Astaga! 12 dari 100 Anak-anak di Jawa Barat Ternyata Menikah Dini

Jum'at, 17 Desember 2021 - 18:21 WIB
loading...
A A A
"Gubernur Jawa Barat sendiri mencangkan di 2023 angka stunting harus nol, tapi kalau angka perkawinan anaknya masih tinggi, ini juga harus diberesin di tingkat hulunya," sambung Lenny.

Dampak lain dari perkawinan anak, yakni kondisi ekonomi. Anak yang menikah di usia dini akan kesulitan bekerja dan mencari penghasilan karena rendahnya tingkat pendidikan. Kondisi tersebut juga dapat memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), termasuk tumbuh kembang anak.

"Karena anak yang menikah di usia dini paling hanya memiliki ijazah SD dan mereka biasanya bekerja di sektor informal," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya juga mendorong adanya kesetaraan gender, baik dari pendidikan maupun sosial ekonomi. Pasalnya, hingga saat ini, masih banyak anak perempuan yang memiliki pendidikan yang lebih rendah dibanding anak laki-laki.

Dengan tingkat pendidikan yang tinggi atau sesuai program pemerintah, yakni wajib belajar 12 tahun, maka ijazah yang dikantongi pun kompetitif untuk mendapatkan upah dan pekerjaan yang lebih baik.

"Minimal mempunyai ijazah SMA, jadi memiliki daya saing. Jika tidak, maka akan bekerja di sektor informal yang tidak perlu memiliki skill dan upahnya pun pasti rendah," kata Lenny.

Sementara itu, Rektor Itenas, Prof Melinda Nurbanasari menerangkan bahwa pihaknya memiliki peran yang cukup besar dalam membangun dan mengedukasi peran perempuan. Pasalnya, saat ini, peran perempuan tidak hanya sebagai ibu atau istri, tapi juga tulang punggung keluarga.

"Agar perempuan bisa memberikan pemasukan ekonomi bagi keluarga, maka perlu pendidikan yang lebih tinggi," ucapnya.



Melinda menambahkan, sebagai kampus yang memiliki banyak disiplin ilmu teknik, Itenas pun diharapkan menjadi pilihan bagi perempuan dalam meraih pendidikan yang tinggi demi kesetaraan gender.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2755 seconds (0.1#10.140)