Ekonom Khawatir Iuran Tapera Miliki Motif Tersembunyi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aturan baru mengenai Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat terus menjadi polemik di tengah masyarakat.
Pasalnya, aturan yang dilandasi PP No 25/2020 yang mengharuskan setiap pekerja menjadi peserta dan membayar iuran itu dianggap memberatkan masyarakat dan janggal.
Ekonom Indef Bhima Yudistria bahkan menilai iuran baru yang wajib bagi para pekerja itu memiliki motif terselubung. Dia khawatir iuran yang tiba-tiba muncul di saat krisis akibat pandemi Covid-19 ini sebetulnya upaya pemerintah untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (BACA JUGA: Catat! Pagi Ini Pendaftaran Seleksi CPNS Jalur Sekolah Kedinasan Dibuka)
"Motif terselubungnya kelihatan jelas di pasal 27 dalam PP Tapera, bahwa dana bisa di investasikan ke surat utang pemerintah. Berarti pekerja diminta secara tidak langsung iuran untuk beli SBN. Ini dilakukan karena pemerintah sedang cari sumber pembiayaan baru di tengah pelebaran defisit anggaran," ujar Bhima kepada SINDOnews, Senin (8/6/2020).
Dia pun membeberkan beberapa catatan kejanggalan soal Tapera. Pertama, kebijakan ini janggal karena penerapannya justru di saat krisis ekonomi mencuat di tengah pandemi. Padahal, imbuh dia, saat ini buruh sudah banyak yang dipotong upahnya, bahkan sebagian dirumahkan atau di-PHK.
Bhima juga mengkritisi adanya pasal sanksi administratif berupa denda yang dipastikan bakal memberatkan pengusaha. Meskipun ada persiapan 7 tahun bagi pekerja swasta, dia menilai rentang waktu tersebut belum cukup membawa pemulihan yang optimal bagi perekonomian dan dunia usaha.
Dia menambahkan, kebijakan pemerintah juga diperkuat dalam Perpu No 1/2020 yang sudah jadi undang-undang (UU). "Ada juga pasal soal pemerintah boleh memanfaatkan dana kelolaan untuk pendanaan stimulus. Ini kelihatan sekali motifnya," cetusnya. (BACA JUGA: Coreng Citra TNI Angkatan Darat, Kadispenad: Proses Hukum Akun Palsu @Yostanabe88)
Di bagian lain, sambung dia, soal fungsi penyediaan rumah menurutnya sepertinya tidak akan semudah itu. Pertama, ada persoalan backlog perumahan, yang tidak seimbang dengan jumlah pekerja yang membutuhkan rumah.
"Kedua soal syarat, bisa saja dipersulit sehingga tidak semua pekerja bisa memiliki rumah. Ini bisa lebih ruwet dari BPJS," tandasnya.
Sementara, dia menambahkan, bagi pekerja yang sudah memiliki rumah, maka uang iurannya akan dipupuk dan hanya bisa diambil saat masa pensiun. "Ini kan sama saja dengan jaminan hari tua (JHT) di BPJS ketenagakerjaan? Jadi ada risiko tumpang tindih dalam pengelolaan iuran Tapera," pungkasnya.
Lihat Juga: Info Loker! Pemkab Bantul Buka Lowongan 819 PPPK Formasi Teknis, Tenaga Kesehatan, dan Guru
Pasalnya, aturan yang dilandasi PP No 25/2020 yang mengharuskan setiap pekerja menjadi peserta dan membayar iuran itu dianggap memberatkan masyarakat dan janggal.
Ekonom Indef Bhima Yudistria bahkan menilai iuran baru yang wajib bagi para pekerja itu memiliki motif terselubung. Dia khawatir iuran yang tiba-tiba muncul di saat krisis akibat pandemi Covid-19 ini sebetulnya upaya pemerintah untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (BACA JUGA: Catat! Pagi Ini Pendaftaran Seleksi CPNS Jalur Sekolah Kedinasan Dibuka)
"Motif terselubungnya kelihatan jelas di pasal 27 dalam PP Tapera, bahwa dana bisa di investasikan ke surat utang pemerintah. Berarti pekerja diminta secara tidak langsung iuran untuk beli SBN. Ini dilakukan karena pemerintah sedang cari sumber pembiayaan baru di tengah pelebaran defisit anggaran," ujar Bhima kepada SINDOnews, Senin (8/6/2020).
Dia pun membeberkan beberapa catatan kejanggalan soal Tapera. Pertama, kebijakan ini janggal karena penerapannya justru di saat krisis ekonomi mencuat di tengah pandemi. Padahal, imbuh dia, saat ini buruh sudah banyak yang dipotong upahnya, bahkan sebagian dirumahkan atau di-PHK.
Bhima juga mengkritisi adanya pasal sanksi administratif berupa denda yang dipastikan bakal memberatkan pengusaha. Meskipun ada persiapan 7 tahun bagi pekerja swasta, dia menilai rentang waktu tersebut belum cukup membawa pemulihan yang optimal bagi perekonomian dan dunia usaha.
Dia menambahkan, kebijakan pemerintah juga diperkuat dalam Perpu No 1/2020 yang sudah jadi undang-undang (UU). "Ada juga pasal soal pemerintah boleh memanfaatkan dana kelolaan untuk pendanaan stimulus. Ini kelihatan sekali motifnya," cetusnya. (BACA JUGA: Coreng Citra TNI Angkatan Darat, Kadispenad: Proses Hukum Akun Palsu @Yostanabe88)
Di bagian lain, sambung dia, soal fungsi penyediaan rumah menurutnya sepertinya tidak akan semudah itu. Pertama, ada persoalan backlog perumahan, yang tidak seimbang dengan jumlah pekerja yang membutuhkan rumah.
"Kedua soal syarat, bisa saja dipersulit sehingga tidak semua pekerja bisa memiliki rumah. Ini bisa lebih ruwet dari BPJS," tandasnya.
Sementara, dia menambahkan, bagi pekerja yang sudah memiliki rumah, maka uang iurannya akan dipupuk dan hanya bisa diambil saat masa pensiun. "Ini kan sama saja dengan jaminan hari tua (JHT) di BPJS ketenagakerjaan? Jadi ada risiko tumpang tindih dalam pengelolaan iuran Tapera," pungkasnya.
Lihat Juga: Info Loker! Pemkab Bantul Buka Lowongan 819 PPPK Formasi Teknis, Tenaga Kesehatan, dan Guru
(vit)