Indonesia Butuh Hukum Nasional yang Harmonis Sinergis, Komprehensif, dan Dinamis

Rabu, 21 September 2022 - 06:25 WIB
loading...
A A A
Hasilnya kemudian pada 5 Juli 2022 Pemerintah menyerahkan kembali ke DPR draft RUU KUHP yang sudah mengakomodasi beberapa isu dan mengalami beberapa perbaikan secara redaksional.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo menjabarkan mengenai isu-isu krusial RUU KUHP yang banyak mendapatkan resistensi dari masyarakat. Isu krusial yang pertama adalah masuknya living law atau hukum yang hidup di masyarakat ke dalam RUU KUHP.

Hukum adat tersebut dimasukkan ke dalam RUU KUHP menurutnya karena masyarakat adat merupakan kelompok yang juga diakui di dalam konstitusi. Sementara masuknya living law di dalam RUU KUHP dianggap sebagai satu rekognisi atau pengakuan serta penghormatan pada hukum adat.

“Pertanyaannya, hukum adat yang mana? Nah, dikaitkan dengan living law ini adalah hukum adat yang masih diakui dan masih berlaku dalam suatu masyarakat,” jelasnya.

Namun Ia juga menegaskan jika tidak semua delik adat diadopsi menjadi bagian dari RUU KUHP. Tidak boleh melanggar asas Pancasila, HAM, dan juga asas hukum yang berlaku dalam masyarakat internasional.

“Ini tidak otomatis berlaku, karena ketika KUHP berlaku dua tahun sejak ditetapkannya, maka diberi waktu dua tahun lagi untuk melakukan penelitian-penelitian dan legislasi di wilayah-wilayah yang masih memiliki hukum adat,” jelasnya.

Isu krusial selanjutnya adalah pidana mati. Menurutnya, yang perlu dicatat adalah bahwa dalam RUU KUHP, pidana mati dirumuskan secara alternatif, dengan ada yang disebut sebagai masa percobaan.

“Percobaan masuk ke penjara selama sepuluh tahun, apabila si terpidana mati berbuat baik, tidak melanggar aturan, maka dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara 20 tahun. Jadi ini yang menentukan nanti sementara dari keputusan presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung. Ini untuk mencari kompromi antara mereka yang pro dan kontra pidana mati,” paparnya.
(nag)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1817 seconds (0.1#10.140)