Dewan Minta Perwali Protokol Kesehatan Direvisi Agar Lebih Diperketat
loading...
A
A
A
MAKASSAR - DPRD Kota Makassar meminta regulasi yang lebih ketat untuk menekan angka penyebaran COVID-19 di Kota Makassar, hal ini dapat dilakukan dengan merevisi atau membentuk perwali baru.
Anggota Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD Kota Makassar Kasrudi, melihat sikap masyarakat dalam menyikapi isu COVID-19 dianggap sudah apatis, hal ini terjadi karena perwali terkait penegakan protokol COVID-19 yakni Perwali 31 yang saat ini berlaku dianggap tidak memberi efek jerah sama sekali.
"Sekarang itu yang perlu diperketat protokolnya, itu dibuatkan perwali diperketat, ini perwali terkait protokol kesehatan (Perwali 31) tidak menggigit, kita perlu buatkan perwali baru, revisi perwali yang mana yang harus mengetatkan," ujar Legislator Gerindra ini.
Sikap longgar masyarakat Makassar sempat menjadi buah bibir oleh sejumlah ikatan ataupun lembaga kesehatan, karena dianggap menjadi penyebab utama meningkatnya angka penularan COVID-19 di Kota Makassar, beberapa bahkan mengusulkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid tiga lantaran kecewa dengan regulasi yang berlaku saat ini.
Sementara opsi PSBB tahap ketiga sendiri dianggap sudah cukup sulit dilakulan, akibat kompleksnya permasalahan pada tingkat pemerintah kota.
Kasrudi menjelaskan bahwa, hal ini cukup sulit diterima masyarakat karena mengacu pada PSBB sebelumnya, ada kecenderungan ekonomi yang menjadi pertimbangan jangka panjang jika hal ini diterapkan.
Sehingga untuk mengimbangi antara ekonomi dan keselamatan khalayak, pengetatan perwali menjadi salah satu solusi.
"Kita buat perwali yang lebih punya sanksi, kalau ada sanksi masyarakat lebih ikut aturan, kalau tidak ada sanksi memang agak sulit, sebenarnya sekarang itu kita tidak melonggarkan begitu saja, tapi kita juga tidak bisa menindaki karena tidak ada sanksi," ujarnya.
Senada, Anggota Komisi A Azwar juga memandang demikian. Ekonomi dan keselamatan dianggap perlu beriringan, apalagi ada dampak jangka panjang yang dianggap bisa lebih serius jika hanya fokus pada sisi kesehatan belaka.
"Semua aspek kemarin saya kira dilihat, bukan cuma aspek kesehatan saja, aspek ekonomi dan sosial, yang bisa berimplikasi kepada kehidupan juga, kalau dibatasi (PSBB) terus takutnya terjadi gejolak, nah ini juga bisa berbahaya," ujar legislatorPKS ini.
Sehingga untuk menerapkan hal ini, pemerintah perlu bijak dengan duduk bersama-sama untuk mengkaji dampak yang dihasilkan jika benar-benar ingin kembali diterapkan.
Saat ini memang yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan protokol kesehatan ke masyarakat, tidak membatasi mereka untuk mencari makan.
Anggota Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD Kota Makassar Kasrudi, melihat sikap masyarakat dalam menyikapi isu COVID-19 dianggap sudah apatis, hal ini terjadi karena perwali terkait penegakan protokol COVID-19 yakni Perwali 31 yang saat ini berlaku dianggap tidak memberi efek jerah sama sekali.
"Sekarang itu yang perlu diperketat protokolnya, itu dibuatkan perwali diperketat, ini perwali terkait protokol kesehatan (Perwali 31) tidak menggigit, kita perlu buatkan perwali baru, revisi perwali yang mana yang harus mengetatkan," ujar Legislator Gerindra ini.
Sikap longgar masyarakat Makassar sempat menjadi buah bibir oleh sejumlah ikatan ataupun lembaga kesehatan, karena dianggap menjadi penyebab utama meningkatnya angka penularan COVID-19 di Kota Makassar, beberapa bahkan mengusulkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid tiga lantaran kecewa dengan regulasi yang berlaku saat ini.
Sementara opsi PSBB tahap ketiga sendiri dianggap sudah cukup sulit dilakulan, akibat kompleksnya permasalahan pada tingkat pemerintah kota.
Kasrudi menjelaskan bahwa, hal ini cukup sulit diterima masyarakat karena mengacu pada PSBB sebelumnya, ada kecenderungan ekonomi yang menjadi pertimbangan jangka panjang jika hal ini diterapkan.
Sehingga untuk mengimbangi antara ekonomi dan keselamatan khalayak, pengetatan perwali menjadi salah satu solusi.
"Kita buat perwali yang lebih punya sanksi, kalau ada sanksi masyarakat lebih ikut aturan, kalau tidak ada sanksi memang agak sulit, sebenarnya sekarang itu kita tidak melonggarkan begitu saja, tapi kita juga tidak bisa menindaki karena tidak ada sanksi," ujarnya.
Senada, Anggota Komisi A Azwar juga memandang demikian. Ekonomi dan keselamatan dianggap perlu beriringan, apalagi ada dampak jangka panjang yang dianggap bisa lebih serius jika hanya fokus pada sisi kesehatan belaka.
"Semua aspek kemarin saya kira dilihat, bukan cuma aspek kesehatan saja, aspek ekonomi dan sosial, yang bisa berimplikasi kepada kehidupan juga, kalau dibatasi (PSBB) terus takutnya terjadi gejolak, nah ini juga bisa berbahaya," ujar legislatorPKS ini.
Sehingga untuk menerapkan hal ini, pemerintah perlu bijak dengan duduk bersama-sama untuk mengkaji dampak yang dihasilkan jika benar-benar ingin kembali diterapkan.
Saat ini memang yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan protokol kesehatan ke masyarakat, tidak membatasi mereka untuk mencari makan.
(agn)