Dikutuk Brahma Purwa karena Culik Ken Dedes Anaknya, Tunggul Ametung Tewas Ditikam Keris Sakti Mpu Gandring
loading...
A
A
A
JAKARTA - Niat Tunggul Ametung untuk menguasai Kerajaan Kediri dihentikan oleh Ken Arok, pengawal pribadinya. Disaksikan Ken Dedes istrinya, Tunggul Ametung mati ditikam Ken Arok dengan menggunakan keris sakti buatan Mpu Gandring.
Dalam Pararaton, dikisahkan bagaimana keris sakti buatan Mpu Gandring itu menghabisi tujuh nyawa lelaki yang berambisi menjadi raja. Semuanya terkena warisan kutukan.
Dikisahkan, Tunggul Ametung adalah akuwu Tumapel. Tumapel sendiri merupakan pecahan dari kerajaan besar, yaitu Kerajaan Jenggala yang hancur diserang Kerajaan Kadiri. Saat Kediri diperintah Kertajaya (1185-1222), Tunggul Ametung direkomendasi jadi akuwu Tumapel. Jabatan akuwu, kala itu, setara dengan camat di masa sekarang.
Dalam buku berjudul ‘Hitam Putih Ken Arok dari Kejayaan hingga Keruntuhan’ tulisan Muhammad Syamsuddin, disebutkan bahwa Tunggul Ametung adalah seorang Hindu dari kasta sudra. Berkat bantuan Kertajaya dari Kediri itu, Ametung naik kelas.
Disebutkan pula bahwa Ametung dan Kertajaya mempunyai kesamaan karakter. Keduanya sama-sama berwatak keras dan kerap cenderung memeras dan merampas milik orang lain. Dan sifat yang paling buruk dari keduanya adalah kecenderungan menistakan para kaum brahma atau pendeta agama Hindu.
Padahal dalam kitab Kutara Manawa ada peraturan yang melarang para pejabat yang berkuasa untuk merampas, terutama milik Brahma atau pendeta. Dan jika sampai melanggar, pejabat tersebut akan mati karea kutukan. Baca juga: Kutukan Keris Sakti Mpu Gandring dan Terbunuhnya 7 Tokoh Kerajaan Singasari
Ambisi Membawa Petaka
Saat menjabat akuwu di Tumapel, Tunggul Ametung menerapkan kewajiban pajak tinggi kepada rakyatnya. Ini menimbulkan gejolak sosial. Muncul pertikaian dan perampokan di mana-mana. Geng perampok paling terkenal adalah kelompok yang dipimpin Ken Arok. Para perampok bahkan kerap mengadang dan merampas upeti atau pajak yang hendak dibawa ke Kerajaan Kediri.
Kurangnya upeti membuat Raja Kertajaya marah. Tunggul Ametung terancam disingkirkan jika tidak bisa mengatasi kekacauan di wilayahnya. Di tengah situasi ini, Tunggul Ametung didatangi seorang brahma atau resi yang memberi solusi kepada Ametung dalam meraih impian kekuasaan.
Dalam Pararaton, dikisahkan bagaimana keris sakti buatan Mpu Gandring itu menghabisi tujuh nyawa lelaki yang berambisi menjadi raja. Semuanya terkena warisan kutukan.
Dikisahkan, Tunggul Ametung adalah akuwu Tumapel. Tumapel sendiri merupakan pecahan dari kerajaan besar, yaitu Kerajaan Jenggala yang hancur diserang Kerajaan Kadiri. Saat Kediri diperintah Kertajaya (1185-1222), Tunggul Ametung direkomendasi jadi akuwu Tumapel. Jabatan akuwu, kala itu, setara dengan camat di masa sekarang.
Dalam buku berjudul ‘Hitam Putih Ken Arok dari Kejayaan hingga Keruntuhan’ tulisan Muhammad Syamsuddin, disebutkan bahwa Tunggul Ametung adalah seorang Hindu dari kasta sudra. Berkat bantuan Kertajaya dari Kediri itu, Ametung naik kelas.
Disebutkan pula bahwa Ametung dan Kertajaya mempunyai kesamaan karakter. Keduanya sama-sama berwatak keras dan kerap cenderung memeras dan merampas milik orang lain. Dan sifat yang paling buruk dari keduanya adalah kecenderungan menistakan para kaum brahma atau pendeta agama Hindu.
Padahal dalam kitab Kutara Manawa ada peraturan yang melarang para pejabat yang berkuasa untuk merampas, terutama milik Brahma atau pendeta. Dan jika sampai melanggar, pejabat tersebut akan mati karea kutukan. Baca juga: Kutukan Keris Sakti Mpu Gandring dan Terbunuhnya 7 Tokoh Kerajaan Singasari
Ambisi Membawa Petaka
Saat menjabat akuwu di Tumapel, Tunggul Ametung menerapkan kewajiban pajak tinggi kepada rakyatnya. Ini menimbulkan gejolak sosial. Muncul pertikaian dan perampokan di mana-mana. Geng perampok paling terkenal adalah kelompok yang dipimpin Ken Arok. Para perampok bahkan kerap mengadang dan merampas upeti atau pajak yang hendak dibawa ke Kerajaan Kediri.
Kurangnya upeti membuat Raja Kertajaya marah. Tunggul Ametung terancam disingkirkan jika tidak bisa mengatasi kekacauan di wilayahnya. Di tengah situasi ini, Tunggul Ametung didatangi seorang brahma atau resi yang memberi solusi kepada Ametung dalam meraih impian kekuasaan.