Kemenkes: Intoksikasi Obat Penyebab Utama Gagal Ginjal Akut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan perkembangan penelitian kasus gagal ginjal akut yang menyasar 324 anak. Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril mengatakan, penyebab utama gagal ginjal akut adalah intoksikasi obat.
Syahril menyampaikan itu dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk "Perkembangan Hasil Penelitian Obat Mengandung EG dan DEG pada Kasus Gagal Ginjal Akut" pada Kamis, (24/11/2022). Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Penguat Kedua untuk Lansia, Pemprov Kepri Tunggu Kemenkes
Saat ini, lanjutnya, Kemenkes terus melakukan penelitian. Karena untuk sampai pada kesimpulan final, dibutuhkan waktu yang panjang. Namun untuk kasus ini, dipastikan penyebab utamanya adalah intoksikasi.
"Saat ini Kemenkes melakukan penelitian. Namanya case controlstudy. Jadi ada 90 kasus normal yang diteliti, sementara kasus yang sakit 30. Nah ini sudah 50 persen terkumpul. Untuk saat ini masih dilakukan penelitian sekitar 100an obat. Tentu saja secara ilmiah nanti, kita ingin mendapatkan hasil atau kesimpulan yaitu ada kaitannya antara gagal ginjal dengan intosikasi etilen glikol
dan dietilen glikol," terangnya.
Syahril mengatakan, kasus gagal ginjal akut misterius pada anaksaat ini mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan, kasus yang dikenal dengan istilah Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) ini tidak menunjukan adanya penambahan selama dua pekan terkahir.
Kemenkes mencatat terdapat total 324 kasus GGAPA pada anak dengan rincian sebanyak 200 pasien dinyatakan meninggal dunia. Sementara terdapat 113 pasien dinyatakan sembuh. Namun kasus GGAPA yang menyebar hingga ke-27 provinsi, kini menyisakan 11 kasus yang terdapat di 3 provinsi.
Adapun ketiga provinsi tersebut yakni DKI Jakarta dengan total 9 kasus yang dirawat di RSUPN Cipto Mangungkusumo, Kepulauan Riau 1 kasus, Sumatera Utara 1 kasus.
“Hingga saat ini kasus gangguan ginjal akut pada anak yang masih dirawat tersisa 11 orang. Ini merupakan upaya bersama di mana angka penambahan tidak ada dan angka kematian juga tidak ada lagi. Yang ada adalah angka kesembuhan,” katanya.
Syahril juga menyampaikan bahwa bagi pasien yang sudah dinyatakan sembuh, secara teori akan sembuh total dan tidak akan berpotensi mengalami gejala atau keluhan kesehatan di waktu yang akan datang.
"Untuk anak yang sudah sembuh masih dalam pemantaun kami (Dinkes-red). Kalau menurut teori, bahwa keracunan ini jika sudah diatasi, maka pasien dapat sembuh total. Tidak ada gejala-gejala sisa," ucapnya.
Syahril berharap, pasien GGAPA pada anak yang masih dirawat di RSCM dapat sembuh kembali setelah pemberian obat antidotum atau penawar pemberian fomepizole.
Meski anak telah dinyatakan sembuh, Syahril menegaskan, Kemenkes melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) masih melakukan pemantauan untuk mengetahui perkembangan selanjutnya.
"Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan pemantauan. Kita terus kontrol untuk melihat perkembangannya, mungkin ada suatu efek atau masalah-masalah kesehatan selanjutnya,” ucapnya.
Syahril menyampaikan itu dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk "Perkembangan Hasil Penelitian Obat Mengandung EG dan DEG pada Kasus Gagal Ginjal Akut" pada Kamis, (24/11/2022). Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Penguat Kedua untuk Lansia, Pemprov Kepri Tunggu Kemenkes
Saat ini, lanjutnya, Kemenkes terus melakukan penelitian. Karena untuk sampai pada kesimpulan final, dibutuhkan waktu yang panjang. Namun untuk kasus ini, dipastikan penyebab utamanya adalah intoksikasi.
"Saat ini Kemenkes melakukan penelitian. Namanya case controlstudy. Jadi ada 90 kasus normal yang diteliti, sementara kasus yang sakit 30. Nah ini sudah 50 persen terkumpul. Untuk saat ini masih dilakukan penelitian sekitar 100an obat. Tentu saja secara ilmiah nanti, kita ingin mendapatkan hasil atau kesimpulan yaitu ada kaitannya antara gagal ginjal dengan intosikasi etilen glikol
dan dietilen glikol," terangnya.
Syahril mengatakan, kasus gagal ginjal akut misterius pada anaksaat ini mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan, kasus yang dikenal dengan istilah Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) ini tidak menunjukan adanya penambahan selama dua pekan terkahir.
Kemenkes mencatat terdapat total 324 kasus GGAPA pada anak dengan rincian sebanyak 200 pasien dinyatakan meninggal dunia. Sementara terdapat 113 pasien dinyatakan sembuh. Namun kasus GGAPA yang menyebar hingga ke-27 provinsi, kini menyisakan 11 kasus yang terdapat di 3 provinsi.
Adapun ketiga provinsi tersebut yakni DKI Jakarta dengan total 9 kasus yang dirawat di RSUPN Cipto Mangungkusumo, Kepulauan Riau 1 kasus, Sumatera Utara 1 kasus.
“Hingga saat ini kasus gangguan ginjal akut pada anak yang masih dirawat tersisa 11 orang. Ini merupakan upaya bersama di mana angka penambahan tidak ada dan angka kematian juga tidak ada lagi. Yang ada adalah angka kesembuhan,” katanya.
Syahril juga menyampaikan bahwa bagi pasien yang sudah dinyatakan sembuh, secara teori akan sembuh total dan tidak akan berpotensi mengalami gejala atau keluhan kesehatan di waktu yang akan datang.
"Untuk anak yang sudah sembuh masih dalam pemantaun kami (Dinkes-red). Kalau menurut teori, bahwa keracunan ini jika sudah diatasi, maka pasien dapat sembuh total. Tidak ada gejala-gejala sisa," ucapnya.
Syahril berharap, pasien GGAPA pada anak yang masih dirawat di RSCM dapat sembuh kembali setelah pemberian obat antidotum atau penawar pemberian fomepizole.
Meski anak telah dinyatakan sembuh, Syahril menegaskan, Kemenkes melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) masih melakukan pemantauan untuk mengetahui perkembangan selanjutnya.
"Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan pemantauan. Kita terus kontrol untuk melihat perkembangannya, mungkin ada suatu efek atau masalah-masalah kesehatan selanjutnya,” ucapnya.
(don)