Penyintas Terorisme di Indonesia Capai 1.370 Orang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Korban penyintas terorisme di Indonesia tercatat mencapai 1.370 orang. Mereka telah diberikan kompensasi guna menjamin para korban agar dapat memulihkan trauma pascateror.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan ( Menkopolhukam ), Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam gelaran Hari Peringatan dan Penghormatan Internasional untuk Para Korban Terorisme atau International Day of Remembrance of and Tribute to the Victims of Terrorism.
Kegiatan bertajuk surviving Terrorism: The Power of Memories, itu berkolaborasi dengan The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) di Hotel Shangri La, Minggu (21/8/2022).
"Dari 1.370 korban penyintas terorisme tersebut, terdapat korban terorisme masa lalu dan korban terorisme pascalahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, yang berhak mendapat perhatian dari pemerintah," ungkap Mahfud.
Namun saat ini, Mahfud mengaku pemerintah baru bisa memberikan kompensasi kepada 650 korban. Tetapi, Mahfud menegaskan, pemerintah tidak pernah berdiam diri dalam pemenuhan hak-hak para penyintas terorisme tersebut.
"Artinya masih ada lebih sedikit dari separuh jumlah korban yang perlu diproses kompensasinya oleh pemerintah. Namun pemerintah tetap berusaha untuk berkomitmen menjamin kompensasi hak mereka terutama korban ekstremisme berbasis kekerasan," ujarnya.
Untuk itu, Mahfud menyampaikan peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang terus menjamin hak-hak korban secara optimal. Hal ini telah diatur oleh Undang-Undang pemerintahan.
"Peraturan Presiden Nomor 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 (RAN PE) itu menegaskan BNPT dan LPSK beserta kementerian dan lembaga terkait dapat selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada korban terorisme," terangnya.
Sementara itu, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar menuturkan, dalam rangka pemulihan pasca-trauma dan pencegahan terorisme, lembaganya menginisiasi program silaturahmi kebangsaan yang mempertemukan mantan narapidana terorisme dengan penyintas.
"Silaturahmi kebangsaan itu bertujuan untuk membangun budaya memaafkan dan rekonsiliatif. Meskipun program ini bukan sesuatu yang mudah, namun telah berhasil dilaksanakan sebanyak tiga kali, yakni pada tahun 2018, 2021, dan 2022. Program ini akan terus dikembangkan sejalan dengan amanat pilar kedua, Perpres Nomor 7/2021 tentang RAN PE 2020-2024," tutur Boy.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo menambahkan, peran turut serta negara kepada para penyintas terorisme, tidak pernah ingkar. Negara telah menjamin sejumlah kompensasi dan bantuan kepada penyintas dengan optimal. "Negara memperhatikan penyintas. Korban merupakan tanggung jawab negara. Kami bersama kalian," kata Hasto.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan ( Menkopolhukam ), Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam gelaran Hari Peringatan dan Penghormatan Internasional untuk Para Korban Terorisme atau International Day of Remembrance of and Tribute to the Victims of Terrorism.
Kegiatan bertajuk surviving Terrorism: The Power of Memories, itu berkolaborasi dengan The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) di Hotel Shangri La, Minggu (21/8/2022).
Baca Juga
"Dari 1.370 korban penyintas terorisme tersebut, terdapat korban terorisme masa lalu dan korban terorisme pascalahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, yang berhak mendapat perhatian dari pemerintah," ungkap Mahfud.
Namun saat ini, Mahfud mengaku pemerintah baru bisa memberikan kompensasi kepada 650 korban. Tetapi, Mahfud menegaskan, pemerintah tidak pernah berdiam diri dalam pemenuhan hak-hak para penyintas terorisme tersebut.
"Artinya masih ada lebih sedikit dari separuh jumlah korban yang perlu diproses kompensasinya oleh pemerintah. Namun pemerintah tetap berusaha untuk berkomitmen menjamin kompensasi hak mereka terutama korban ekstremisme berbasis kekerasan," ujarnya.
Untuk itu, Mahfud menyampaikan peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang terus menjamin hak-hak korban secara optimal. Hal ini telah diatur oleh Undang-Undang pemerintahan.
"Peraturan Presiden Nomor 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 (RAN PE) itu menegaskan BNPT dan LPSK beserta kementerian dan lembaga terkait dapat selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada korban terorisme," terangnya.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar menuturkan, dalam rangka pemulihan pasca-trauma dan pencegahan terorisme, lembaganya menginisiasi program silaturahmi kebangsaan yang mempertemukan mantan narapidana terorisme dengan penyintas.
"Silaturahmi kebangsaan itu bertujuan untuk membangun budaya memaafkan dan rekonsiliatif. Meskipun program ini bukan sesuatu yang mudah, namun telah berhasil dilaksanakan sebanyak tiga kali, yakni pada tahun 2018, 2021, dan 2022. Program ini akan terus dikembangkan sejalan dengan amanat pilar kedua, Perpres Nomor 7/2021 tentang RAN PE 2020-2024," tutur Boy.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo menambahkan, peran turut serta negara kepada para penyintas terorisme, tidak pernah ingkar. Negara telah menjamin sejumlah kompensasi dan bantuan kepada penyintas dengan optimal. "Negara memperhatikan penyintas. Korban merupakan tanggung jawab negara. Kami bersama kalian," kata Hasto.
(agn)