Hapus Stigma Negatif Poso Lewat Buku Panglima Damai Poso

Selasa, 08 Februari 2022 - 20:44 WIB
loading...
Hapus Stigma Negatif...
Panglima Muslim Poso atau Panglima Putih Muhammad Adnan Arsal dan Khoirul Anam selaku penulis buku ‘Muhammad Adnan Arsal, Panglima Damai Poso’ memperlihatkan buku yang masuk best seller di Kota Makassar. Foto: Istimewa
A A A
MAKASSAR - Kabupaten Poso , Provinsi Sulawesi Tengah, selama ini identik dengan stigma negatif yakni kekerasan. Mulai dari kerusuhan hingga jaringan teroris. Stigma negatif itu mulai muncul sejak pecahnya kerusuhan Poso pada 1998, dimana wilayah tersebut menjadi medan permusuhan yang dibalut isu-isu agama.

Stigma itu coba dihilangkan oleh Khoirul Anam, seorang penulis dalam bukunya bertajuk ‘Muhammad Adnan Arsal, Panglima Damai Poso’. Sosok yang diangkat penulis bukan orang biasa. Ustaz Adnan-sapaan akrabnya, merupakan sesepuh warga Poso , penyintas konflik, dan tokoh perdamaian yang senantiasa mengedepankan dialog antarumat beragama sebagai bagian dari upaya damai.

"Alhamdullilah, buku ini best seller di banyak kota. Salah satu yang paling laris di Makassar. Buku ini sebenarnya tidak berkisah soal konflik Poso , tapi lebih kepada upaya damai yang dilakukan warga muslim Poso yang dipimpin langsung Ustaz Adnan, selaku Panglima Muslim atau biasa dikenal Panglima Putih," ungkap Khoirul, dalam diskusi dengan awak media di salah satu warung kopi di Kota Makassar, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga: Kerusuhan Berdarah yang Pernah Mengguncang Indonesia

Buku Panglima Damai Poso itu akan dibedah di Kota Makassar, tepatnya di Hotel Mercure, Rabu (9/2/2022). Dalam acara yang dirangkaikan diskusi itu bakal hadir sejumlah narasumber. Terdiri dari lima pembedah yakni Staf Khusus Kemenag RI, Mohammad Nuruzzaman; Pengurus MUI Pusat, Muh Najih Arromadloni; Darud Da'wah DDI, Muammar Muhammad Bakry; dan tokoh perempuan Majdah M. Zain. Sementara bertindak sebagai keynote speaker yakni Gurutta H.M Alwi Nawawi dan akan dipandu oleh Muhammad Shuhufi.

Khoirul menjelaskan bedah buku di Makassar adalah yang kesekian kali, setelah sebelumnya digelar di Poso, Palu dan Bima. Ia menjabarkan kehadiran buku ini bukan cuma sekadar untuk masyarakat Poso , tapi juga masyarakat Indonesia. Terdapat pesan perdamaian yang ingin disampaikan kepada seluruh masyarakat, agar konflik di Poso yang mengatasnamakan agama tidak diduplikasi di daerah lain.

"Stigma Poso sebagai daerah konflik itu sangat kuat. Kehadiran buku ini bukan hanya untuk masyarakat Poso, tapi untuk seluruh masyarakat Indonesia. Ini berfokus ke perdamaian bahwa konflik itu hanya menghabiskan dan konflik tidak perlu diperpanjang," tuturnya.

"Berdasarkan pengalaman, kekerasan tidak bisa selesaikan masalah. Kita harapkan agar konflik di Poso tidak diduplikasi ke daerah lain. Stigma Poso sebagai daerah konflik harus dihentikan, karena sebenarnya warganya ramah dan baik. Makanya, dalam buku ini banyak pesan perdamaian yang disampaikan dan perdamaian itu sesungguhnya adalah tugas kita bersama," sambung Khoirul.

Pada kesempatan itu, Khoirul juga menjelaskan lika-liku perjuangan membuat buku Panglima Damai Poso . Ia menghabiskan waktu sekitar satu tahun lebih, dimulai dari November 2019 hingga akhirnya terbit April 2021. Dalam pembuatan buku, berbagai tantangan pun dihadapi hingga akhirnya buku tersebut terbit dan menjadi best seller.

Sementara itu, Ustaz Adnan Asal, menyampaikan buku itu berkisah perjalanan upaya perdamaian atas konflik Poso. Diakuinya, masa-masa kelam itu sangat membekas dan meninggalkan luka. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri mayat tergeletak di mana-mana.

Ustaz Adnan bercerita kala itu dirinya sebagai sosok orang tua dan tokoh masyarakat muslim lantas dibaiat menjadi Imam Mujahidin atau Panglima Muslim. Tatkala mulai banyak orang yang meninggalkan Poso , ia bertekad memastikan memberi perlindungan kepada umat muslim dan membuatnya bertahan di Poso.

Baca Juga: IPW: Konflik Poso bergeser, warga vs Polisi

Menurut dia, guna mencapai perdamaian, pihaknya terus membangun komunikasi dengan bupati dan unsur forkopimda Poso kala itu. Pihaknya mendorong pertemuan antar-seluruh tokoh agama. Meski diakuinya setiap kali disepakati perdamaian pada siang hari, tapi malamnya perang kembali pecah.

"Siang kita berdiskusi lalu berdamai, tapi malamnya diserang dan pecah lagi. Sudah beberapa kali berdamai tapi ujungnya selalu konflik," ujarnya.

Hingga akhirnya, seluruh pihak bersepakat berkumpul di Malino dan mencapai kesepakatan perdamaian dalam Deklarasi Malino. Total ada 10 poin dalam Deklarasi Malino, mulai kesepakatan menghentikan perang, menyerahkan senjata hingga penegakan supremasi hukum.

Setelah deklarasi damai itu, ia mengakui masih ada letupan dari pihak-pihak yang tidak menerima atau belum puas dengan kesepakatan dalam deklarasi damai. Beruntung, serangan sporadis itu bisa diantisipasi.

(tri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2483 seconds (0.1#10.140)