Kisah Ratu Dewata, Cucu Prabu Siliwangi yang Terkenal Alim Tapi Kurang Cakap Memimpin
loading...
A
A
A
KERAJAAN Pajajaran sepeninggal Surawisesa dipimpin oleh Ratu Dewata, yang merupakan cucu Prabu Siliwangi. Sosok Ratu Dewata berbeda dengan sikap sang ayah Prabu Surawisesa yang dikenal sebagai perwira panglima perang, perkasa dan pemberani.
Sedangkan Ratu Dewata digambarkan sangat alim dan taat kepada agama saat memimpin kerajaan. Ia melakukan upacara sunatan (adat khitan pra-Islam) dan melakukan tapa pwah-susu atau hanya makan buah-buahan dan minum susu.
Sosoknya juga dianggap kurang mengenal seluk beluk politik, sebagaimana dikutip dari "Menemukan Kerajaan Sunda", dari Saleh Danasasmita.
Kala itu bahkan Hasanudin dari Banten Ikut menandatangani perjanjian perdamaian hanya karena ia tunduk kepada siasat ayahnya, Susuhunan Jati yang melihat kepentingan wilayah Cirebon di sebelah Timur Citarum.
Secara pribadi ia sendiri kurang setuju sebab wilayah kekuasaannya berbatasan langsung dengan Pajajaran. Rupa-rupanya ia dengan diam-diam membentuk pasukan khusus tanpa identitas resmi yang mampu bergerak cepat.
Kemampuan pasukan Banten dalam hal bergerak cepat. ini telah dibuktikannya sepanjang abad ke-18 dan merupakan catatan khusus Belanda, terutama gerakan pasukan Syekh Yusuf.
Menurut Carita Parahiyangan pada masa pemerintahan Ratu Dewata ini terjadi serangan mendadak ke ibukota Pakuan dan musuh "tambuh sangkane" atau tidak dikenal asal-usulnya.
Ratu Dewata masih beruntung karena memiliki para perwira yang pernah mendampingi ayahnya dalam 15 kali pertempuran.
Sedangkan Ratu Dewata digambarkan sangat alim dan taat kepada agama saat memimpin kerajaan. Ia melakukan upacara sunatan (adat khitan pra-Islam) dan melakukan tapa pwah-susu atau hanya makan buah-buahan dan minum susu.
Sosoknya juga dianggap kurang mengenal seluk beluk politik, sebagaimana dikutip dari "Menemukan Kerajaan Sunda", dari Saleh Danasasmita.
Kala itu bahkan Hasanudin dari Banten Ikut menandatangani perjanjian perdamaian hanya karena ia tunduk kepada siasat ayahnya, Susuhunan Jati yang melihat kepentingan wilayah Cirebon di sebelah Timur Citarum.
Secara pribadi ia sendiri kurang setuju sebab wilayah kekuasaannya berbatasan langsung dengan Pajajaran. Rupa-rupanya ia dengan diam-diam membentuk pasukan khusus tanpa identitas resmi yang mampu bergerak cepat.
Kemampuan pasukan Banten dalam hal bergerak cepat. ini telah dibuktikannya sepanjang abad ke-18 dan merupakan catatan khusus Belanda, terutama gerakan pasukan Syekh Yusuf.
Menurut Carita Parahiyangan pada masa pemerintahan Ratu Dewata ini terjadi serangan mendadak ke ibukota Pakuan dan musuh "tambuh sangkane" atau tidak dikenal asal-usulnya.
Ratu Dewata masih beruntung karena memiliki para perwira yang pernah mendampingi ayahnya dalam 15 kali pertempuran.