Hubungan Asmara Ki Ageng Mangir dan Retna Pembayun Berakhir Tragis

Kamis, 23 Desember 2021 - 05:04 WIB
loading...
Hubungan Asmara Ki Ageng Mangir dan Retna Pembayun Berakhir Tragis
Ki Ageng Mangir tewas di tangan Panembahan Senopati. Foto Wikipedia
A A A
JAKARTA - Harta, tahta, dan wanita selalu hadir beriringan dalam sejarah penaklukkan. Kekuasaan kerap berkelindan dengan jalinan asmara , percintaan, dan perkawinan. Demi mempertahankan dan meraih kekuasaan, perempuan menjadi 'alat' efektif.

Hal seperti ini juga dialami oleh Panembahan Senopati atau yang lebih dikenal Sutawijaya. Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa Sutawijaya yang merupakan trah Prabu Brawijaya V dari Majapahit adalah penguasa Mataram. Namun, ada hal yang mengganjal kekuasaannya.

Pada saat Panembahan Senopati memerintah Kerajaan Mataram Islam hiduplah seorang pemuda bernama Bagus Wanabaya atau lebih dikenal dengan Ki Ageng Mangir. Dalam babad Tanah Jawa, Ki Ageng Mangir diceritakan masih satu keturunan dengan Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Artinya, Ki Ageng Mangir dan Panembahan Senopati masih satu trah dengan Prabu Wijaya V.

Karena trah inilah, Bagus Wanabaya merasa memiliki hak untuk menguasai daerah Mangir (karena itu dia dikenal Ki Ageng Mangir) yang waktu itu berada di wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram. Ki Ageng Mangir tidak mau tunduk pada Mataram. Sebab, baginya wilayah Mangir merupakan tanah perdikan Majapahit.

Dari sinilah muncul perselisihan antara Ki Ageng Mangir dengan Panembahan Senopati. Untuk menundukkan Ki Ageng Mangir, Panembahan Senopati harus berhitung cermat. Sebab, selain kekuatan teknis, Ki Ageng Mangir memiliki tombak sakti bernama Kiai Baru Klinting.

Panembahan Senopati hampir nekat menghadapi Mangir dengan kekuatan pasukan kalau saja tidak mendengar usulan penasehat kerajaan yaitu, Ki Juru Mertani. Sang penasehat meminta Senopati untuk menempuh cara lain menaklukkan Ki Ageng Mangir

Cara lain itu adalah tipu daya dengan mengunakan perempuan cantik. Kebetulan saat itu Ki Ageng Mangir masih lajang. Maka cara menguasai lewat perempuan tentu sangat efektif, tanpa pertumpahan darah.

Untuk melaksanakan rencana ini, Senopati bahkan menunjuk putrinya sendiri bernama Retna Pembayun. Retna mulanya bertugas menjadi mata-mata di Mangir dengan menyamar sebagai ledhek (penari seni Tayub). Mulai dari sinilah jalinan asmara itu dirajut

Bersama tim penari Tayub, Retna Pembayun berangkat ke Mangir untuk mengadakan pertunjukan. Pada kesempatan ini, putri Senopati itu menggunakan nama samaran Lara Kasihan. Tahu bahwa ada rombongan grup kesenian Tayub menggelar pertunjukan di wilayahnya, Ki Mangir mengutus anak buahnya untuk mengundang Lara Kasihan dan timnya mengadakan pertunjukan di halaman Dalem Mangiran.

Ki Ageng Mangir yang menyaksikan pertunjukan itu langsung terpesona melihat paras Lara Kasihan yang begitu cantik. Ki Ageng Mangir jatuh cinta. Ki Ageng Mangir tanpa ragu meminta Lara Kasihan menjadi istrinya.

Disebutkan bahwa Retna Pembayun senang karena misinya untuk menjebak Ki Ageng Mangir telah berhasil. Namun, uniknya, meski ada misi dendam sang ayah, Pembayun menerima pinangan Ki Ageng Mangir karena dia juga mencintainya. Keduanya jatuh cinta dan akhirnya menikah.

Dalam perjalanan waktu, Lara Kasihan pun akhirnya hamil. Alangkah bahagianya Ki Ageng Mangir saat mengetahui istrinya hamil. Namun, kebahagiaan itu hanya sesaat ketika Lara Kasihan terpaksa harus membuka topengnya. Kepada Ki Mangir, Lara Kasian mengaku bahwa dirinya adalah Retna Pembayun, putri dari Panembahan Senopati.

Pengakuan itu bagai petir di siang bolong. Ki Ageng Mangir kaget dan marah karena merasa telah ditipu. Namun, cinta sejadi Pembayun seolah menghapus dendam dan niat sang ayah. Ia berusaha memberi solusi terbaik untuk suaminya.

Pembayun meyakinkan suaminya kalau dirinya benar-benar mencintainya. Ia pun kemudian membujuk suaminya untuk mau menghadap Panembahan Senopati sebagai mertuanya. Demi cintanya pada Pembayun dan bayi yang sedang dikandungnya, Ki Ageng Mangir memenuhi permintaan istrinya.

Ia dan istrinya menghadap Panembahan Senopati. Kedatangan Ki Ageng Mangir ke istana Mataram disambut dengan membuat Tarub, di mana tombak sakti Kiai Baru Klinting milik Ki Mangir harus ditinggal di luar. Dikisahkan bahwa begitu bertemu dengan Panembahan Senopati, Ki Ageng Mangir langsung menghaturkan sujud sungkem pada mertuanya.

Saat itu pula, dendam Panembahan Senopati bergejolak. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, tombak sakti tadi digunakan Senopati untuk menikam Ki Ageng Mangir. Dengan kekuatan yang masih tersisa, Ki Agen hendak menyeruduk Senopati.

Namun, sang mertua dengan sigap pula membenturkan kepala Ki Ageng ke batu tempat ia duduk yang dinamakan Watu Gilang. Saat itulah kepala Ki Ageng Mangir hancur dan dia tewas seketika.

Melihat suaminya tewas mengenaskan, Pembayun menangis histeris. Jenazah Ki Ageng Mangir kemudian dimakamkan di di pemakaman kerabat Mataram Kotagede, Yogyakarta.

Diolah dari berbagai sumber
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1960 seconds (0.1#10.140)