Ratu Sanjaya, Raja Mataram Kuno yang Berikat Pinggang Samudera

Kamis, 25 Agustus 2022 - 06:21 WIB
loading...
Ratu Sanjaya, Raja Mataram Kuno yang Berikat Pinggang Samudera
Jejak Kerajaan Mataram kuno. Foto: Istimewa
A A A
RAKAI Mataram sang Ratu Sanjaya merupakan raja pertama Kerajaan Mataram kuno, pencetus berdirinya Wangsa Sanjaya. Pada masa pemerintahannya, rakyat makmur dan sejahtera.

Bukti adanya Kerajaan Mataram kuno ini terdapat pada sebuah prasasti yang ada di Desa Canggal, sebelah barat Magelang. Prasasti itu berangka 732 Masehi dan ditulis dengan angka Pallawa dan bahasa Sanskerta.

Dalam prasasti itu diterangkan, bahwa Kerajaan Mataram terletak di sebuah pulau yang kaya akan padi atau beras yang disebut sebagai Jawadwipa. Dalam prasasti itu juga dijelaskan tentang asal usul Kerajaan Mataram kuno.



Disebutkan, bahwa sebelum Ratu Sanjaya naik takhta, terdapat seorang raja bernama Raja Sanna yang memerintah sangat arif dan bijaksana, serta mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingannya sendiri.

Pada masa Raja Sanna, rakyat hidup makmur sentosa. Pemerintahannya aman dan tentram. Wilayahnya subur makmur, kaya akan hasil bumi, terutama padi sehingga menjadi penghasil padi terbesar di Pulau Jawa.

Saat Raja Sanna wafat, kemakmuran rakyat sempat mengalami kemunduran. Rakyat diliputi keresahan dan kesulitan.



Tentang wafatnya Raja Sanna, sumber lain mengatakan, bahwa dia gugur dalam pertempuran karena serangan musuh dan pusat kerajaannya dihancurkan. Akan tetapi, semua bisa dibangun kembali oleh Raja Sanjaya.

Pada 717 Masehi, Raja Sanjaya yang merupakan keponakan Raja Sanna dinobatkan sebagai raja di Medang, yang diduga berada di Poh Pitu. Saat Raja Sanjaya berkuasa, dia membangun kembali pusat kerajaannya.

Tidak hanya itu, dia juga mulai menaklukkan kembali raja-raja yang tidak mau mengakui kemaharajaannya. Dalam Kitab Parahyangan, disebutkan wilayah kekuasaan Raja Sanjaya mulai dari Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali.



Bahkan, kekuasaan Raja Sanjaya juga disebut-sebut diakui mulai dari tanah Melayu, Khmer, hingga China.

Raja Sanjaya juga digambarkan sebagai Semeru yang menjulang tinggi, dan meletakkan kakinya jauh di atas kepala raja-raja yang lain. Kekuasaannya digambarkan berikat pinggang Samudera dan berdada gunung-gunung.

Rakyat bebas tidur di pinggir jalan tanpa rasa takut akan penyamun dan bahaya yang mengancam. Dewi Kali pun diumpamakan tidak berdaya, hanya dapat menangis-nangis, karena tidak bisa berbuat apa-apa.



Semua penggambaran tentang Raja Sanjaya itu ada dalam Prasasti Canggal. Dalam prasasti itu juga disebutkan bahwa Raja Sanjaya beragama Siwa dan orang yang sangat relijius. Dia juga mendirikan lingga di atas bukit.

Tentang Prasasti Canggal ini, ada juga yang menyebutkan bahwa apa yang tertulis di situ merupakan ingatan pada tempat tinggal Raja Sanjaya yang lama, yakni di Semenanjung Melayu, letak candi Siwa berada.

Disebutkan bahwa Raja Sanjaya diusir dari Kataha dan lari ke Jawa. Di pulau ini, dia lalu mendirikan kerajaan di Jawa Tengah. Begitupun dengan Raja Sanna, dia tidak hidup dan meninggal di Jawa, melainkan di Semenanjung Melayu.



Tetapi, ada juga yang menduga, bahwa tempat pemujaan Siwa yang disebut berada di daerah Kunjarakunja dan dikelilingi oleh sungai-sungai suci, yakni Sungai Gangga, itu adalah candi Banon.

Saat ini, candi yang berada dekat candi Mendut itu tinggal arca-arcanya saja. Sedang Sungai Gangga yang dimaksud berada di daerah antara Sungai Progo dan Sungai Elo. Seperti apa kebenarannya, perlu penelitian lanjutan.

Yang pasti, karena kebesarannya ini, Raja Sanjaya mendapatkan gelar Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya. Dari Ratu Sanjaya inilah, pangkal raja-raja di Kerajaan Mataram kuno mulai dikenal dengan Wangsa Sanjaya.



Sebelum meninggal karena sakit parah, Raja Sanjaya sempat mendirikan bangunan suci untuk pemujaan lingga di atas gunung Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya raja-raja kecil disekitarnya, pada 737 Masehi.

Sampai di sini ulasan singkat Cerita Pagi, semoga bermanfaat.

Sumber tulisan:
1. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia: Zaman Kuno, Balai Pustaka, 2008.
2. M. Junaedi Al Anshori, Masa Prasejarah sampai Proklamasi Kemerdekaan, PT Mitra Aksara Panaitan, 2011.
3. Slamet Muljana, Sriwijaya, LKiS, 2006.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1796 seconds (0.1#10.140)