Harga Kedelai Impor Melambung Tinggi, Pengrajin Tempe Benguk Kebanjiran Rezeki

Kamis, 24 Februari 2022 - 10:11 WIB
loading...
Harga Kedelai Impor Melambung Tinggi, Pengrajin Tempe Benguk Kebanjiran Rezeki
Para produsen tempe benguk kebanjiran rezeki, saat harga kedelai impor melambung tinggi. Foto/iNews TV/Kismaya Wibowo
A A A
GUNUNGKIDUL - Melambungnya harga kedelai impor, membuat kalang kabut para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) tempe dan tahu. Kondisi ini tidak berlaku bagi pembuat tempe benguk tradisional di Kabupaten Gunungkidul, Jogjakarta.



Para pengrajin tempe benguk justru tetap eksis di tengah gemburan harga kedelai impor. Dengan harga bahan baku murah, benguk juga cocok digunakan sebagai bahan alternatif pengganti tempe kedelai.



Tempe benguk dihasilkan dari bahan pangan lokal bernama benguk, yakni jenis kacang-kacangan berwarna gelap yang banyak tumbuh di tanah wilayah Kabupaten Gunungkidul. Secara tekstur, benguk mirip dengan kedelai.



Melalui proses pengolahan yang hampir sama dengan kedelai, benguk bisa diolah menjadi tempe dengan rasa yang khas dan nikmat. Bagi pengrajin tempe benguk di Kalurahan Kepek, tingginya harga kedelai impor, menjadi peluang tersendiri bagi tempe benguk karena banyak diburu konsumen.

Bahkan para pengrajin tempe benguk, justru kebanjiran pesanan karena harga kedelai impor yang sudah tidak terkendali lagi. Sujilah salah satu pembuat tempe benguk mengaku, sama sekali tidak merasakan dampak kenaikan harga kedelai. Bahkan, tempe benguk makin laris di pasaran sebagai alternatif pengganti tempe kedelai.

"Harga bahan baku tempe benguk masih sangat terjangkau. Untuk tiap 1 kg benguk mentah harganya hanya Rp7.000 saja. Jauh lebih murah dibanding harga kedelai impor di pasaran saat ini yang menembus angka Rp15-20 ribu per kg," tuturnya.



Menurut Sujilah yang sudah puluhan tahun menekuni pembuatan tempe benguk, proses pembuatan tempe benguk terbilang mudah, hampir sama dengan proses tempe kedelai. "Untuk menciptakan rasa khas, tempe ini dikemas menggunakan daun jati. Setiap 1 kg bahan benguk mentah, bisa menghasilkan 70-80 bungkus tempe," terangnya.

Sujilah mengaku, tempe benguk buatanya akan langsung ludes dibeli warga baik dalam kondisi matang berupa gorengan, maupun masih mentah. Membuat tempe benguk, diakuinya lebih menguntungkan, sehingga tidak mengherankan masih banyak warga yang tetap memanfaatkan bahan lokal ini untuk dijadikan tempe.

Tidak seperti kedelai yang harus diimpor, bahan lokal kacang benguk lebih mudah didapat dengan harga yang terjangkau. Saat datang masa panen, banyak petani sekitar yang mampu memanen benguk dalam jumlah cukup banyak, sehingga persediaan tetap terjaga.



Tempe benguk sendiri banyak dijual di pasar tradisional, terutama di wilayah pedesaan. Semenjak kedelai impor mulai mahal, Sujilah mengaku mulai kebanjiran pesanan tempe benguk. "Kalau normal, biasanya menjual sekitar 1 kg tempe benguk, sekarang bisa mencapai 2 kg tempe benguk," ungkapnya.

Harga tempe benguk sendiri, menurut Sujilah dijual dengan harga Rp1.000 untuk lima buah tempe benguk mentah, sedangkan tempe benguk goreng dijual Rp500 per biji. Harganya yang murah, dan rasanya yang enak, membuat warga kini mulai beralih mengkonsumsi tempe benguk.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.5114 seconds (0.1#10.140)