Jampidum Ungkap Alasan Maling Ayam Tak Perlu Masuk Pengadilan
loading...
A
A
A
Sementara itu, Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menekankan pentingnya pengawasan dan advokasi kepada hakim. Selama ini, sebagian masyarakat menganggap KY hanya bertugas melakukan pengawasan untuk mencegah perilaku hakim nakal.
“Ada yang menafsirkan bahwa Komisi Yudisial ini komisi yang mengawasi saja. Padahal tidak. Bahwa tugasnya adalah menjaga martabat dan marwah perilaku hakim. Lalu tafsir itu diterjemahkan dalam undang-undang. Dan undang-undang itu ternyata tidak hanya mengawasi hakim,” katanya.
“Jadi menjaga martabat itu memang, mengawasi hakim yang mulai nakal, mulai main-main. Tapi tidak hanya itu menjaga martabat itu yang kedua adalah meningkatkan kapasitasnya. Kalau hakim yang pinter itu mengetahui dinamika masyarakat yang terjadi,” ungkapnya.
Selain dua narasumber tersebut juga terdapat dua pembicara lain yakni Ketua Mahkamah Agung, Syarifuddin, dan Ketua Mahkamah Konstitusi ri 2015-2018 Arief Hidayat. Kegiatan ini diharapkan bisa menjadi stimulan penegak hukum mencari keadilan bagi masyarakat.
“Hal ini selaras dengan pemikiran Prof Satjipto Rahardjo dalam hukum progresif, di mana hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Jadi law(hukum) adalah suatu proses yang tidak ada hentinya dan akan selalu menjadi (law as a process, law in the making),” kata dosen Fakultas Hukum Undip, Anggita Doramia Lumbanraja, yang bertindak sebagai moderator.
Ketua IKFH Undip, Ahmad Redi, menambahkan, kegiatan itu sekaligus untuk menyebarluaskan pemikiran Prof Satjipto Rahardjo yang menggaungkan hukum progresif. Rencananya kegiatan serupa akan digelar secara rutin dengan menghadirkan aparat hukum berkompeten.
“Kita merasa FH Undip dikenal dengan Fakultas Hukum progresif, karena ada Prof Satjipto Rahardjo sebagai pemikir hukum progresif. Sayang kalau kami sebagai alumni tidak menyebarluaskan pemikiran Prof Tjip,” ujarnya.
“Terbukti pemikiran Prof Tjip sudah diimplementasikan oleh para penegak hukum. Para penegak hukum itu tidak hanya menjadi corong undang-undang, tapi sudah memastikan dalam penegakan hukum melihat apakah bermanfaat atau tidak, adil atau tidak. Jadi tidak hanya menjadi tukang menjalankan pasal-pasal dalam undang-undang,” pungkasnya.
“Ada yang menafsirkan bahwa Komisi Yudisial ini komisi yang mengawasi saja. Padahal tidak. Bahwa tugasnya adalah menjaga martabat dan marwah perilaku hakim. Lalu tafsir itu diterjemahkan dalam undang-undang. Dan undang-undang itu ternyata tidak hanya mengawasi hakim,” katanya.
“Jadi menjaga martabat itu memang, mengawasi hakim yang mulai nakal, mulai main-main. Tapi tidak hanya itu menjaga martabat itu yang kedua adalah meningkatkan kapasitasnya. Kalau hakim yang pinter itu mengetahui dinamika masyarakat yang terjadi,” ungkapnya.
Selain dua narasumber tersebut juga terdapat dua pembicara lain yakni Ketua Mahkamah Agung, Syarifuddin, dan Ketua Mahkamah Konstitusi ri 2015-2018 Arief Hidayat. Kegiatan ini diharapkan bisa menjadi stimulan penegak hukum mencari keadilan bagi masyarakat.
“Hal ini selaras dengan pemikiran Prof Satjipto Rahardjo dalam hukum progresif, di mana hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Jadi law(hukum) adalah suatu proses yang tidak ada hentinya dan akan selalu menjadi (law as a process, law in the making),” kata dosen Fakultas Hukum Undip, Anggita Doramia Lumbanraja, yang bertindak sebagai moderator.
Ketua IKFH Undip, Ahmad Redi, menambahkan, kegiatan itu sekaligus untuk menyebarluaskan pemikiran Prof Satjipto Rahardjo yang menggaungkan hukum progresif. Rencananya kegiatan serupa akan digelar secara rutin dengan menghadirkan aparat hukum berkompeten.
“Kita merasa FH Undip dikenal dengan Fakultas Hukum progresif, karena ada Prof Satjipto Rahardjo sebagai pemikir hukum progresif. Sayang kalau kami sebagai alumni tidak menyebarluaskan pemikiran Prof Tjip,” ujarnya.
“Terbukti pemikiran Prof Tjip sudah diimplementasikan oleh para penegak hukum. Para penegak hukum itu tidak hanya menjadi corong undang-undang, tapi sudah memastikan dalam penegakan hukum melihat apakah bermanfaat atau tidak, adil atau tidak. Jadi tidak hanya menjadi tukang menjalankan pasal-pasal dalam undang-undang,” pungkasnya.
(hsk)