojonegoro. Menurut Kepala Dinas (Kadis) Pengairan Bojonegoro Edy Susanto, saat ini persediaan air di Waduk Pacal dinyatakan angka merah. Pintu air tidak boleh dibuka karena cadangan air yang tersisa untuk perawatan tembok waduk.
“Kalau dibuka dan airnya habis, tembok keliling waduk akan rusak,” ujar Edy. Selain itu, sejumlah waduk di Bojonegoro juga telah mengering. Waduk Blibis di Dukuh Glagah, Desa/Kecamatan Purwosari, misalnya, telah mengering. Tanah di dasar waduk merekah dan ditanami jagung. Selain itu, Waduk Sonorejo di Desa Sonorejo, Kecamatan Padangan, airnya telah menyusut drastis. Data di Dinas Pengairan Bojonegoro menyebutkan, jumlah embung sebagian besar berada di kawasan Bojonegoro bagian timur dan selatan.
Seperti di Kecamatan Kedungadem, Sugihwaras, Baureno, Gondang, Sekar, Tambakrejo, Ngambon, Sukosewu, Kepohbaru, Bubulan, Kedewan, Kasiman, dan sebagian di Ngraho bagian timur. Letak embung di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar ditempatkan di kecamatan yang tidak dilewati Sungai Bengawan Solo dan tidak di bawah aliran sungai dari Waduk Pacal di Kecamatan Temayang.
“Ya, areal selatan relatif sulit air,” ujar Edy. Beberapa embung yang tetap jadi andalan pertanian warga di antaranya di Desa Bendo, Kecamatan Kapa. Lahan embung berasal dari tanah kas Desa Bendo. Pada musim kemarau ini embung mampu mengaliri sekitar 5 hektare pertanian. Embung di desa ini juga menjadi perikanan air tawar warga. Embung di Bojonegoro rata-rata berada di tanah berukuran 1 hektare.
Sedangkan, luas embung bervariasi dari ukuran 70 meter kali 60 meter hingga ukuran di atasnya. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menetapkan rencana strategi 10 tahun dari 2008- 2018 dibangun sebanyak 1.000 embung. Tujuan menciptakan jumlah banyak kantung air guna menghidupi pertanian di Bojonegoro bagian selatan. Selain embung, Pemkab Bojonegoro juga tengah membangun Waduk Gongseng yang diperkirakan bisa menampung air 22 juta m3.
Waduk Gongseng di Kecamatan Temayang difungsikan sebagai pengganti dan Waduk Pacal yang kini telah mulai dangkal. Diperkirakan waduk baru ini bisa mengaliri sekitar 12.000 hektare areal persawahan. Menurut Bupati Bojonegoro Suyoto, daerah Bojonegoro ingin menjadi lumbung pangan dan energi nasional.
Jika proyek 1.000 embung dan Waduk Gongseng bisa selesai, berdampak pada produksi beras. Untuk 2015 ini, targetnya mencapai 1 juta ton dan akan terus meningkat jika proyek kantong air selesai. “Kami terus berupaya untuk itu,” ujarnya.
Muhammad roqib
Embung atau bendungan kecil itu sedianya digunakan untuk menyimpan air saat musim hujan dan bisa dimanfaatkan untuk pengairan selama musim kemarau.
Bukan hanya embung yang mengering, persediaan air di Waduk Pacal di Kecamatan Temayang kini juga tinggal 1 juta meter kubik (m3) dari daya tampung sekitar 32 juta m3. Padahal, waduk buatan masa Belanda sekitar 1933 itu menjadi andalan persediaan pengairan pertanian di wilayah selatan dan timur Bojonegoro. Menurut Kepala Dinas (Kadis) Pengairan Bojonegoro Edy Susanto, saat ini persediaan air di Waduk Pacal dinyatakan angka merah. Pintu air tidak boleh dibuka karena cadangan air yang tersisa untuk perawatan tembok waduk.
“Kalau dibuka dan airnya habis, tembok keliling waduk akan rusak,” ujar Edy. Selain itu, sejumlah waduk di Bojonegoro juga telah mengering. Waduk Blibis di Dukuh Glagah, Desa/Kecamatan Purwosari, misalnya, telah mengering. Tanah di dasar waduk merekah dan ditanami jagung. Selain itu, Waduk Sonorejo di Desa Sonorejo, Kecamatan Padangan, airnya telah menyusut drastis. Data di Dinas Pengairan Bojonegoro menyebutkan, jumlah embung sebagian besar berada di kawasan Bojonegoro bagian timur dan selatan.
Seperti di Kecamatan Kedungadem, Sugihwaras, Baureno, Gondang, Sekar, Tambakrejo, Ngambon, Sukosewu, Kepohbaru, Bubulan, Kedewan, Kasiman, dan sebagian di Ngraho bagian timur. Letak embung di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar ditempatkan di kecamatan yang tidak dilewati Sungai Bengawan Solo dan tidak di bawah aliran sungai dari Waduk Pacal di Kecamatan Temayang.
“Ya, areal selatan relatif sulit air,” ujar Edy. Beberapa embung yang tetap jadi andalan pertanian warga di antaranya di Desa Bendo, Kecamatan Kapa. Lahan embung berasal dari tanah kas Desa Bendo. Pada musim kemarau ini embung mampu mengaliri sekitar 5 hektare pertanian. Embung di desa ini juga menjadi perikanan air tawar warga. Embung di Bojonegoro rata-rata berada di tanah berukuran 1 hektare.
Sedangkan, luas embung bervariasi dari ukuran 70 meter kali 60 meter hingga ukuran di atasnya. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menetapkan rencana strategi 10 tahun dari 2008- 2018 dibangun sebanyak 1.000 embung. Tujuan menciptakan jumlah banyak kantung air guna menghidupi pertanian di Bojonegoro bagian selatan. Selain embung, Pemkab Bojonegoro juga tengah membangun Waduk Gongseng yang diperkirakan bisa menampung air 22 juta m3.
Waduk Gongseng di Kecamatan Temayang difungsikan sebagai pengganti dan Waduk Pacal yang kini telah mulai dangkal. Diperkirakan waduk baru ini bisa mengaliri sekitar 12.000 hektare areal persawahan. Menurut Bupati Bojonegoro Suyoto, daerah Bojonegoro ingin menjadi lumbung pangan dan energi nasional.
Jika proyek 1.000 embung dan Waduk Gongseng bisa selesai, berdampak pada produksi beras. Untuk 2015 ini, targetnya mencapai 1 juta ton dan akan terus meningkat jika proyek kantong air selesai. “Kami terus berupaya untuk itu,” ujarnya.
Muhammad roqib
(ars)