Kisah Maria Walanda Maramis, Pejuang Emansipasi Wanita dari Minahasa

Minggu, 08 Mei 2022 - 06:04 WIB
loading...
A A A
Selanjutnya Maria Walanda Maramis menikah dengan Joseph Frederick Caselung Walanda, seorang guru bahasa pada tahun 1890. Setelah pernikahannya dengan Walanda, ia lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis. Mereka mempunyai tiga anak perempuan.

Dua anak mereka dikirim ke sekolah guru di Betawi (Jakarta). Ide, opini, dan pemikiran Maria Walanda Maramis dituliskannya di sebuah surat kabar setempat bernama Tjahaja Siang. Dalam artikel-artikelnya, ia menunjukkan pentingnya peranan ibu dalam keluarga seperti mengasuh dan menjaga kesehatan anggota-anggota keluarganya.

Menurut Maria Walanda Maramis, ibu juga yang memberi pendidikan awal kepada anak-anaknya. Menyadari perempuan-perempuan muda saat itu perlu dilengkapi dengan bekal untuk menjalani peranan mereka sebagai pengasuh keluarga, Maria bersama beberapa orang lain mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada tanggal 8 Juli 1917.

Tujuan organisasi ini adalah mendidik kaum wanita yang tamat sekolah dasar dalam hal-hal rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan, dan sebagainya. PIKAT bertumbuh dengan dimulainya cabang-cabang di Minahasa, seperti di Maumbi, Tondano, dan Motoling.

Cabang-cabang di Jawa juga terbentuk oleh ibu-ibu di sana seperti di Batavia, Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang, dan Surabaya. Pada tanggal 2 Juni 1918, PIKAT membuka sekolah Manado, yakni sekolah rumah tangga untuk perempuan-perempuan muda, yaitu Huishound School PIKAT.

Untuk menambah pemasukan bagi organisasi, Maria Walanda Maramis berjualan kue dan hasta karya. Semangat dan kerja keras Maria menggugah hati orang-orang terpandang untuk berdonasi. Pada tahun 1932, PIKAT mendirikan Opieiding School Var Vak Onderwijs Zeressen atau Sekolah Kejuruan Putri.

Maria Walanda Maramis juga aktif mewujudkan cita-citanya supaya kaum perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Maria yakin bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama untuk menuntut ilmu seperti laki-laki.

Selain itu, Maria Walanda Maramis juga berjuang supaya perempuan diberi tempat dalam urusan politik, misalnya hak untuk memilih dan duduk dalam keanggotaan Dewan Kota atau Volksraad.

Maria Walanda Maramis terus aktif dalam PIKAT sampai pada akhir hayatnya pada 2 April 1924. Salah satu kalimat yang terkenal dari Maria Walanda Maramis yakni, "Alangkah pahitnya bila kita hanya menyerah pada kelemahan, atau kekurangan perhatian orang lain terhadap hati nurani, serta seluruh rencana dan gagasan kita.”

Perempuan luar biasa yang telah dinobatkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional pada 20 Mei 1969 ini dimakamkan dimakamkan berdampingan dengan suaminya Joseph Frederick Caselung Walanda.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2229 seconds (0.1#10.140)