Terbukti Cabuli Anak Asuh, Pensiunan Polisi Dituntut 10 Tahun Penjara
loading...
A
A
A
SURABAYA - Seorang pensiunan polisi , Kombes Pol Purn Ignatius Soembodo dituntut hukuman 10 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) lantaran terbukti mencabuli anak asuhnya berinisial CIS.
Selain itu, terdakwa Ignatius juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan. JPU menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 81 ayat 1 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya,” kata JPU Nur Laila dalam surat tuntutan yang dibacakan saat persidangan yang digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (19/12/2022).
Kasus ini bermula saat ayah kandung korban, BS menitipkan CIS kepada Soembodo sejak bayi. Korban baru menceritakan pemerkosaan yang dialaminya ketika sudah berusia 14 tahun.
Sejak dititipkan, korban tinggal di rumah Soembodo di kawasan Jambangan. Selama diasuh Soembodo, BS sebagai ayah kandung CIS kesulitan bertemu anak kandungnya.
BS baru bisa bertemu anaknya pada Agustus 2018 lalu setelah mengadu ke Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jawa Timur (Jatim). Saat itu, petugas PPA menjemput korban ke sekolahnya. Saat itulah korban yang sudah beranjak remaja itu mengaku sering diperkosa terdakwa.
"Selama tinggal di rumah terdakwa, korban sering mendapat perlakuan dan perkataan kasar serta disetubuhi oleh terdakwa hingga beberapa kali. Pemerkosaan itu dilakukan terdakwa ketika melihat anak asuhnya itu tidur di kamarnya," kata Nur Laila saat sidang pada Senin (10/10/2022) lalu.
BS usai menghadiri sidang sebagai saksi bersama anaknya beberapa waktu lalu mengatakan, anaknya itu dititipkan kepada Soembodo sejak berusia tujuh bulan. Dia tidak bisa merawatnya sendiri karena istrinya berinisial SW yang tak lain ibu korban mengalami depresi.
"Terdakwa menawarkan sendiri untuk merawat. Saya percaya karena dia sudah sahabat sejak kenal 1988," katanya.
BS berjanji akan mengambil lagi anaknya ketika sudah berusia tiga tahun. Selama dirawat, BS mengklaim telah rutin mengirimi uang kepada terdakwa untuk biaya hidup anaknya. Namun, belakangan BS dilarang untuk menemui anak kandungnya. Terdakwa meminta uang tidak masuk akal hingga Rp20 miliar jika BS ingin mengambil anaknya.
BS pada akhirnya bisa bertemu anak kandungnya itu ketika sudah berusia 14 tahun pada 2018 lalu dengan dibantu orang-orang PPA.
Saat pertemuan itu, korban menceritakan pemerkosaan yang dialaminya. Hingga kini sudah berusia 18 tahun, korban disebut masih merasa trauma. "Perbuatan itu sudah dilakukan terdakwa sejak anak saya berusia lima tahun," tandasnya.
Selain itu, terdakwa Ignatius juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan. JPU menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 81 ayat 1 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya,” kata JPU Nur Laila dalam surat tuntutan yang dibacakan saat persidangan yang digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (19/12/2022).
Kasus ini bermula saat ayah kandung korban, BS menitipkan CIS kepada Soembodo sejak bayi. Korban baru menceritakan pemerkosaan yang dialaminya ketika sudah berusia 14 tahun.
Sejak dititipkan, korban tinggal di rumah Soembodo di kawasan Jambangan. Selama diasuh Soembodo, BS sebagai ayah kandung CIS kesulitan bertemu anak kandungnya.
BS baru bisa bertemu anaknya pada Agustus 2018 lalu setelah mengadu ke Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jawa Timur (Jatim). Saat itu, petugas PPA menjemput korban ke sekolahnya. Saat itulah korban yang sudah beranjak remaja itu mengaku sering diperkosa terdakwa.
"Selama tinggal di rumah terdakwa, korban sering mendapat perlakuan dan perkataan kasar serta disetubuhi oleh terdakwa hingga beberapa kali. Pemerkosaan itu dilakukan terdakwa ketika melihat anak asuhnya itu tidur di kamarnya," kata Nur Laila saat sidang pada Senin (10/10/2022) lalu.
BS usai menghadiri sidang sebagai saksi bersama anaknya beberapa waktu lalu mengatakan, anaknya itu dititipkan kepada Soembodo sejak berusia tujuh bulan. Dia tidak bisa merawatnya sendiri karena istrinya berinisial SW yang tak lain ibu korban mengalami depresi.
"Terdakwa menawarkan sendiri untuk merawat. Saya percaya karena dia sudah sahabat sejak kenal 1988," katanya.
BS berjanji akan mengambil lagi anaknya ketika sudah berusia tiga tahun. Selama dirawat, BS mengklaim telah rutin mengirimi uang kepada terdakwa untuk biaya hidup anaknya. Namun, belakangan BS dilarang untuk menemui anak kandungnya. Terdakwa meminta uang tidak masuk akal hingga Rp20 miliar jika BS ingin mengambil anaknya.
BS pada akhirnya bisa bertemu anak kandungnya itu ketika sudah berusia 14 tahun pada 2018 lalu dengan dibantu orang-orang PPA.
Saat pertemuan itu, korban menceritakan pemerkosaan yang dialaminya. Hingga kini sudah berusia 18 tahun, korban disebut masih merasa trauma. "Perbuatan itu sudah dilakukan terdakwa sejak anak saya berusia lima tahun," tandasnya.
(nic)