'Zona Hitam' Berkesenian di Kota Pahlawan Mati Sebelum Pandemi

Kamis, 18 Juni 2020 - 10:54 WIB
loading...
Zona Hitam Berkesenian di Kota Pahlawan Mati Sebelum Pandemi
Pelaku seni menancapkan dua peti mati ketika melakukan aksi keprihatinan bertajuk Zona Hitam, di Balai Pemuda Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/6/2020). Foto/SINDOnews/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Seniman Kota Surabaya berteriak. Bukan kelaparan akibat pandemi COVID-19, namun mereka kian terjepit di antara geliat pembangunan kota. Pelaku seni itupun sudah mati jauh sebelum wabah COVID-19 merambah di Kota Pahlawan.

(Baca juga: Balita 2 Tahun Akan Diisolasi, Keluarga Menangis Histeris )

Kematian mereka diakibatkan dari pesatnya pembangunan dan indahnya taman kota yang cukup membuat mata dunia terbelalak, tapi ternyata mengikis ruang-ruang produktif para pelaku seni.

Tentunya hal itu sangat betolak belakang dengan apa yang digariskan oleh pemerintah pusat. Disaat pemerintah pusat menggaungkan kesenian sebagai ruh dan identitas bangsa Indonesia, di Kota Surabaya malah sebaliknya.

Salah satu pelaku seni, Luhur Kayungga mengatakan, banyak ruang-ruang yang selama ini menjadi etalase kebudayaan khas Surabaya terlidas. Seperti Taman Hiburan Remaja (THR) misalnya, di sana merupakan kantong para pelaku seni tradisi Ludruk. Namun saat ini nafas itu sudah sirna begitu saja tanpa ada kejelasan.

"Nah saya pikir itu kan juga sebagai suatu etalase sebenarnya. Ketika orang berkunjung ke Surabaya, dan ingin tahu tentang kesenian Ludruk mestinya harus ke THR. Kemudian ada penutupan-penutupan sepihak. Saya kira itu menjadi suatu keprihatinan," katanya kepada SINDOnews.com saat ditemui di sela aksi keprihatinan, di Balai Pemuda Surabaya.

Bukan hanya THR, banyak kantong-kantong kesenian lain yang juga dimatikan. Seperti Taman Remaja yang selama ini sudah melahirkan banyak musisi-musisi kondang dari Surabaya. Bahkan jebolan Taman Remaja itu mampu mengangkat citra masyarakat dikancah nasioanal, namun saat ini Taman Remaja ditutup tanpa kejelasan.

Kemudian rumah sejarah, rumah pidato Bung Tomo ini hilang begitu saja namun tidak menjadi satu persoalan yang ditangani serius. "Kota Surabaya tumbuh sebagai kota megapolitan yang justru tidak seiring dengan pertumbuhan kebudayaan atau kesenian," ungkapnya.

(Baca juga: Anthony Joshua vs Tyson Fury di Bawah Ancaman Oleksandr Usyk )

Saat ini, kata Luhur, satu-satunya masih bertahan adalah Balai Pemuda. Namun ia mencium ada upaya dari Pemkot Surabaya untuk menutup. Ada perencanaan penutupan yang cukup massif mulai dirasakan oleh para seniman. Termasuk adanya pembiaran galeri yang sudah tujuh tahun tidak ada penanganan, padahal sudah dilaporkan resmi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1667 seconds (0.1#10.140)