Sidang Tipikor, Saksi Nilai Terdakwa Qurnia Ahmad Bukhari Jalankan Tugas
loading...
A
A
A
SERANG - Sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan yang di Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), di Pengadilan Tipikor Serang, menguak fakta baru.
Pada sidang ke-5 tersebut, para saksi menilai salah satu terdakwa, yakni Qurnia Ahmad Buchari telah menjalankan tugasnya sebagai pejabat Bea Cukai. Qurnia merupakan mantan Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai I pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C, Soetta.
Qurnia dan mantan bawahannya, yaitu Vincentius Istiko Murtiadji didakwa oleh tim JPU telah menyalahgunakan kekuasannya sebagai pejabat yang berwenang, dengan melakukan pelayanan dan pengawasan terhadap Perusahaan Jasa Titipan dan Tempat Penimbunan Sementara.
Namun pada persidangan yang digelar Rabu kemarin, Rahmat Handoko selaku Kepala Seksi Pabean 1 Bidang Pelayanan pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Dan Cukai Type C Soetta, justru menilai Qurnia telah melaksanakan tugasnya sesuai aturan.
Di persidangan, Rahmat yang dihadirkan sebagai saksi dari Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan dasar hukum terkait kegiatan monitoring dan evaluasi dari pejabat Bea Cukai terhadap Perusahaan Jasa Titipan dan Tempat Penimbunan Sementara.
Sebagai informasi, Qurnia dan Istiko berwenang dalam beberapa hal di Bea Cukai Soetta, di antaranya melakukan monitoring dan evaluasi PJT dan TPS, berwenang meneruskan temuan pelanggaran kepabeanan dan denda kepabeanan kepada Bidang Penindakan dan Penyidikan, serta kepala kantor.
Kasus ini mencuat akibat Istiko menerima aliran uang dari PT Sinergi Karya Kharisma, salah satu PJT yang beroperasi di Soetta, sebanyak 13 kali pada waktu-waktu tertentu tahun 2020 dan 2021.
Angka yang dituduhkan diterima menjadi perdebatan di persidangan, karena PT SKK sebagai saksi pelapor dalam kasus ini mengakui telah memberikan uang sebesar Rp3,4 Miliar. Sementara Istiko mengakui hanya menerima Rp1,1 Miliar.
Alih-alih bertanggung jawab, Istiko justru menyeret mantan atasannya Qurnia dengan menyebutkan, bahwa uang haram tersebut diminta dari PT SKK atas perintah Qurnia. Beberapa surat berkop resmi KPU BC Soetta, nota dinas dan keterangan saksi dijadikan alat oleh Tim JPU untuk mendakwa Qurnia melakukan pemerasan.
Qurnia, dalam beberapa persidangan mengungkapkan dirinya dijebak dalam sebuah konspirasi untuk menutupi pelanggaran kepabeanan yg dilakukan SKK dan justru saksi pelapor yakni PT SKK melakukan pelanggaran Kepabeanan yang berpotensi merugikan pendapatan negara.
Dalam beberapa kali persidangan, Qurnia menyatakan dirinya hanya bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sesuai peraturan yang ditetapkan.
Anehnya, meskipun didakwa memeras oleh jaksa, hingga persidangan ke-5, tak ada satu pun saksi yang pernah berkata bahwa aliran uang tersebut mengalir ke Qurnia.
Sebagai informasi, di persidangan sebelumnya, justru Istiko dan beberapa rekannya di Bea Cukai mengakui aliran uang haram tersebut diterima ke rekan-rekan satu angkatan di masa kuliah.
Tim JPU, dalam dakwaannya mengusung beberapa nota dinas yang terkait dengan wewenang Qurnia. Saksi di sidang kemarin dihadirkan, kata jaksa karena dapat menjelaskan proses bisnis Bea Cukai di Soetta, dengan posisi mereka sebagai pejabat di instansi pemerintah tersebut.
Dijelaskan, bahwa landasan pejabat Bea Cukai melakukan Monev dan pengawasan di TPS adalah untuk menjalankan amanat peraturan oleh Menteri Keuangan No. 199 Tahun 2019, PMK No. 109 Tahun 2020 dan Perdirjen No. 10 Tahun 2020.
Saksi Rahmat, yang tidak pernah bekerja secara berdampingan dengan Qurnia di Bea Cukai Soetta, menjelaskan jika ada indikasi pelanggaran, maka prosedur instansi pemerintah tersebut adalah petugas berwenang menyampaikan secara berjenjang ke kepala kantor.
Terkait surat peringatan, apabila TPS belum memenuhi persyaratan, misalnya terkait inventory, maupun akses CCTV semuanya haruslah ditanda tangani Kepala Kantor dan PJT wajib menindaklanjuti dalam waktu 30 hari.
