Petualangan Ibnu Batutah, dari Makkah hingga ke Kerajaan Islam Samudera Pasai
loading...
A
A
A
IBNU Batutah merupakan Marco Polo dunia Muslim. Catatan perjalanan Ibnu Battuta sangat penting, terutama kunjungannya ke Kerajaan Islam Samudera Pasai, pada abad ke-14, masa Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345).
Melalui catatan Ibnu Batutah, diketahui gambaran mengenai kerajaan itu. Dilukiskan, Kerajaan Islam Samudera Pasai masa Sultan Mahmud Malik Zahir sebagai negeri yang hijau, dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah.
Dalam catatan Ibnu Batutah juga terungkap, bahwa Kerajaan Islam Samudera Pasai menganut mahzab Syafii.
Demikian, Cerita Pagi kali ini akan mengulas sosok musafir Muslim dan ahli hukum tersohor Ibnu Batutah. Seperti apa petualangan luar biasa Ibnu Batutah hingga sampai ke Kerajaan Islam Samudera Pasai, berikut ulasan singkatnya.
Menurut profesor sejarah dari San Diego State University, Ross E. Dunn, petualangan Ibnu Batutah merentang waktu hampir 30 tahun melintasi daerah-daerah yang sama luasnya dengan 44 negara pada zaman modern.
Mengutip catatan Sir Henry Yules, sejarawan George Sarton mengatakan, bahwa Ibu Batutah telah berkelana sejauh 75.000 mil melalui daratan dan lautan. Jarak ini jauh lebih panjang dari yang pernah dilakukan oleh Marco Polo.
Ibnu Batutah memiliki nama langkap Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Lawati al Tanji. Dia lahir di Tangiers, Maroko, Afrika Utara, pada 24 Februari 1304 Masehi. Keluarganya, pemeluk agama Islam yang taat.
Petualangan Ibnu Batutah dimulai usai dirinya menjalani ibadah haji, pada usia sekitar 21 tahun, tepatnya pada 14 Juni 1325 M. Dia memulai perjalannya dengan melewati jalur darat dengan berjalan kaki, menuju ke Tunisia.
Dia tiba di Alexandria, pada 15 April 1326 M dan mendapat bantuan dari Sultan Mesir untuk ke Tanah Suci Makkah.
Bantuan uang itu tidak disia-siakan. Dia lalu melanjutkan perjalanan dengan melewati Kairo dan Aidhab. Namun, karena banyaknya penyamun, dia kembali ke Kairo dan meneruskan perjalanan lewat Gaza, terus ke Yerusalem.
Dari Yerusalem, dia terus menuju ke Hammah, Aleppo, Damaskus, Syria dan Makkah. Saat berada di Makkah, Ibnu Batutah bertemu banyak jamaah haji dari berbagai negara. Dari sinilah, petualangan menjelajahi dunia dia lakukan.
Saat tiba di India, Ibnu Batutah disambut oleh Sultan Dehli, Muhammad bin Tuqluq dan diangkat sebagai hakim. Di India, Ibnu Batutah tinggal selama delapan tahun. Dia lalu diangkat menjadi Duta Besar untuk Kekaisaran Cina.
Dalam perjalanan ke Cina inilah, Ibnu Batutah melakukan perjalanan lautnya dan singgah di Kesultanan Samudera Pasai, Sumatera. Kedatangannya disambut Amit (Panglima) Daulasah, Kadi Syarif Amir Sayyir asy-Syrazi.
Tidak hanya itu, dia juga disambut oleh Tajuddin al-Asbahani dan sejumlah ahli fiqih atas perintah Sultan langsung.
Selama berada di Samudera Pasai, Ibnu Batutah membuat banyak catatan tentang kerajaan itu. Hingga kini, catatan itu masih digunakan sebagai rujukan dalam penulisan mengenai Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Saat kunjungan Ibnu Batutah itu, Kerajaan Islam Samudera Pasai sedang dalam masa jayanya. Perdagangan sangat pesat. Bahkan menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, dengan mata uang sendiri, berupa koin emas.
Selama berada di Kerajaan Islam Samudera Pasai, Ibnu Batutah juga bertemu dan berbicara langsung dengan Sultan Mahmud Malik Zahir. Dia melukiskan sosok Sultan sebagai orang hebat, terbuka, dan pecinta ulama.
