Kisah Diki Anak Yatim yang Tak Malu Bantu Ibunya Jualan Siomay Sambil Sekolah
loading...
A
A
A
LUWU UTARA - Jam istirahat belajar tiba. Diki dengan cekatan membuka dagangannya, yang ada di gerobak sepeda motornya. Asap putih mengepul ketika panci di gerobak motornya di buka, tanda siomay yang dijual Diki dalam kondisi panas.
Baca Juga: Pelajar Ini Sukses Bisnis Makanan Sehat
Sambil mengenakan seragam sekolah, siswa kelas XI SMKN 8 Luwu Utara, Sulawesi Selatan tersebut, tak malu melayani konsumen yang merupakan teman-temannya di sekolah. Ya Diki yang merupakan bungsu dari enam bersaudara, harus membantu ibunya berjualan siomay untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari.
Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, Diki harus kehilangan ayahnya untuk selama-lamanya, karena meninggal dunia. Kini, pemuda yang telah berusia 17 tahun tersebut, ikut membanting tulang membantu ibunya dengan berjualan siomay.
"Saya biasanya membawa barang dagangan ke sekolah, untuk dijual. Garganya Rp1.000 per biji," ujar Diki. Pemuda sederhana yang bercita-cita menjadi pengusaha ini, tidak sedikitpun merasa malu berjualan. Semangatnya hanya ingin membantu ibunya, dan bisa hidup mandiri.
Kepala SMKN 8 Luwu Utara, Mustajab Ponta menyebutkan, secara pelajaran di sekolah Diki tidak terlalu menonjol, namun semangatnya untuk berwira usaha sangat kuat. "Kami berikan izin dia berjualan di sekolah, namun hanya saat jam istirahat pelajaran saja," tuturnya.
Mustajab mengaku sangat bangga punya murid yang berbakti kepada orang tuanya, dan tidak merasa malu untuk membangun usaha mandiri meskipun hanya berjualan siomay. "Kami selalu mengingatkan, agar kegiatannya berjualan tidak mengganggu waktu belajarnya," ungkapnya.
Baca Juga: Pelajar Ini Sukses Bisnis Makanan Sehat
Sambil mengenakan seragam sekolah, siswa kelas XI SMKN 8 Luwu Utara, Sulawesi Selatan tersebut, tak malu melayani konsumen yang merupakan teman-temannya di sekolah. Ya Diki yang merupakan bungsu dari enam bersaudara, harus membantu ibunya berjualan siomay untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari.
Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, Diki harus kehilangan ayahnya untuk selama-lamanya, karena meninggal dunia. Kini, pemuda yang telah berusia 17 tahun tersebut, ikut membanting tulang membantu ibunya dengan berjualan siomay.
"Saya biasanya membawa barang dagangan ke sekolah, untuk dijual. Garganya Rp1.000 per biji," ujar Diki. Pemuda sederhana yang bercita-cita menjadi pengusaha ini, tidak sedikitpun merasa malu berjualan. Semangatnya hanya ingin membantu ibunya, dan bisa hidup mandiri.
Kepala SMKN 8 Luwu Utara, Mustajab Ponta menyebutkan, secara pelajaran di sekolah Diki tidak terlalu menonjol, namun semangatnya untuk berwira usaha sangat kuat. "Kami berikan izin dia berjualan di sekolah, namun hanya saat jam istirahat pelajaran saja," tuturnya.
Mustajab mengaku sangat bangga punya murid yang berbakti kepada orang tuanya, dan tidak merasa malu untuk membangun usaha mandiri meskipun hanya berjualan siomay. "Kami selalu mengingatkan, agar kegiatannya berjualan tidak mengganggu waktu belajarnya," ungkapnya.