Iwan Simatupang, Sastrawan Besar Indonesia yang Hidupnya Berakhir Tragis

Selasa, 18 Januari 2022 - 12:44 WIB
loading...
A A A
Di lingkungan sekolah, dia akrab dipanggil Pak Guru Iwan. Di saat yang sama, dia tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedoteran di Surabaya. “Kala itu ia tengah belajar di Fakultas Kedokteran, Sekolah Kedokteran Surabaya,“ tulis Kurnia JR.



Dalam kumpulan esai Iwan Simatupang, “Kebebasan Pengarang dan Masalah Tanah Air," disebutkan Iwan Simatupang mahasiswa Fakultas Kedokteran Unair Surabaya. Sayangnya ia hanya kuliah sampai tahun 1953, dan tidak tamat.

Sekitar tahun 1954-1959, Iwan memperoleh bea siswa ke Eropa dari Sticusa (Stichting Culturele Samenwerking) atau Yayasan Kerjasama Indonesia-Belanda. Di Paris, Iwan menekuni filsafat. Di Leiden Belanda, ia belajar drama.

Selama belajar di Eropa, Iwan menikahi wanita Indo bernama Cornelia Astrid Van Geem alias Corry. Pernikahannya dikarunia dua anak laki-laki bernama Ion dan Ino. Saat pulang ke Tanah Air, Iwan Simatupang membawa serta istri dan kedua anaknya.



Kematian Corry pada tahun 1960 membuat Iwan Simatupang sedih dan hancur. Dalam keadaan berduka, Iwan memulai menggarap novel Ziarah. Pada manuskripnya, dia tuliskan kata persembahan untuk Corry.

Novel Merahnya Merah yang dimulai belakangan, terbit duluan pada tahun 1961. Merahnya Merah meraih Hadiah Sastra Nasional pada tahun 1970. Iwan memulai novel Kering ketika merasa muak dengan kemelut politik yang terjadi saat itu (Orde Lama).

Iwan tidak sepakat dengan prinsip politik adalah panglima. Ia merasa sebal melihat seluruh bidang kehidupan masyarakat di bawah kendali politik.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2741 seconds (0.1#10.140)