Pakar: Waspadai Bahaya Antimon pada Kemasan Galon PET
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar kimia dan keamanan pangan mengingatkan fenomena bahaya zat antimon pada kemasan galon air yang terbuat dari plastik Poly Ethilene Terephthalate (PET). Migrasi antimon-logam berat yang merupakan katalis kemasan plastik sekali pakai berbahan PET, ini telah terdeteksi dalam banyak air minum kemasan dan memunculkan masalah kesehatan. Antimon pada kemasan PET ini akan bermigrasi lebih cepat jika terpapar sinar matahari dalam waktu lama.
Guru besar bidang pemrosesan pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro (Undip), Andri Cahyo Kumoro, mengatakan sebenarnya antimon yang ada dalam kemasan berbahan PET jauh lebih berbahaya ketimbang BPA yang ada dalam kemasan Polikarbonat. “Antimon ini lebih cepat migrasinya ke dalam produk pangannya jika terpapar sinar matahari dibandingkan dengan BPA,” ujar dia.
Pakar lain dari Institute Pertanian Bogor, NugrahaEdhi Suyatma,menambahkan kemungkinan besar ada resiko migrasi antimon ini dari kemasan pangan berbahan PET. Dosen dan peneliti Jurusan Teknologi Panganini mengatakan SbO3 (Antimony trioxide) ini umumnya digunakan sebagai katalis dalam sintesis pembuatan plastik PET. “Sudah ada laporan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa plastik polietilen tereftalat (PET) yang digunakan untuk botol air di Eropa dan Kanada ditemukan migrasi antimon,” katanya.
Saat ini kemasan air minum galon sekali pakai berbahan PET sedang populer di pasar. Karena sifat PET yang rentan terhadap reaksi panas, kemasan minuman botol pada umumnya dikemas berlapis dalam kardus dan diletakan didalam toko yang bersuhu sejuk. Namun belakangan ini terdapat fenomena AMDK galon sekali pakai yang berbahan PET yang diletakan tanpa pelindung pada saat pengangkutan, pada waktu di pajang toko atau warung warung bersama jenis galon berbahan lain, sehingga rentan terpapar matahari langsung dalam waktu lama.
Ahli kimia sekaligus pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, juga mengutarakan bahwa semua zat kimia seperti antimon, stiren, dan lain-lain, secara scientific dapat meracuni tubuh jika masuk dalam jumlah banyak. Karenanya, jika zat-zat kimia itu digunakan untuk keperluan pangan, ada pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum diizinkan beredar.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Poltekkes Kemenkes Surabaya ditemukan adanya peluluhan atau migrasi antimon (Sb) dari kemasan jenis PET ke dalam air kemasan yang disimpan dalam ruang penyimpanan dengan temperatur tinggi dalam waktu yang lama. Penelitan lain yang mendukung dilakukan oleh Rowell et al. yang menyimpulkan bahwa dalam 12 hari pemanasan sinar matahari, ditemukan peningkatan kadar antimon (Sb), arsen (As) dan Tl yang melebihi pedoman air minum oleh United States Environmental Protection Agency’s (US EPA) dalam botol sampel.
Dalam observasinya, Poltekkes Kemenkes Surabaya membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu pemeriksaan pada hari pertama, kelima, dan kesepuluh setelah perlakuan pemanasan sinar matahari. Sebagai pembanding, dilakukan juga pengukuran kadar antimon sebelum perlakuan pemanasan dijadikan satu kali pemeriksaan terhadap 3 sampel. Hasil pemeriksaan kadar antimon di laboratorium sebelum pemanasan sinar matahari pada hari ke-0 rata-rata sebesar 0,012 ppm. Nilai ini masih berada di bawah batas maksimum kadar antimon dalam air kemasan menurut Permenkes 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yang menyatakan batas maksimum kadar antimon dalam air minum sebanyak 0,02 ppm.
Pada observasi terhadap kemasan yang dijemur di bawah sinar matahari, diamati pada hari ke 1, 5 dan 10. Hasilnya menunjukkan kadar antimon di hari pertama dengan pemanasan hingga suhu 33,1 derajat Celcius rata-rata sebesar 0,017 ppm atau masih berada di bawah kadar maksimum menurut Permenkes RI No. 492 tahun 2010. Pada hari kelima dengan pemanasan 32,5 derajat Celcius, kadar antimon mencapai 0,02 ppm. Jumlah tersebut sudah mencapai angka kritis karena batas maksimum yang diperbolehkan adalah 0,02 ppm. Sedangkan pada hari kesepuluh, kadar antimon pada air kemasan PET telah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,026 ppm dengan rata-rata suhu 32,6 derajat Celcius.