“Apakah selalu disampaikan secara berjenjang kepada Kepala Kantor?,” tanya Qurnia, yang dijawab Rahmat “Betul."
Qurnia merasa dijebak karena beberapa nota dinas yang disita jaksa dan surat menyurat kantornya dijadikan bukti pemerasan. Padahal, menurut dirinya, semua nota dinas yang terkait dengan wewenangnya selalu dilakukan secara formal dan sudah sesuai peraturan.
Ketika menanyai saksi terkait indikasi pelanggaran, seperti tidak adanya barang dalam TPS, apakah betul bahwa hal ini perlu diinformasikan ke bidang terkait yakni P2, yakni Penindakan dan Penyidikan untuk dilakukan penelitian lebih mendalam dan ditembuskan ke kepala kantor.
Sedangkan mekanisme penyampaian informasi kepada PJT, terkait hasil monev disampaikan dengan surat yg ditandatangani oleh kepala kantor. Saksi Rahmat menjawab, "Betul."
Sementara itu, saksi lainnya yakni Sahat Butar-butar yang merupakan mantan Kasi Pabean dan Cukai 2 pada KPU Bea Dan Cukai Type C Soetta, yang juga pernah bekerja sebagai bawahan Qurnia mengatakan, mantan atasannya tersebut tidak pernah menyuruhnya meminta uang kepada PJT.
Di persidangan Rabu kemarin, Qurnia justru mengungkapkan beberapa nota dinas untuk PT SKK harus ditindaklanjuti oleh KPU Bea dan Cukai Soetta, karena dapat menyebabkan kerugian keuangan negara.
"Berarti pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan oleh perusahaan (PT SKK). Nah, mengapa tidak ditindaklanjuti, atau di tanyakan kepada bidang P2 nya. Masih ada beberapa pelanggaran yang perlu ditindaklanjuti Kepala Kantor, padahal berpotensi merugikan keuangan negara," ungkapnya.
Sebelumnya, Qurnia juga mengungkapkan selama ini Dirut PT SKK telah banyak memberikan uang suap kepada sejumlah teman seangkatan Kepala Kantor Bea Cukai Soetta, untuk menghentikan Monev melalui terdakwa Vincentius Istiko Murtiadji, dan Arief Andrian selaku Kasi Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai.
"Hasil Monev PT SKK, menemukan adanya indikasi pelanggaran kepabeanan berupa pengeluaran barang impor secara ilegal dan penukaran barang impor di TPS SKK, yang mengakibatkan potensi kerugian negara dari pajak impor dan denda," ungkapnya.
Bahkan sebelumnya PT SKK pernah dikenakan denda sebesar 250 juta rupiah akibat mengeluarkan barang impor sebelum persetujuan pejabat beacukai dan terbukti melanggar pasal 10 a ayat 8 undang undang kepabeanan. Dibuktikan dengan surat pengenaan sanksi administrasi nomor 007 tgl 30 november 2020 yg ditandatangani kepala kantor.
Sebelumnya, Perusahaan Jasa Titipan (PJT) PT Sinergi Karya Kharisma (PT SKK) membantah tudingan yang menyebut bahwa jajarannya terlibat dalam praktik mafia impor.
Pernyataan ini disampaikan, menyusul persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Banten, beberapa waktu lalu yang menghadirkan terdakwa kasus pemerasan di Bandara Soetta.
“PT SKK dengan tegas membantah tudingan tersebut, dan menyatakan senantiasa berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dalam membongkar praktik pungli di lingkungan bandara, yang menyasar PJT sebagai korban,” ujar Agus Dwi Prasetyo dan Panji Satria Utama, pengacara dan konsultan hukum dari firma hukum ADP Counsellors at Law selaku kuasa hukum PT SKK.
Panji menegaskan, PT SKK menolak keras segala bentuk tuduhan tanpa bukti, serta tendensi untuk menjatuhkan nama baik dan kredibilitas perusahaan.
Dia menjelaskan, dalam beberapa waktu terakhir, muncul berbagai pemberitaan yang memuat pernyataan terdakwa kasus tindak pidana korupsi pemerasan di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Soetta.
“Tuduhan tersebut tidak berdasar, mengada-ada, dan berpotensi merugikan klien kami, serta dapat memengaruhi citra klien kami di mata rekan bisnisnya,” bebernya.
Dilanjutkan dia, jajaran PT SKK adalah saksi korban yang melaporkan peristiwa tersebut kepada DJBC, dan telah ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dengan baik.
