Cerita Kengerian saat Tragedi Kerusuhan Pecah di Stadion Kanjuruhan
loading...
A
A
A
Saat berjalan pelan menuju pintu ke luar stadion, Helmi mengaku sempat melihat banyak orang berjatuhan dan saling injak karena panik. Kondisi di tribun juga sangat gelap, sehingga pandangan mata semakin kabur.
Selain orang dewasa, di dalam 63 orang rombongan Aremania yang berangkat ke Stadion Kanjuruhan tersebut, menurut Helmi ada dua yang masih anak-anak sekitar usia delapan tahun. "Kami semua terpisah tidak tentu arah," ungkap Helmi.
Hingga Minggu (2/10/2022) siang, Helmi masih merasakan matanya pedih dan sesak napas. Dia datang sendirian ke Posko Layanan Informasi Tragedi Kanjuruhan yang ada di depan Balai Kota Malang. Di posko tersebut, Helmi akhirnya mendapatkan penanganan medis.
Kepiluan juga dirasakan Priyono. Warga Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang tersebut, harus kehilangan puteranya, Jefri akibat tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, usai laga Arema FC vs Persebaya.
Bahkan, dia harus menunggu ambulans dari Gedangan, selama berjam-jam untuk membawa pulang jenazah anaknya. "Anak saya ini mondok di wilayah Gondanglegi. Kadang-kadang memang nonton Arema tanding," ungkapnya menahan kepiluan.
Ratusan orang suporter, dan dua polisi menjadi korban tewas dalam tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Mereka rata-rata mengalami sesak napas akibat gas air mata, dan terinjak-injak saat hendak ke luar stadion.
Lihat Juga: Tak Sesuai Kesepakatan, Pembongkaran Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Malang Timbulkan Polemik
Selain orang dewasa, di dalam 63 orang rombongan Aremania yang berangkat ke Stadion Kanjuruhan tersebut, menurut Helmi ada dua yang masih anak-anak sekitar usia delapan tahun. "Kami semua terpisah tidak tentu arah," ungkap Helmi.
Hingga Minggu (2/10/2022) siang, Helmi masih merasakan matanya pedih dan sesak napas. Dia datang sendirian ke Posko Layanan Informasi Tragedi Kanjuruhan yang ada di depan Balai Kota Malang. Di posko tersebut, Helmi akhirnya mendapatkan penanganan medis.
Kepiluan juga dirasakan Priyono. Warga Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang tersebut, harus kehilangan puteranya, Jefri akibat tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, usai laga Arema FC vs Persebaya.
Bahkan, dia harus menunggu ambulans dari Gedangan, selama berjam-jam untuk membawa pulang jenazah anaknya. "Anak saya ini mondok di wilayah Gondanglegi. Kadang-kadang memang nonton Arema tanding," ungkapnya menahan kepiluan.
Ratusan orang suporter, dan dua polisi menjadi korban tewas dalam tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Mereka rata-rata mengalami sesak napas akibat gas air mata, dan terinjak-injak saat hendak ke luar stadion.
Lihat Juga: Tak Sesuai Kesepakatan, Pembongkaran Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Malang Timbulkan Polemik
(eyt)