Penelitian ini juga menemukan bahwa perlakuan yang diterima oleh air kemasan PET sebelum sampai ke distributor, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan antimon dalam air kemasan PET. Disebutkan, kontaminasi antimon dalam air kemasan dapat bermula dari awal proses produksi atau dikarenakan sumber air yang digunakan memang sudah mengandung antimon sejak awalnya. Hal itu mengingat keberadaan antimon bisa ditemukan dalam air tanah atau air permukaan meski dengan jumlah yang kecil.
Penelitian oleh Cheng et al. menemukan antimon di dalam air kemasan PET sebelum perlakuan sinar matahari, dapat disebabkan selama proses produksi terdapat residu dari antimon yang melekat pada botol kemasan PET. Suhu tempat penyimpanan air kemasan PET yang ada pada distributor juga turut mempengaruhi kualitas air kemasan. Semakin tinggi suhu ruang penyimpanan air kemasan PET maka semakin besar peluang untuk terjadinya peluluhan antimon.
Faktor lain yang berpotensi juga mempengaruhi adalah lama waktu penyimpanan atau lama waktu sejak air kemasan PET diproduksi. Semakin lama waktu penyimpanan air kemasan PET maka semakin banyak peluang peluluhan antimon dapat terjadi.
Antimon dan berbagai bentuk senyawanya adalah toksik yang dampaknya sama dengan keracunan arsen. Dalam kadar yang kecil, keracunan antimon dapat menyebabkan sakit kepala, pusing dan depresi. Dalam dosis besar menimbulkan violent dan muntah secara berkala serta dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Antimon bersifat karsinogenik namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi.
Karenanya, penelitian yang dilakukan Poltekkes Kemenkes Surabaya ini merekomendasikan konsumen untuk tidak menyimpan air minum dalam kemasan PET pada tempat yang terpapar panas. Hal itu karena dapat meningkatkan peluang untuk terlepasnya senyawa antimon dari kemasan PET masuk ke dalam air kemasan.
Hal ini perlu menjadi catatan terutama bagi para pedagang dan distributor minuman agar mereka dapat benar-benar memahami makna dari anjuran untuk menyimpan air kemasan pada tempat yang tidak terpapar sinar matahari, serta bagi masyarakat umum untuk menghindari menyimpan air minum kemasan PET di dalam mobil yang terjemur sinar matahari.
Lihat Juga: Pelaku Usaha Depot Air Minum di Bali Antusias Ikuti Pelatihan Manajemen Higiene dan Sanitasi
Guru besar bidang pemrosesan pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro (Undip), Andri Cahyo Kumoro, mengatakan sebenarnya antimon yang ada dalam kemasan berbahan PET jauh lebih berbahaya ketimbang BPA yang ada dalam kemasan Polikarbonat. “Antimon ini lebih cepat migrasinya ke dalam produk pangannya jika terpapar sinar matahari dibandingkan dengan BPA,” ujar dia.
Pakar lain dari Institute Pertanian Bogor, NugrahaEdhi Suyatma,menambahkan kemungkinan besar ada resiko migrasi antimon ini dari kemasan pangan berbahan PET. Dosen dan peneliti Jurusan Teknologi Panganini mengatakan SbO3 (Antimony trioxide) ini umumnya digunakan sebagai katalis dalam sintesis pembuatan plastik PET. “Sudah ada laporan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa plastik polietilen tereftalat (PET) yang digunakan untuk botol air di Eropa dan Kanada ditemukan migrasi antimon,” katanya.
Saat ini kemasan air minum galon sekali pakai berbahan PET sedang populer di pasar. Karena sifat PET yang rentan terhadap reaksi panas, kemasan minuman botol pada umumnya dikemas berlapis dalam kardus dan diletakan didalam toko yang bersuhu sejuk. Namun belakangan ini terdapat fenomena AMDK galon sekali pakai yang berbahan PET yang diletakan tanpa pelindung pada saat pengangkutan, pada waktu di pajang toko atau warung warung bersama jenis galon berbahan lain, sehingga rentan terpapar matahari langsung dalam waktu lama.
