26 Tahun Kudatuli, Mengenang Gonjang-ganjing Politik PDI

Rabu, 27 Juli 2022 - 06:59 WIB
loading...
26 Tahun Kudatuli, Mengenang Gonjang-ganjing Politik PDI
Megawati dan Soerjadi.Foto: repro
A A A
Pada Sabtu pagi 27 Juli 1996, sebuah kerusuhan massa yang kemudian terus dikenang sebagai peristiwa Kudatuli (Kerusuhan dua puluh tujuh Juli), meletus. Di pagi hari itu, massa pendukung Soerjadi tiba-tiba menyerbu kantor DPP PDI (Partai Demokrasi Indonesia) Jalan Diponegoro,58 Jakarta Pusat.

Soerjadi merupakan Ketua Umum PDI hasil kongres Medan, Sumatera Utara. Kongres yang dibuka Menteri Dalam Negeri Yogie S Memet serta dihadiri Pangab Jenderal Feisal Tanjung pada 20 Juni 1996 itu, mendapat protes di mana-mana.

Sebelum itu, kemelut politik memang telah terjadi di internal PDI. Sebanyak 16 fungsionaris DPP PDI menyatakan mendukung kongres Medan dan sekaligus siap memisahkan diri dari kepengurusan pimpinan Megawati Soekarno Putri.

Baca juga: Kenang Tragedi Kudatuli Penyerangan Kantor DPP PDI, DPD Sulsel Gelar Tahlilan

Megawati adalah Ketua Umum PDI hasil kongres Surabaya tahun 1993 dengan masa kepengurusan 1993-1998. Mega menjawab sikap mbalelo itu dengan memecat semuanya. Sebanyak 16 fungsionaris DPP PDI itu dianggap telah menghianati AD/ART partai.

Namun kendati demikian, kongres Medan yang diam-diam disokong rezim orde baru tetap digelar. Pada 20 Juni 1996 massa pendukung Megawati berunjuk rasa di sekitar Gambir Jakarta, menolak kongres Medan.

Bentrok dengan aparat keamanan tak terelakkan. “Sebanyak 86 demonstran terluka, 50 lainnya menginap semalam di Polda Metro Jaya, dan 55 anggota ABRI terluka,” demikian dikutip dari buku Menjerat Gus Dur.

Aksi penolakan yang disertai jatuhnya korban tidak menghentikan pelaksanaan kongres. Kongres Medan terus berjalan dan ditutup pada 22 Juni 1996 dengan Soerjadi terpilih sebagai Ketua Umum PDI periode 1996-1998.

Sejak itu unjuk rasa oleh massa pendukung Megawati meluas di mana-mana. Setiap demonstrasi selalu diikuti dengan aksi mimbar bebas. Mega sendiri terus bergerak menggalang berbagai kekuatan pro demokrasi. Putri Bung Karno itu menyatakan sikap melawan.

Pada 21 Juli 1996 Mega bertemu Jesse Jackson, aktivis HAM Amerika Serikat di Hotel Hilton Jakarta. Mega membeberkan berbagai hal tentang situasi politik Indonesia yang terjadi saat itu. Di dalam negeri Mega juga membangun koalisi politik dengan Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3334 seconds (0.1#10.140)