Lihat Juga: Viral! Lansia di Pekanbaru Diduga Diperas 3 Oknum Satpol PP, Polisi Lakukan Penyelidikan
Pada sidang ke-5 tersebut, para saksi menilai salah satu terdakwa, yakni Qurnia Ahmad Buchari telah menjalankan tugasnya sebagai pejabat Bea Cukai. Qurnia merupakan mantan Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai I pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C, Soetta.
Qurnia dan mantan bawahannya, yaitu Vincentius Istiko Murtiadji didakwa oleh tim JPU telah menyalahgunakan kekuasannya sebagai pejabat yang berwenang, dengan melakukan pelayanan dan pengawasan terhadap Perusahaan Jasa Titipan dan Tempat Penimbunan Sementara.
Namun pada persidangan yang digelar Rabu kemarin, Rahmat Handoko selaku Kepala Seksi Pabean 1 Bidang Pelayanan pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Dan Cukai Type C Soetta, justru menilai Qurnia telah melaksanakan tugasnya sesuai aturan.
Di persidangan, Rahmat yang dihadirkan sebagai saksi dari Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan dasar hukum terkait kegiatan monitoring dan evaluasi dari pejabat Bea Cukai terhadap Perusahaan Jasa Titipan dan Tempat Penimbunan Sementara.
Sebagai informasi, Qurnia dan Istiko berwenang dalam beberapa hal di Bea Cukai Soetta, di antaranya melakukan monitoring dan evaluasi PJT dan TPS, berwenang meneruskan temuan pelanggaran kepabeanan dan denda kepabeanan kepada Bidang Penindakan dan Penyidikan, serta kepala kantor.
Kasus ini mencuat akibat Istiko menerima aliran uang dari PT Sinergi Karya Kharisma, salah satu PJT yang beroperasi di Soetta, sebanyak 13 kali pada waktu-waktu tertentu tahun 2020 dan 2021.
Angka yang dituduhkan diterima menjadi perdebatan di persidangan, karena PT SKK sebagai saksi pelapor dalam kasus ini mengakui telah memberikan uang sebesar Rp3,4 Miliar. Sementara Istiko mengakui hanya menerima Rp1,1 Miliar.
Alih-alih bertanggung jawab, Istiko justru menyeret mantan atasannya Qurnia dengan menyebutkan, bahwa uang haram tersebut diminta dari PT SKK atas perintah Qurnia. Beberapa surat berkop resmi KPU BC Soetta, nota dinas dan keterangan saksi dijadikan alat oleh Tim JPU untuk mendakwa Qurnia melakukan pemerasan.
Qurnia, dalam beberapa persidangan mengungkapkan dirinya dijebak dalam sebuah konspirasi untuk menutupi pelanggaran kepabeanan yg dilakukan SKK dan justru saksi pelapor yakni PT SKK melakukan pelanggaran Kepabeanan yang berpotensi merugikan pendapatan negara.
Dalam beberapa kali persidangan, Qurnia menyatakan dirinya hanya bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sesuai peraturan yang ditetapkan.
Anehnya, meskipun didakwa memeras oleh jaksa, hingga persidangan ke-5, tak ada satu pun saksi yang pernah berkata bahwa aliran uang tersebut mengalir ke Qurnia.
Sebagai informasi, di persidangan sebelumnya, justru Istiko dan beberapa rekannya di Bea Cukai mengakui aliran uang haram tersebut diterima ke rekan-rekan satu angkatan di masa kuliah.
Tim JPU, dalam dakwaannya mengusung beberapa nota dinas yang terkait dengan wewenang Qurnia. Saksi di sidang kemarin dihadirkan, kata jaksa karena dapat menjelaskan proses bisnis Bea Cukai di Soetta, dengan posisi mereka sebagai pejabat di instansi pemerintah tersebut.
Dijelaskan, bahwa landasan pejabat Bea Cukai melakukan Monev dan pengawasan di TPS adalah untuk menjalankan amanat peraturan oleh Menteri Keuangan No. 199 Tahun 2019, PMK No. 109 Tahun 2020 dan Perdirjen No. 10 Tahun 2020.
Saksi Rahmat, yang tidak pernah bekerja secara berdampingan dengan Qurnia di Bea Cukai Soetta, menjelaskan jika ada indikasi pelanggaran, maka prosedur instansi pemerintah tersebut adalah petugas berwenang menyampaikan secara berjenjang ke kepala kantor.
Terkait surat peringatan, apabila TPS belum memenuhi persyaratan, misalnya terkait inventory, maupun akses CCTV semuanya haruslah ditanda tangani Kepala Kantor dan PJT wajib menindaklanjuti dalam waktu 30 hari.
