Ketua PDIP Jabar Desak Gubernur Cabut Kepgub soal Pencegahan COVID-19 di Pesantren
loading...
A
A
A
BANDUNG - Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono meminta Gubernur Jabar Ridwan Kamil mencabut Keputusan Gubernur (Kepgub) soal pencegahan COVID-19 di lingkungan pondok-pondok pesantren (ponpes).
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan, langkah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menghadapi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau tatanan normal baru alias new normal di Jawa Barat, khususnya di pesantren yang memperbolehkan dibukanya kembali kegiatan belajar mengajar di kabupaten/kota zona biru dan hijau dengan menerapkan protokoler kesehatan, perlu diapresiasi.
Namun, Ono menilai, Keputusan Gubernur Nomor 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 tersebut, dapat membenani ponpes di tengah situasi saat ini. Selain itu dikhawatirkan akan menimbulkan reaksi dari pesantren itu sendiri. (BACA JUGA: Update Corona Jabar: Positif Bertambah 15 Orang, Kematian Tetap Nihil )
Sebab, Kepgub Nomor 443 tersebut mewajibkan pesantren menyediakan sarana dan prasana sesuai protokoler pencegahan COVID-19. (BACA JUGA: PDIP Jabar Resmikan Warung Gotong Royong COVID-19, Ono: Bakal Digelar di 27 Daerah )
"Dalam situasi dan kondisi dampak ekonomi, pesantren akan mengalami kesulitan memenuhi ketentuan itu. Apalagi ada klausul “bersedia dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan”," kata Ono dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/6/2020). (BACA JUGA: PSBB Proporsional Kota Bandung Lanjut Sampai 26 Juni, Mal Boleh Buka )
Karena itu, ujar Ono, DPD PDI Perjuangan Jawa Barat menilai keputusan tersebut perlu dicabut dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19, Pemprov Jawa Barat mesti mempelopori dan mengajak semua pihak dan para stakeholder untuk melakukan gotong royong di semua lingkungan termasuk pondok pesantren.
2. Terkait penyediaan sarana dan prasarana untuk pencegahan dan pengendalian COVID-19 di lingkungan pesantren, sepatutnya tidak diserahkan sepenuhnya kepada pengelola pesantren. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bisa mengambil inisiatif agar dicari anggaran alternatif sehingga tidak memberatkan pihak pesantren.
3. Refocusing dan realokasi APBD Jawa Barat 2020 mestinya sudah mengcover atau mengalokasikan masalah pencegahan dan pengendalian COVID-19 termasuk untuk lingkungan pesantren.
4. Dalam dunia pendidikan, apalagi yang berkaitan dengan membangun mental dan spiritual atau akhlak anak bangsa yang menjadi tanggung jawab pesantrean, seyogyanya tidak menekankan pada pendekatan penegakan hukum, tetapi bagaimana membangun kesadaran bersama dengan membagi beban bersama antara pemerintah dan pesantrean untuk bisa memenuhi ketentuan protokoler kesehatan pencegahan COVID-19.
5. Dalam membuat aturan pembukaan aktivitas sekolah dan pesantren, Pemprov Jabar harus melibatkan pengelola/penyelenggara sekolah dan pesantren. Sehingga akan menghasilkan aturan dalam bentuk petunjuk teknis protokoler kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid 19 yang bisa diterima dan dilaksanakan.
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan, langkah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menghadapi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau tatanan normal baru alias new normal di Jawa Barat, khususnya di pesantren yang memperbolehkan dibukanya kembali kegiatan belajar mengajar di kabupaten/kota zona biru dan hijau dengan menerapkan protokoler kesehatan, perlu diapresiasi.
Namun, Ono menilai, Keputusan Gubernur Nomor 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 tersebut, dapat membenani ponpes di tengah situasi saat ini. Selain itu dikhawatirkan akan menimbulkan reaksi dari pesantren itu sendiri. (BACA JUGA: Update Corona Jabar: Positif Bertambah 15 Orang, Kematian Tetap Nihil )
Sebab, Kepgub Nomor 443 tersebut mewajibkan pesantren menyediakan sarana dan prasana sesuai protokoler pencegahan COVID-19. (BACA JUGA: PDIP Jabar Resmikan Warung Gotong Royong COVID-19, Ono: Bakal Digelar di 27 Daerah )
"Dalam situasi dan kondisi dampak ekonomi, pesantren akan mengalami kesulitan memenuhi ketentuan itu. Apalagi ada klausul “bersedia dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan”," kata Ono dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/6/2020). (BACA JUGA: PSBB Proporsional Kota Bandung Lanjut Sampai 26 Juni, Mal Boleh Buka )
Karena itu, ujar Ono, DPD PDI Perjuangan Jawa Barat menilai keputusan tersebut perlu dicabut dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19, Pemprov Jawa Barat mesti mempelopori dan mengajak semua pihak dan para stakeholder untuk melakukan gotong royong di semua lingkungan termasuk pondok pesantren.
2. Terkait penyediaan sarana dan prasarana untuk pencegahan dan pengendalian COVID-19 di lingkungan pesantren, sepatutnya tidak diserahkan sepenuhnya kepada pengelola pesantren. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bisa mengambil inisiatif agar dicari anggaran alternatif sehingga tidak memberatkan pihak pesantren.
3. Refocusing dan realokasi APBD Jawa Barat 2020 mestinya sudah mengcover atau mengalokasikan masalah pencegahan dan pengendalian COVID-19 termasuk untuk lingkungan pesantren.
4. Dalam dunia pendidikan, apalagi yang berkaitan dengan membangun mental dan spiritual atau akhlak anak bangsa yang menjadi tanggung jawab pesantrean, seyogyanya tidak menekankan pada pendekatan penegakan hukum, tetapi bagaimana membangun kesadaran bersama dengan membagi beban bersama antara pemerintah dan pesantrean untuk bisa memenuhi ketentuan protokoler kesehatan pencegahan COVID-19.
5. Dalam membuat aturan pembukaan aktivitas sekolah dan pesantren, Pemprov Jabar harus melibatkan pengelola/penyelenggara sekolah dan pesantren. Sehingga akan menghasilkan aturan dalam bentuk petunjuk teknis protokoler kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid 19 yang bisa diterima dan dilaksanakan.
(awd)