Aremania Desak Korban Luka Tragedi Kanjuruhan Divisum
loading...
A
A
A
MALANG - Suporter Arema FC yang tergabung dalam Aremania meminta penyidik untuk melakukan visum terhadap korban luka Tragedi Kanjuruhan, Malang.
Aremania telah mengumpulkan sejumlah barang bukti dari korban terkait rekam medis, rontgen, CT scan, foto-foto, dan video luka yang dialami korban.
Hal itu penting untuk mengumpulkan bukti-bukti otentik sebelum bekas luka itu akhirnya sembuh dan hilang. Aremania mendesak agar penyidik segera merekomendasikan untuk visum terhadap para korban luka.
"Kita harus segera (mendesak penyidik melakukan visum) bekas luka hilang, sejauh ini yang sudah bergabung adalah kalau untuk mata merah memang sudah berkurang jauh dari yang awal dulu. Kalau yang lain kebetulan masih ada, misalkan sakit sesak napas, sakit dada masih sampai sekarang masih ada, hasil rontgennya juga ada, yang mungkin patah tulang juga ada, nanti kita masuk lewat situ juga," kata pendamping hukum Tim Gabungan Aremania (TGA), Anjar Nawan Yusky, Rabu (9/11/2022).
Anjar juga meminta agar negara tidak membebankan pemeriksaan visum kepada para korban. Sebab secara peraturan perundang-undangan hal itu memang kewajiban negara untuk pembuktian di persidangan.
"Karena untuk kepentingan pembuktian pidana penyelidikan jadi negara yang membiayai. Mereka semua pengobatannya juga yang menanggung negara, tapi hanya untuk pengobatan bukan untuk kepentingan pembuktian di persidangan," tandasnya.
Sebanyak 60 korban Tragedi Kanjuruhan yang bakal lapor mengajukan diri meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Para korban luka dan keluarga korban meninggal ini merasa perlu untuk mengajukan perlindungan mengantisipasi adanya ancaman dan tekanan dari pihak luar.
Dia menyatakan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan LPSK dan mengajukan perlindungan ke 60 korban dari tragedi Kanjuruhan. Perlindungan ini penting untuk mengantisipasi adanya ancaman dan tekanan, sebelum melaporkan ke pihak penegak hukum.
Apalagi berkaca dari kasus keluarga korban yang mengajukan autopsi, ada upaya-upaya mempengaruhi keluarga untuk tidak melakukan langkah hukum. Sehingga pengajuan perlindungan ke LPSK dirasa perlu berkaca pada tindakan yang dialami Devi Athok Yulfitri.
"Belajar dari situ kami mengantisipasi kalau gitu keluarga-keluarga korban yang punya niatan untuk menuntut atau mencari keadilan harus diajukan perlindungan, supaya tidak terjadi hal-hal serupa," ucap Anjar.
Diketahui babak baru Tragedi Kanjuruhan muncul setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur memutuskan mengembalikan berkas perkara dari penyidik Polda Jawa Timur. Kejati menilai berkas yang disampaikan belum lengkap dan dinyatakan P-18, sehingga harus dikembalikan atau P-19.
Proses autopsi pun telah dilakukan sebagaimana rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
Autopsi dilakukan terhadap kedua korban yakni Natasya Debi Ramadhani (16) dan Naila Debi Anggraini (14), yang merupakan kakak beradik pada Sabtu (5/11/2022) lalu.
Keduanya warga RT 1 RW Demangjaya, Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, yang dimakamkan di TPU Dusun Patuk Baran, Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.
Sejauh ini ada 135 korban meninggal dunia, sedangkan 660 orang terkonfirmasi luka-luka dengan rincian 24 orang, luka sedang 50 orang, luka ringan 586 orang.
Para korban mayoritas berdesakan meninggalkan stadion karena semprotan gas air mata polisi ke arah tribun penonton. Akibat para penonton mengalami sesak napas dan terjadi penumpukan hingga insiden terinjak-injak di pintu keluar Stadion Kanjuruhan.
