Perebutan Tahta saat Portugis Belum Diusir, Kerajaan Demak Runtuh
loading...
A
A
A
Pasca wafatnya, tanda-tanda kehancuran sudah di depan mata. Sebab konflik saudara memperebutkan kekuasan Demak bermunculan tak terelakan.Dua sosok kuat muncul saling saling bertikai, yakni anak Trenggono, Sunan Prawoto dan Arya Penangsang anak dari Pangeran Sekar Ing Seda Lepen, adik tiri Sultan Trenggono.
Pangeran Sekar Ing Seda Lepen sebelumnya dibunuh oleh Sunan Prawoto ketika membantu Sultan Trenggana merebut tahta Demak. Dikutip dari buku "Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia" karya Binuko Amarseto, disebutkan dendam kesumat Arya Penangsang mendidih.
Pasalnya, Pangeran Sekar Ing Seda Lepen ayahnya, dibunuh secara tragis oleh Sunan Prawoto. Arya Penangsang yang didukung gurunya, Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak kemudian berniat balas dendam.Arya Penangsang lalu bersiasat dengan mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.
Dalam Babad Tanah Jawi, dikisahkan bahwa pada 1549 Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Pada malam itu, Sunan Prawoto mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen.
Dia rela dihukum mati asalkan keluarganya tidak diapa-apakan. Usai mendengar penjelasan tersebut Rangkud lalu menusuk dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus ke belakang. Celakanya, ternyata istri Sunan Prawoto sedang berlindung di balik punggung suaminya.
Akibatnya istri Sunan Prawoto pun tewas terkena tusukan dari Rangkud. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan dengan sisa tenaganya ia membunuh Rangkud.
Belum puas. Usai berhasil membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, Sultan Hadlirin yang sangat besar pengaruhnya di Kerajaan Demak.
Pangeran Hadiri dibunuh karena diduga sebagai penghalang Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak. Setelah berhasil membunuh Sultan Prawoto dan pengikutnya, naiklah Arya Penangsang ke tahta kerajaan Demak.
Pembunuhan itu menimbulkan babak baru dendam kesumat. Istri Sultan Hadlirin yaitu Ratu Kalinyamat membuat sayembara. Insinya, “Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, akan menjadi suamiku dan mendapatkan harta bendaku”.
Sayembara itu didengar oleh Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya yang saat itu berkuasa di Pajang. Jaka Tingkir yang pernah menjadi prajurit Demak menyanggupi untuk membunuh Arya Penangsang.
Pangeran Sekar Ing Seda Lepen sebelumnya dibunuh oleh Sunan Prawoto ketika membantu Sultan Trenggana merebut tahta Demak. Dikutip dari buku "Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia" karya Binuko Amarseto, disebutkan dendam kesumat Arya Penangsang mendidih.
Pasalnya, Pangeran Sekar Ing Seda Lepen ayahnya, dibunuh secara tragis oleh Sunan Prawoto. Arya Penangsang yang didukung gurunya, Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak kemudian berniat balas dendam.Arya Penangsang lalu bersiasat dengan mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.
Dalam Babad Tanah Jawi, dikisahkan bahwa pada 1549 Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Pada malam itu, Sunan Prawoto mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen.
Dia rela dihukum mati asalkan keluarganya tidak diapa-apakan. Usai mendengar penjelasan tersebut Rangkud lalu menusuk dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus ke belakang. Celakanya, ternyata istri Sunan Prawoto sedang berlindung di balik punggung suaminya.
Akibatnya istri Sunan Prawoto pun tewas terkena tusukan dari Rangkud. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan dengan sisa tenaganya ia membunuh Rangkud.
Belum puas. Usai berhasil membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, Sultan Hadlirin yang sangat besar pengaruhnya di Kerajaan Demak.
Pangeran Hadiri dibunuh karena diduga sebagai penghalang Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak. Setelah berhasil membunuh Sultan Prawoto dan pengikutnya, naiklah Arya Penangsang ke tahta kerajaan Demak.
Pembunuhan itu menimbulkan babak baru dendam kesumat. Istri Sultan Hadlirin yaitu Ratu Kalinyamat membuat sayembara. Insinya, “Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, akan menjadi suamiku dan mendapatkan harta bendaku”.
Sayembara itu didengar oleh Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya yang saat itu berkuasa di Pajang. Jaka Tingkir yang pernah menjadi prajurit Demak menyanggupi untuk membunuh Arya Penangsang.