Meski demikian, dia juga mengkritik Sultan suka berperang dan merayah demi agama. Namun begitu, sosok Sultan disebutnya orang yang sangat rendah hati, dan suka berjalan kaki saat pergi ke masjid untuk salat Jumat.
"Pada hari keempat, yaitu hari Jumat, amir Daswala datang kepada saya dan berkata: Tuan dapat memberi penghormatan kepada Sultan di serambi kerajaan di masjid, usai salat," tulisnya, seperti dikutip dari Taufik Abdulah.
Pertemuan itu berlangsung hangat. Sultan Mahmud Malik Zahir menggunakan jubah yang kerap dipakai para ulama menjabat tangan Ibnu Batutah dan bertanya tentang perjalanannya hingga ke Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Kunjungan Ibnu Batutah selama beberapa minggu di Kerajaan Islam Samudera Pasai terjadi karena adanya hubungan antara Kesultanan itu dengan pihak Dehli, di mana saat itu Ibnu Batutah merupakan seorang duta besar.
Selama berada di Sumatera, Ibnu Batutah juga sempat masuk ke wilayah pedalaman daerah itu yang ternyata masih banyak yang belum memeluk agama Islam. Di tempat ini dia menemukan perilaku masyarakat yang mengerikan.
Peristiwa itu adalah bunuh diri massal yang dilakukan budak ketika pemimpinnya mati. Setelah kunjungannya selesai di Kerajaan Islam Samudera Pasai, Ibnu Batutah melanjutkan kembali perjalanannya ke Cina.
Sampai di sini ulasan singkat Cerita Pagi, semoga bermanfaat.
Sumber tulisan:
1. Vedra Octa Samira, Sejarah Indonesia dan Dunia, Penerbit NEM, Buku Elektronik.
2. R. A. Gunadi, M. Shoelhi, Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol, Republika, Buku Elektronik.
3. Ross E. Dunn, Petualangan Ibnu Battuta, Seorang Musafir Muslim Abad ke-14, Yayasan Pusat Obor Indonesia, 2011.
4. Prof. Dr. Thomas W. Arnold, Sejarah Lengkap Penyebaran Islam, IRCiSoD, Buku Elektronik.
Melalui catatan Ibnu Batutah, diketahui gambaran mengenai kerajaan itu. Dilukiskan, Kerajaan Islam Samudera Pasai masa Sultan Mahmud Malik Zahir sebagai negeri yang hijau, dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah.
Dalam catatan Ibnu Batutah juga terungkap, bahwa Kerajaan Islam Samudera Pasai menganut mahzab Syafii.
Baca Juga
Demikian, Cerita Pagi kali ini akan mengulas sosok musafir Muslim dan ahli hukum tersohor Ibnu Batutah. Seperti apa petualangan luar biasa Ibnu Batutah hingga sampai ke Kerajaan Islam Samudera Pasai, berikut ulasan singkatnya.
Menurut profesor sejarah dari San Diego State University, Ross E. Dunn, petualangan Ibnu Batutah merentang waktu hampir 30 tahun melintasi daerah-daerah yang sama luasnya dengan 44 negara pada zaman modern.
Mengutip catatan Sir Henry Yules, sejarawan George Sarton mengatakan, bahwa Ibu Batutah telah berkelana sejauh 75.000 mil melalui daratan dan lautan. Jarak ini jauh lebih panjang dari yang pernah dilakukan oleh Marco Polo.
Ibnu Batutah memiliki nama langkap Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Lawati al Tanji. Dia lahir di Tangiers, Maroko, Afrika Utara, pada 24 Februari 1304 Masehi. Keluarganya, pemeluk agama Islam yang taat.
Petualangan Ibnu Batutah dimulai usai dirinya menjalani ibadah haji, pada usia sekitar 21 tahun, tepatnya pada 14 Juni 1325 M. Dia memulai perjalannya dengan melewati jalur darat dengan berjalan kaki, menuju ke Tunisia.
Dia tiba di Alexandria, pada 15 April 1326 M dan mendapat bantuan dari Sultan Mesir untuk ke Tanah Suci Makkah.