Ahli kimia sekaligus pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, juga mengutarakan bahwa semua zat kimia seperti antimon, stiren, dan lain-lain, secara scientific dapat meracuni tubuh jika masuk dalam jumlah banyak. Karenanya, jika zat-zat kimia itu digunakan untuk keperluan pangan, ada pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum diizinkan beredar.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Poltekkes Kemenkes Surabaya ditemukan adanya peluluhan atau migrasi antimon (Sb) dari kemasan jenis PET ke dalam air kemasan yang disimpan dalam ruang penyimpanan dengan temperatur tinggi dalam waktu yang lama. Penelitan lain yang mendukung dilakukan oleh Rowell et al. yang menyimpulkan bahwa dalam 12 hari pemanasan sinar matahari, ditemukan peningkatan kadar antimon (Sb), arsen (As) dan Tl yang melebihi pedoman air minum oleh United States Environmental Protection Agency’s (US EPA) dalam botol sampel.
Dalam observasinya, Poltekkes Kemenkes Surabaya membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu pemeriksaan pada hari pertama, kelima, dan kesepuluh setelah perlakuan pemanasan sinar matahari. Sebagai pembanding, dilakukan juga pengukuran kadar antimon sebelum perlakuan pemanasan dijadikan satu kali pemeriksaan terhadap 3 sampel. Hasil pemeriksaan kadar antimon di laboratorium sebelum pemanasan sinar matahari pada hari ke-0 rata-rata sebesar 0,012 ppm. Nilai ini masih berada di bawah batas maksimum kadar antimon dalam air kemasan menurut Permenkes 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yang menyatakan batas maksimum kadar antimon dalam air minum sebanyak 0,02 ppm.
Pada observasi terhadap kemasan yang dijemur di bawah sinar matahari, diamati pada hari ke 1, 5 dan 10. Hasilnya menunjukkan kadar antimon di hari pertama dengan pemanasan hingga suhu 33,1 derajat Celcius rata-rata sebesar 0,017 ppm atau masih berada di bawah kadar maksimum menurut Permenkes RI No. 492 tahun 2010. Pada hari kelima dengan pemanasan 32,5 derajat Celcius, kadar antimon mencapai 0,02 ppm. Jumlah tersebut sudah mencapai angka kritis karena batas maksimum yang diperbolehkan adalah 0,02 ppm. Sedangkan pada hari kesepuluh, kadar antimon pada air kemasan PET telah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,026 ppm dengan rata-rata suhu 32,6 derajat Celcius.
Penelitian ini juga menemukan bahwa perlakuan yang diterima oleh air kemasan PET sebelum sampai ke distributor, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan antimon dalam air kemasan PET. Disebutkan, kontaminasi antimon dalam air kemasan dapat bermula dari awal proses produksi atau dikarenakan sumber air yang digunakan memang sudah mengandung antimon sejak awalnya. Hal itu mengingat keberadaan antimon bisa ditemukan dalam air tanah atau air permukaan meski dengan jumlah yang kecil.
Penelitian oleh Cheng et al. menemukan antimon di dalam air kemasan PET sebelum perlakuan sinar matahari, dapat disebabkan selama proses produksi terdapat residu dari antimon yang melekat pada botol kemasan PET. Suhu tempat penyimpanan air kemasan PET yang ada pada distributor juga turut mempengaruhi kualitas air kemasan. Semakin tinggi suhu ruang penyimpanan air kemasan PET maka semakin besar peluang untuk terjadinya peluluhan antimon.
Faktor lain yang berpotensi juga mempengaruhi adalah lama waktu penyimpanan atau lama waktu sejak air kemasan PET diproduksi. Semakin lama waktu penyimpanan air kemasan PET maka semakin banyak peluang peluluhan antimon dapat terjadi.
Antimon dan berbagai bentuk senyawanya adalah toksik yang dampaknya sama dengan keracunan arsen. Dalam kadar yang kecil, keracunan antimon dapat menyebabkan sakit kepala, pusing dan depresi. Dalam dosis besar menimbulkan violent dan muntah secara berkala serta dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Antimon bersifat karsinogenik namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi.
Karenanya, penelitian yang dilakukan Poltekkes Kemenkes Surabaya ini merekomendasikan konsumen untuk tidak menyimpan air minum dalam kemasan PET pada tempat yang terpapar panas. Hal itu karena dapat meningkatkan peluang untuk terlepasnya senyawa antimon dari kemasan PET masuk ke dalam air kemasan.
Hal ini perlu menjadi catatan terutama bagi para pedagang dan distributor minuman agar mereka dapat benar-benar memahami makna dari anjuran untuk menyimpan air kemasan pada tempat yang tidak terpapar sinar matahari, serta bagi masyarakat umum untuk menghindari menyimpan air minum kemasan PET di dalam mobil yang terjemur sinar matahari.
Lihat Juga: Pelaku Usaha Depot Air Minum di Bali Antusias Ikuti Pelatihan Manajemen Higiene dan Sanitasi
(tri)