“Apakah selalu disampaikan secara berjenjang kepada Kepala Kantor?,” tanya Qurnia, yang dijawab Rahmat “Betul."
Qurnia merasa dijebak karena beberapa nota dinas yang disita jaksa dan surat menyurat kantornya dijadikan bukti pemerasan. Padahal, menurut dirinya, semua nota dinas yang terkait dengan wewenangnya selalu dilakukan secara formal dan sudah sesuai peraturan.
Ketika menanyai saksi terkait indikasi pelanggaran, seperti tidak adanya barang dalam TPS, apakah betul bahwa hal ini perlu diinformasikan ke bidang terkait yakni P2, yakni Penindakan dan Penyidikan untuk dilakukan penelitian lebih mendalam dan ditembuskan ke kepala kantor.
Sedangkan mekanisme penyampaian informasi kepada PJT, terkait hasil monev disampaikan dengan surat yg ditandatangani oleh kepala kantor. Saksi Rahmat menjawab, "Betul."
Sementara itu, saksi lainnya yakni Sahat Butar-butar yang merupakan mantan Kasi Pabean dan Cukai 2 pada KPU Bea Dan Cukai Type C Soetta, yang juga pernah bekerja sebagai bawahan Qurnia mengatakan, mantan atasannya tersebut tidak pernah menyuruhnya meminta uang kepada PJT.
Di persidangan Rabu kemarin, Qurnia justru mengungkapkan beberapa nota dinas untuk PT SKK harus ditindaklanjuti oleh KPU Bea dan Cukai Soetta, karena dapat menyebabkan kerugian keuangan negara.
"Berarti pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan oleh perusahaan (PT SKK). Nah, mengapa tidak ditindaklanjuti, atau di tanyakan kepada bidang P2 nya. Masih ada beberapa pelanggaran yang perlu ditindaklanjuti Kepala Kantor, padahal berpotensi merugikan keuangan negara," ungkapnya.
Sebelumnya, Qurnia juga mengungkapkan selama ini Dirut PT SKK telah banyak memberikan uang suap kepada sejumlah teman seangkatan Kepala Kantor Bea Cukai Soetta, untuk menghentikan Monev melalui terdakwa Vincentius Istiko Murtiadji, dan Arief Andrian selaku Kasi Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai.
"Hasil Monev PT SKK, menemukan adanya indikasi pelanggaran kepabeanan berupa pengeluaran barang impor secara ilegal dan penukaran barang impor di TPS SKK, yang mengakibatkan potensi kerugian negara dari pajak impor dan denda," ungkapnya.
Bahkan sebelumnya PT SKK pernah dikenakan denda sebesar 250 juta rupiah akibat mengeluarkan barang impor sebelum persetujuan pejabat beacukai dan terbukti melanggar pasal 10 a ayat 8 undang undang kepabeanan. Dibuktikan dengan surat pengenaan sanksi administrasi nomor 007 tgl 30 november 2020 yg ditandatangani kepala kantor.
Sebelumnya, Perusahaan Jasa Titipan (PJT) PT Sinergi Karya Kharisma (PT SKK) membantah tudingan yang menyebut bahwa jajarannya terlibat dalam praktik mafia impor.
Pernyataan ini disampaikan, menyusul persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Banten, beberapa waktu lalu yang menghadirkan terdakwa kasus pemerasan di Bandara Soetta.
“PT SKK dengan tegas membantah tudingan tersebut, dan menyatakan senantiasa berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dalam membongkar praktik pungli di lingkungan bandara, yang menyasar PJT sebagai korban,” ujar Agus Dwi Prasetyo dan Panji Satria Utama, pengacara dan konsultan hukum dari firma hukum ADP Counsellors at Law selaku kuasa hukum PT SKK.
Panji menegaskan, PT SKK menolak keras segala bentuk tuduhan tanpa bukti, serta tendensi untuk menjatuhkan nama baik dan kredibilitas perusahaan.
Dia menjelaskan, dalam beberapa waktu terakhir, muncul berbagai pemberitaan yang memuat pernyataan terdakwa kasus tindak pidana korupsi pemerasan di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Soetta.
“Tuduhan tersebut tidak berdasar, mengada-ada, dan berpotensi merugikan klien kami, serta dapat memengaruhi citra klien kami di mata rekan bisnisnya,” bebernya.
Dilanjutkan dia, jajaran PT SKK adalah saksi korban yang melaporkan peristiwa tersebut kepada DJBC, dan telah ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dengan baik.
Lihat Juga: Viral! Lansia di Pekanbaru Diduga Diperas 3 Oknum Satpol PP, Polisi Lakukan Penyelidikan
(san)