Aktivis Tuntut Polresta Malang Kota Bebaskan Mahasiswa dan Buruh

Sabtu, 25 April 2020 - 17:04 WIB
loading...
Aktivis Tuntut Polresta...
Istri almarhum Munir, Suciwati, dan sejumlah aktivis di Malang Raya, mendatangi Polresta Malang Kota, Sabtu (25/4/2020) untuk menuntut pembebasan terhadap tiga aktivis yang ditahan polisi. Foto/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
MALANG - Para aktivis Malang Raya, mendatangi Polresta Malang Kota, Sabtu (25/4/2020). Mereka menuntut pembebasan terhadap tiga aktivis yang ditangkap dan ditahan oleh polisi sejak Senin (20/4/2020).

Ketiga aktivis yang ditahan dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Malang Kota, terdiri dari dua mahasiswa dan seorang buruh harian lepas.

Mereka ditangkap, karena diduga melakukan aksi provokasi di tengah pandemi COVID-19.

Dua mahasiswa itu diketahui berinisial MAA (20) warga Dusun Bugis, Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, dan AFF (22) warga Dukuh Tengah, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Sementara buruh harian lepas yang turut ditahan berinisial SRA (20) warga Dusun Krajan, Kelurahan Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Rombongan aktivis yang tergabung dalam Aksi Kamisan Malang tersebut, dipimpin istri almarhum aktivis HAM, Munis, Suciwati. Mereka menyerahkan surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Polisi Idam Azis.

Perwakilan para pegiat HAM dan anti korupsi ini hanya bisa berdiri di teras Markas Polresta Malang, dengan pengawalan sejumlah aparat kepolisian. “Kami menuntut pembebasan terhadap Ahmad Fitron Fernanda, M Alfian Aris Subakti, dan Saka Ridho,” tegas Suciwati.

Baginya, tindakan yang diambil tim penyidik Polresta Malang Kota, sangat semena-mena dan berjalan tidak demokratis. Ada pelanggaran hak azasi manusia dalam penanganan ketiga aktivis tersebut, karena proses penangkapan dan penahanannya tidak melalui prosedur yang jelas. “Ini sama saja dengan penculikan,” ujar Suciwati.

Penangkapan terhadap ketiga aktivis tersebut, menurut Suciwati cenderung direkayasa, dan tidak didasari dengan dalil yang kuat, serta aturan hukum yang jelas. “Ketiganya merupakan intelektual muda penerus bangsa yang aktif dan kritis dalam membangun demokrasi Indonesia,” kata dia.

Suciwati juga mengingatkan institusi Polri untuk lebih bersikap profesional dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya sebagai lembagai penegak hukum, serta pengayom masyarakat. Polri juga harus menghentikan segala bentuk praktik penangkapan masyarakat tanda adanya bukti yang jelas dan cukup.

Sebelumnya, tim penyidik Satreskrim Polresta Malang Kota, telah menjerat ketiga tersangka tersebut dengan pasal 14, 15 UU No. 1/1946 dan atau pasal 160 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun.

Kapolresta Malang Kota, Komisaris Besar Leonardus Simarmata menyebutkan, ketiganya dinilai telah melakukan aksi provokasi, sehingga meresahkan masyarakat di tengah pandemi COVID-19. Yakni, melakukan aksi corat-coret di dinding dengan kata-kata provokatif "Tegalrejo Melawan".

“Aksi corat-coret itu dilakukan di enam titik, yakni di Jalan Sunandar Priyo Sudarmo, Jalan LA. Sucipto, Jalan A. Yani Utara, Jalan Jaksa Agung Suprapto, dan Underpass Karanglo,” ujar perwira menengah Polri yang akrab disapa Leo ini.

Tersangka MAA dan SRA disebut Leo, menjadi yang berinisiatif serta melakukan aksi pencoretan tersebut. Sementara tersangka AFF berperan mengawasi saat melakukan aksi pencoretan. "Cat semprot dibeli oleh tersangka MAA," kata dia.

Aksi para pelaku tersebut, berdasarkan hasil penyidikan sementara, dilandasi oleh rasa tidak terima para pelaku terhadap kapitalisme, sehingga memprovokasi masyarakat untuk melawan terhadap kaum kapitalisme yang dirasa merugikan.

Pelaku ditangkap pada 19 April 2020, dan ditahan mulai 20 April 2020. Sejumlah barang bukti turut disita dari para tersangka, antara lain tiga buah handphone, tiga buah helm, satu sepeda motor matik bernomor polisi N 2486 HO, sket tulisan dari karton bertuliskan "Tegalrejo Melawan", sepatu, cat semprot, dan dokumentasi tulisan.

Leo menyebutkan, sudah ada tujuh saksi yang kami periksa, termasuk meminta keterangan dari saksi ahli. Para tersangka juga sudah mendapatkan pendampingan hukum. “Kami juga mempersilakan pendamping hukum tersangka menguji kami, wadahnya pra peradilan,” kata Leo.

Leo enggan merinci keterlibatan tiga tersangka ini dengan jaringan Anarko Sindikalis, yang sebelumnya sudah ditangani Mabes Polri, karena itu bagian dari materi penyidikan yang sedang dijalankan oleh tim penyidik.

Terkait kedatangan para aktivis yang dipimpin Suciwati, Leo mengatakan, bakal menemuinya untuk berdialog, namun hal itu tidak akan memengaruhi proses hukum yang saat ini sedang berjalan.

Orang tua salah satu tersangka, Samuji (53) menginginkan anaknya segera bisa dibebaskan. Selama ini anaknya hanya bekerja sebagai buruh di pabrik pengolahan rumput laut di Singosari, Kabupaten Malang.

“Dia anak pertama dari tiga bersaudara. Sejak lulus SMK tahun 2018 silam, anak saya langsung bekerja di pabrik pengolahan rumput laut. Selama ini anaknya pendiam dan tidak neko-neko. Saya berharap anak saya segera dibebaskan,” kata pria yang mengaku bekerja sebagai kuli bangunan ini.
(nth)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1580 seconds (0.1#10.140)