Bantuan uang itu tidak disia-siakan. Dia lalu melanjutkan perjalanan dengan melewati Kairo dan Aidhab. Namun, karena banyaknya penyamun, dia kembali ke Kairo dan meneruskan perjalanan lewat Gaza, terus ke Yerusalem.
Dari Yerusalem, dia terus menuju ke Hammah, Aleppo, Damaskus, Syria dan Makkah. Saat berada di Makkah, Ibnu Batutah bertemu banyak jamaah haji dari berbagai negara. Dari sinilah, petualangan menjelajahi dunia dia lakukan.
Saat tiba di India, Ibnu Batutah disambut oleh Sultan Dehli, Muhammad bin Tuqluq dan diangkat sebagai hakim. Di India, Ibnu Batutah tinggal selama delapan tahun. Dia lalu diangkat menjadi Duta Besar untuk Kekaisaran Cina.
Dalam perjalanan ke Cina inilah, Ibnu Batutah melakukan perjalanan lautnya dan singgah di Kesultanan Samudera Pasai, Sumatera. Kedatangannya disambut Amit (Panglima) Daulasah, Kadi Syarif Amir Sayyir asy-Syrazi.
Tidak hanya itu, dia juga disambut oleh Tajuddin al-Asbahani dan sejumlah ahli fiqih atas perintah Sultan langsung.
Selama berada di Samudera Pasai, Ibnu Batutah membuat banyak catatan tentang kerajaan itu. Hingga kini, catatan itu masih digunakan sebagai rujukan dalam penulisan mengenai Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Saat kunjungan Ibnu Batutah itu, Kerajaan Islam Samudera Pasai sedang dalam masa jayanya. Perdagangan sangat pesat. Bahkan menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, dengan mata uang sendiri, berupa koin emas.
Selama berada di Kerajaan Islam Samudera Pasai, Ibnu Batutah juga bertemu dan berbicara langsung dengan Sultan Mahmud Malik Zahir. Dia melukiskan sosok Sultan sebagai orang hebat, terbuka, dan pecinta ulama.
Meski demikian, dia juga mengkritik Sultan suka berperang dan merayah demi agama. Namun begitu, sosok Sultan disebutnya orang yang sangat rendah hati, dan suka berjalan kaki saat pergi ke masjid untuk salat Jumat.
"Pada hari keempat, yaitu hari Jumat, amir Daswala datang kepada saya dan berkata: Tuan dapat memberi penghormatan kepada Sultan di serambi kerajaan di masjid, usai salat," tulisnya, seperti dikutip dari Taufik Abdulah.
Pertemuan itu berlangsung hangat. Sultan Mahmud Malik Zahir menggunakan jubah yang kerap dipakai para ulama menjabat tangan Ibnu Batutah dan bertanya tentang perjalanannya hingga ke Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Kunjungan Ibnu Batutah selama beberapa minggu di Kerajaan Islam Samudera Pasai terjadi karena adanya hubungan antara Kesultanan itu dengan pihak Dehli, di mana saat itu Ibnu Batutah merupakan seorang duta besar.
Selama berada di Sumatera, Ibnu Batutah juga sempat masuk ke wilayah pedalaman daerah itu yang ternyata masih banyak yang belum memeluk agama Islam. Di tempat ini dia menemukan perilaku masyarakat yang mengerikan.
Peristiwa itu adalah bunuh diri massal yang dilakukan budak ketika pemimpinnya mati. Setelah kunjungannya selesai di Kerajaan Islam Samudera Pasai, Ibnu Batutah melanjutkan kembali perjalanannya ke Cina.
Sampai di sini ulasan singkat Cerita Pagi, semoga bermanfaat.
Sumber tulisan:
1. Vedra Octa Samira, Sejarah Indonesia dan Dunia, Penerbit NEM, Buku Elektronik.
2. R. A. Gunadi, M. Shoelhi, Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol, Republika, Buku Elektronik.
3. Ross E. Dunn, Petualangan Ibnu Battuta, Seorang Musafir Muslim Abad ke-14, Yayasan Pusat Obor Indonesia, 2011.
4. Prof. Dr. Thomas W. Arnold, Sejarah Lengkap Penyebaran Islam, IRCiSoD, Buku Elektronik.
(san)