Keputusan MK Soal Sengketa Pilkada di Papua Dinilai Ciderai Demokrasi

Jum'at, 19 November 2021 - 19:27 WIB
loading...
Keputusan MK Soal Sengketa...
Ketua Umum Sarekat Demokrasi Indonesia, Andrean Saefudin mengkritisi hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 tentang sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo, Papua. (Ist)
A A A
PAPUA - Ketua Umum Sarekat Demokrasi Indonesia, Andrean Saefudin mengkritisi hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 tentang sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo, Papua.

Dalam putusan itu, Hakim MK menilai eksaminasi publik yang diambil merupakan bagian dari open assessment terhadap kinerja hakim dalam memutuskan sebuah sengketa pilkada . Andrean menilai metode ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses advokasi atau pengawasan terhadap putusan itu.

Karenanya, keterlibatan publik dalam melakukan pengawasan diharapkan memberikan suatu masukan yang sangat berarti untuk melahirkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat. ”Karena itu peran berbagai pihak dalam menyebarluaskan ide, gagasan atau bahkan bertindak aktif melakukan eksaminasi,” kata Andre.

Meski demikian, Andre juga mengkritisi dan menganalisis beberapa hal, yaitu Mahkamah Konstitusi tidak konsisten dalam menerapkan Pasal 158 ayat (2) huruf a UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.

“Putusan Mahkamah Konstitusi No. 145/PHP.BUP-XIX/2021 sangat dangkal dan kontroversi serta telah menciderai prinsip demokrasi dalam pemilihan umum serta asas keadilan dan kepastian hukum,” katanya.

Karenanya, dia menduga MK telah menyelundupkan kewenangannya dengan mendiskualifikasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati mengenai persyaratan calon karena sengketa administrasi merupakan kewenangan Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan perundangan. Baca: Polisi Usut Laporan Penyiksaan 5 Siswa Penerbangan Dirgantara Batam dalam Sel.

Padahal, MK tidak berwenang memberikan pertimbangan hukum terkait kasus pidana umum atas nama Erdi Badi, yang sudah diselesaikan secara hukum adat Papua sehingga tidak dapat diperiksa kembali pada Pengadilan Negara (Pengadilan Negeri) sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1664K/Pid/1988 tertanggal 15 Mei 1991 dan seseorang tidak dapat dihukum dua kali untuk kasus yang sama (azas nebis in idem).

Termasuk dugaan telah melanggar hukum acara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang karena tidak melakukan pemeriksaan terhadap saksi fakta dan ahli. Baca Juga: Bunuh 2 Pedagang Sayur, Dukun Palsu Asal Magelang Ini Campurkan Sianida di Air Minum.

Menindaklanjuti ini, pihaknya telah bersurat Presiden Jokowi dan lembaga-lembaga dan instansi penegak hukum agar prinsip demokrasi menjadi perhatian yang paling utama demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum di seluruh masyarakat Indonesia khususnya di Kabupaten Yalimo Provinsi Papua.
(nag)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1812 seconds (0.1#10.140)