KPU Sulteng Akui Sosialisasi Bahaya Politik Identitas ke Warga Jadi Prioritas
loading...

KPU Provinsi Sulawesi Tengah gencar menyosialisasikan bahaya politik identitas kepada warga. Sosialisasi ini menjadi prioritas KPU agar warga tidak terjebak pada konteks identitas. Foto Antara
A
A
A
PALU - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah gencar menyosialisasikan bahaya politik identitas kepada warga. Sosialisasi ini menjadi prioritas KPU agar warga tidak terjebak pada konteks identitas dalam menentukan pilihan pada Pemilu 2024.
"Politik identitas merupakan pemanfaatan manusia secara politis yang mengutamakan kepentingan sebuah kelompok," jelas anggota KPU Sulteng Bidang Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat dan SDM, Sahran Raden, di Palu, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, politik identitas menjadi satu tantangan yang dihadapi KPU dalam penyelenggaraan pemilihan umum maupun pemilihan serentak kepala daerah. "Politik identitas masih cenderung digunakan oleh oknum dan kelompok tertentu dalam kontestasi pada momentum pemilu dan pemilihan," ujarnya.
Kelompok atau pihak yang menggunakan politik identitas, kata dia, cenderung memanfaatkan manusia secara politis karena persamaan identitas yang mencakup ras, etnis, dan gender, atau agama tertentu.
"Di Indonesia politik identitas lebih terkait dengan etnisitas, agama, ideologi dan kepentingan-kepentingan lokal yang diwakili umumnya oleh para elit politik dengan artikulasinya masing-masing," katanya.
Di samping itu, ia menguraikan isu-isu tentang keadilan dan pembangunan daerah menjadi sentral dalam wacana politik mereka, sehingga lebih banyak dipengaruhi oleh ambisi para elite lokal untuk tampil sebagai pemimpin, yang hal ini merupakan masalah yang tidak selalu mudah dijelaskan.
Sementara pemilih, ujar dia, memiliki perilaku sosiologis dan psikologis yang beririsan langsung dengan politik identitas. "Misalnya karakter sosiologi, preferensi memilihnya menempel pada diri individu berupa nilai agama, kelas sosial, etnis, daerah, tradisi keluarga" ujarnya.
Karakter psikologis yaitu adanya keterikatan psikologi yang membentuk orientasi politik seseorang dengan kandidat dan partai politik.
"Sementara pemilih rasional memilih karena alasan visi, misi dan program. Pemilih rasional mengevaluasi latar belakang calon dan partai politik," ungkapnya.
"Politik identitas merupakan pemanfaatan manusia secara politis yang mengutamakan kepentingan sebuah kelompok," jelas anggota KPU Sulteng Bidang Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat dan SDM, Sahran Raden, di Palu, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, politik identitas menjadi satu tantangan yang dihadapi KPU dalam penyelenggaraan pemilihan umum maupun pemilihan serentak kepala daerah. "Politik identitas masih cenderung digunakan oleh oknum dan kelompok tertentu dalam kontestasi pada momentum pemilu dan pemilihan," ujarnya.
Kelompok atau pihak yang menggunakan politik identitas, kata dia, cenderung memanfaatkan manusia secara politis karena persamaan identitas yang mencakup ras, etnis, dan gender, atau agama tertentu.
"Di Indonesia politik identitas lebih terkait dengan etnisitas, agama, ideologi dan kepentingan-kepentingan lokal yang diwakili umumnya oleh para elit politik dengan artikulasinya masing-masing," katanya.
Di samping itu, ia menguraikan isu-isu tentang keadilan dan pembangunan daerah menjadi sentral dalam wacana politik mereka, sehingga lebih banyak dipengaruhi oleh ambisi para elite lokal untuk tampil sebagai pemimpin, yang hal ini merupakan masalah yang tidak selalu mudah dijelaskan.
Sementara pemilih, ujar dia, memiliki perilaku sosiologis dan psikologis yang beririsan langsung dengan politik identitas. "Misalnya karakter sosiologi, preferensi memilihnya menempel pada diri individu berupa nilai agama, kelas sosial, etnis, daerah, tradisi keluarga" ujarnya.
Karakter psikologis yaitu adanya keterikatan psikologi yang membentuk orientasi politik seseorang dengan kandidat dan partai politik.
"Sementara pemilih rasional memilih karena alasan visi, misi dan program. Pemilih rasional mengevaluasi latar belakang calon dan partai politik," ungkapnya.
(don)