Perang Bubat, Tragedi Berdarah dan Harga Diri Orang Sunda

Kamis, 13 Oktober 2022 - 05:30 WIB
loading...
Perang Bubat, Tragedi Berdarah dan Harga Diri Orang Sunda
Ilustrasi raja-raja Kerajaan Sunda. Foto: Istimewa
A A A
PERANG Bubat merupakan perang yang sangat melegenda, antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda. Perang Bubat memiliki arti dan dampak yang sangat besar. Seperti apa? Berikut ulasan Cerita Pagi.

Perang Bubat yang terjadi pada tahun Saka 1257 atau 1357 Masehi, merupakan ambisi Patih Amangkubhumi Gajah Mada, untuk menundukkan Kerajaan Sunda Galuh dan Sunda Pakuan ke dalam pangkuan Kerajaan Majapahit.

Pada masa itu, Gajah Mada berhasil menaklukkan wilayah-wilayah seperti Tumasek (Singapura), Tanjungpura, Bali, Dompo, hingga Pulau Seram. Dia juga ingin kedua Kerajaan Sunda itu masuk ke dalam taklukkannya.



Padahal, sebagai tetangga Majapahit, hubungan Kerajaan Sunda Galuh dan Sunda Pakuan cukup baik. Keduanya pun bukan ancaman. Kehendak Gajah Mada pun akhirnya ditentang Tribhuwana Tunggadewi dan Dyah Wiyat.

Masalah baru muncul saat Raja Majapahit, Hayam Wuruk hendak mencari permaisuri untuk mendampingi dirinya. Saat itu, dia ingin meminang Dyah Pithaloka Citrasemi, putri Prabu Maharaja Linggabuana Wisesa dari Galuh.

Setelah melalui proses surat menyurat melalui perantara, akhirnya diputuskan keduanya akan menikah di ibu kota Majapahit. Hal ini sebenarnya menyalahi adat Sunda, di mana biasanya pesta pernikahan dilangsungkan di tempat wanita.



Namun, Raja Sunda Galuh, Prabu Maharaja Linggabuana Wisesa telah membulatkan tekad menerima pinangan itu untuk menjalin hubungan kekeluargaan, dengan melangsungkan pesta pernikahan di ibu kota Majapahit.

Rombongan Kerajaan Sunda Galuh pun akhirnya berangkat ke ibu kota Majapahit. Dalam rombongan itu, terdapat Maharaja Linggabuana Wisesa, permaisuri, beberapa pejabat istana, dan sang putri Dyah Pithaloka Citrasemi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2278 seconds (0.1#10.140)