Mengembalikan Identitas Sejati Kota Medan sebagai Kota Perdagangan dan Saudagar
loading...
A
A
A
"Butiran atau pasir emas dibawa dari pedalaman Sumatera ke Cotta Cinna, untuk dilebur dan dijadikan perhiasan bermutu tinggi menggunakan teknologi pengrajin emas dari India Selatan. Ratusan cepuk tembikar sebagai wadah untuk melebur emas ditemukan dan juga disimpan di museum. Ini mengindikasikan ramainya Medan Utara sebagai pusat industri peleburan emas sejak zaman kuno. Ada 40 fragmen ceceran dari pengrajin emas yang dikoleksi museum sebagai bukti munculnya Medan Utara sebagai pusat peleburan dan perdagangan emas dunia," ungkapnya. (BACA JUGA: Kisah Perlawanan Raja Haji Fisabilillah terhadap Belanda)
Kejayaan bagian utara Kota Medan juga pernah tersohor sebagai pusat perdagangan internasional melalui jalur Sungai Deli hingga Pelabuhan Belawan, sekitar abad 17 hingga awal abad 20 lalu.
Para pedangang dari Arab dan Eropa membawa barang dagangan menelusuri Selat Malaka dan Sungai Deli yang membelah Kota Medan.
Saat itu, Medan Utara merupakan wilayah yang dekat ke pesisir menjadi jalur dan pusat perdagangan yang penuh kejayaan.
Ichwan Azhari juga menjelaskan bahwa Medan Utara menjadi pusat perdagangan hingga di era moderen (abad ke 17 sampai awal abad ke 20. (BACA JUGA: Jejak Operasi Pasukan Para Komando di Pedalaman Hutan Kalimantan)
Dimana saat itu berlangsung kontak dengan dunia perdagangan barat seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda, serta dunia Islam. Beberapa bukti peninggalan bersejarah juga masih dapat ditemukan, seperti, Kompleks makam-makam keramat di sekitar petisah (jl. Karo), juga di jalan palang merah (keramat Datuk Darah Merah dan Darah Putih), keramat Jalan Putri Hijau (makam Syekh dari Timur Tengah), makam Datuk Kota Bangun, makam keramat Martubung.
"Semuanya terletak di tepi sungai Deli. Ini petunjuk kuat bahwa Sungai Deli merupakan jalur perdagangan kuno yang menghubungkan pedalaman kota Medan dengan dunia internasional lewat pelabuhannya di utara Medan. Mula mula Cotta Cinna abad 11-16, lalu bergeser ke Labuhan Deli," tandasnya.
Lihat Juga: Pangeran Diponegoro dan Sri Sultan HB IV Berselisih Akibat Kebijakan Sewa Tanah yang Merugikan Pribumi
Kejayaan bagian utara Kota Medan juga pernah tersohor sebagai pusat perdagangan internasional melalui jalur Sungai Deli hingga Pelabuhan Belawan, sekitar abad 17 hingga awal abad 20 lalu.
Para pedangang dari Arab dan Eropa membawa barang dagangan menelusuri Selat Malaka dan Sungai Deli yang membelah Kota Medan.
Saat itu, Medan Utara merupakan wilayah yang dekat ke pesisir menjadi jalur dan pusat perdagangan yang penuh kejayaan.
Ichwan Azhari juga menjelaskan bahwa Medan Utara menjadi pusat perdagangan hingga di era moderen (abad ke 17 sampai awal abad ke 20. (BACA JUGA: Jejak Operasi Pasukan Para Komando di Pedalaman Hutan Kalimantan)
Dimana saat itu berlangsung kontak dengan dunia perdagangan barat seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda, serta dunia Islam. Beberapa bukti peninggalan bersejarah juga masih dapat ditemukan, seperti, Kompleks makam-makam keramat di sekitar petisah (jl. Karo), juga di jalan palang merah (keramat Datuk Darah Merah dan Darah Putih), keramat Jalan Putri Hijau (makam Syekh dari Timur Tengah), makam Datuk Kota Bangun, makam keramat Martubung.
"Semuanya terletak di tepi sungai Deli. Ini petunjuk kuat bahwa Sungai Deli merupakan jalur perdagangan kuno yang menghubungkan pedalaman kota Medan dengan dunia internasional lewat pelabuhannya di utara Medan. Mula mula Cotta Cinna abad 11-16, lalu bergeser ke Labuhan Deli," tandasnya.
Lihat Juga: Pangeran Diponegoro dan Sri Sultan HB IV Berselisih Akibat Kebijakan Sewa Tanah yang Merugikan Pribumi
(vit)