Kisah Ratu Dewata, Cucu Prabu Siliwangi yang Terkenal Alim Tapi Kurang Cakap Memimpin

Sabtu, 17 Desember 2022 - 07:12 WIB
loading...
Kisah Ratu Dewata, Cucu...
Kerajaan Pajajaran sepeninggal Surawisesa dipimpin oleh Ratu Dewata, cucu Prabu Siliwangi. Sosok Ratu Dewata dikenal alim namun kurang cakap dalam memimpin. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
KERAJAAN Pajajaran sepeninggal Surawisesa dipimpin oleh Ratu Dewata, yang merupakan cucu Prabu Siliwangi. Sosok Ratu Dewata berbeda dengan sikap sang ayah Prabu Surawisesa yang dikenal sebagai perwira panglima perang, perkasa dan pemberani.

Sedangkan Ratu Dewata digambarkan sangat alim dan taat kepada agama saat memimpin kerajaan. Ia melakukan upacara sunatan (adat khitan pra-Islam) dan melakukan tapa pwah-susu atau hanya makan buah-buahan dan minum susu.



Sosoknya juga dianggap kurang mengenal seluk beluk politik, sebagaimana dikutip dari "Menemukan Kerajaan Sunda", dari Saleh Danasasmita.

Kala itu bahkan Hasanudin dari Banten Ikut menandatangani perjanjian perdamaian hanya karena ia tunduk kepada siasat ayahnya, Susuhunan Jati yang melihat kepentingan wilayah Cirebon di sebelah Timur Citarum.

Secara pribadi ia sendiri kurang setuju sebab wilayah kekuasaannya berbatasan langsung dengan Pajajaran. Rupa-rupanya ia dengan diam-diam membentuk pasukan khusus tanpa identitas resmi yang mampu bergerak cepat.

Kemampuan pasukan Banten dalam hal bergerak cepat. ini telah dibuktikannya sepanjang abad ke-18 dan merupakan catatan khusus Belanda, terutama gerakan pasukan Syekh Yusuf.



Menurut Carita Parahiyangan pada masa pemerintahan Ratu Dewata ini terjadi serangan mendadak ke ibukota Pakuan dan musuh "tambuh sangkane" atau tidak dikenal asal-usulnya.

Ratu Dewata masih beruntung karena memiliki para perwira yang pernah mendampingi ayahnya dalam 15 kali pertempuran.

Sebagai veteran perang para perwira tua ini masih mampu menghadapi sergapan musuh. Di samping itu ketangguhan benteng Pakuan peninggalan Sri Baduga menyebabkan serangan Kilat Kerajaan Banten tidak mampu menembus gerbang Pakuan.

Alun-alun Empang sekarang pernah menjadi ranamandala atau edan pertempuran,mempertaruhkan sisa-sisa kebesaran Siliwangi yang diwariskan kepada cucunya.

Penyerang tidak berhasil menembus pertahanan kota, tetapi dua orang senapati Pajajaran tewas, yaitu Tohaan Ratu Sangiang dan Tohaan Sarendet.

Gagal merebut benteng kota, pasukan penyerbu ini dengan cepat bergerak ke utara dan menghancurkan pusat - pusat keagamaan di Sumedang, Ciranjang dan Jayagiri yang dalam zaman Sri Baduga merupakan desa kawikuan yang dilindungi oleh negara.

Sikap Ratu Dewata yang alim dan rajin bertapa, menurut norma kehidupan zaman itu tidak tepat. Sebab tapa seorang raja adalah memerintah dengan baik.

Tapa-brata seperti yang dilakukannya itu hanya boleh dilakukan setelah ia turun takhta dan menempuh kehidupan manurajasuniya seperti yang telah dilakukan oleh Wastu Kancana.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4476 seconds (0.1#10.140)