Lihat Juga: Tak Sesuai Kesepakatan, Pembongkaran Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Malang Timbulkan Polemik
Aremania telah mengumpulkan sejumlah barang bukti dari korban terkait rekam medis, rontgen, CT scan, foto-foto, dan video luka yang dialami korban.
Hal itu penting untuk mengumpulkan bukti-bukti otentik sebelum bekas luka itu akhirnya sembuh dan hilang. Aremania mendesak agar penyidik segera merekomendasikan untuk visum terhadap para korban luka.
"Kita harus segera (mendesak penyidik melakukan visum) bekas luka hilang, sejauh ini yang sudah bergabung adalah kalau untuk mata merah memang sudah berkurang jauh dari yang awal dulu. Kalau yang lain kebetulan masih ada, misalkan sakit sesak napas, sakit dada masih sampai sekarang masih ada, hasil rontgennya juga ada, yang mungkin patah tulang juga ada, nanti kita masuk lewat situ juga," kata pendamping hukum Tim Gabungan Aremania (TGA), Anjar Nawan Yusky, Rabu (9/11/2022).
Anjar juga meminta agar negara tidak membebankan pemeriksaan visum kepada para korban. Sebab secara peraturan perundang-undangan hal itu memang kewajiban negara untuk pembuktian di persidangan.
"Karena untuk kepentingan pembuktian pidana penyelidikan jadi negara yang membiayai. Mereka semua pengobatannya juga yang menanggung negara, tapi hanya untuk pengobatan bukan untuk kepentingan pembuktian di persidangan," tandasnya.
Sebanyak 60 korban Tragedi Kanjuruhan yang bakal lapor mengajukan diri meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Para korban luka dan keluarga korban meninggal ini merasa perlu untuk mengajukan perlindungan mengantisipasi adanya ancaman dan tekanan dari pihak luar.
Dia menyatakan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan LPSK dan mengajukan perlindungan ke 60 korban dari tragedi Kanjuruhan. Perlindungan ini penting untuk mengantisipasi adanya ancaman dan tekanan, sebelum melaporkan ke pihak penegak hukum.
Apalagi berkaca dari kasus keluarga korban yang mengajukan autopsi, ada upaya-upaya mempengaruhi keluarga untuk tidak melakukan langkah hukum. Sehingga pengajuan perlindungan ke LPSK dirasa perlu berkaca pada tindakan yang dialami Devi Athok Yulfitri.
"Belajar dari situ kami mengantisipasi kalau gitu keluarga-keluarga korban yang punya niatan untuk menuntut atau mencari keadilan harus diajukan perlindungan, supaya tidak terjadi hal-hal serupa," ucap Anjar.
Diketahui babak baru Tragedi Kanjuruhan muncul setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur memutuskan mengembalikan berkas perkara dari penyidik Polda Jawa Timur. Kejati menilai berkas yang disampaikan belum lengkap dan dinyatakan P-18, sehingga harus dikembalikan atau P-19.
Proses autopsi pun telah dilakukan sebagaimana rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
Autopsi dilakukan terhadap kedua korban yakni Natasya Debi Ramadhani (16) dan Naila Debi Anggraini (14), yang merupakan kakak beradik pada Sabtu (5/11/2022) lalu.
Keduanya warga RT 1 RW Demangjaya, Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, yang dimakamkan di TPU Dusun Patuk Baran, Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.
Sejauh ini ada 135 korban meninggal dunia, sedangkan 660 orang terkonfirmasi luka-luka dengan rincian 24 orang, luka sedang 50 orang, luka ringan 586 orang.
Para korban mayoritas berdesakan meninggalkan stadion karena semprotan gas air mata polisi ke arah tribun penonton. Akibat para penonton mengalami sesak napas dan terjadi penumpukan hingga insiden terinjak-injak di pintu keluar Stadion Kanjuruhan.
Lihat Juga: Tak Sesuai Kesepakatan, Pembongkaran Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Malang Timbulkan Polemik
(shf)