Kembali Berbuat Kriminal, WBP Program Asimilasi akan Dimasukkan Sel Khusus
loading...
A
A
A
SURABAYA - Kanwil Kemenkumham Jatim akan memberi hukuman lebih berat kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang berbuat kriminal dalam program asimilasi dan integrasi. WBP tersebut akan dikurung di sel isolasi hingga masa pemidanaannya berakhir.
Kadiv Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jatim Pargiyono mengatakan, saat ini pihaknya telah memberi hak asimilasi dan integrasi kepada 4.159 WBP. Hal itu sesuai Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020.
Seluruh WBP yang mendapat asimilasi dan integrasi telah sesuai dengan aturan yang berlaku dan melewati proses sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). “Memang ada WBP yang kembali melakukan tindak pidana saat menjalani asimilasi dan integrasi,” katanya, Senin (13/4/2020).
Sampai saat ini, lanjut dia, ada empat WBP di Jatim yang kembali bertindak kriminal. Jumlah itu sekitar 0,1 persen dari keseluruhan WBP yang mendapatkan hak asimilasi dan integrasi.
Masing-masing yang terjadi di Blitar satu orang WBP (dari Lapas Blitar dengan kasus pencurian sepeda motor). Surabaya dua orang WBP (dari lapas Lamongan kasus penjambretan). Lalu di Malang satu orang WBP (dari Lapas Madiun kasus pencurian sepeda motor). “Kepala Lapas dan Kepala Rutan tidak dalam kapasitas bisa mengikuti satu persatu WBP secara mendetail,” terangnya.
Namun, pihaknya selama ini telah berupaya melakukan upaya pengawasan. Salah satunya dengan melakukan video call melalui aplikasi Whatsapp antara petugas Balai Pemasyarakatan dan Penjamin WBP.
Namun, ada beberapa WBP yang keluarganya tidak memiliki smartphone. Sehingga hanya bisa dihubungi melalui sambungan telepon biasa. “Tetap ada komunikasi antara kami dengan WBP atau penjaminnya. Ini untuk memastikan WBP berkelakukan baik selama menjalani asimilasi dan integrasi di rumah,” urainya.
Pargiyono meminta jajarannya untuk berkoordinasi dengan pihak kepolisian yang melakukan penangkapan WBP dalam masa asimilasi dan integrasi. Pihaknya akan menempatkan WBP yang bersangkutan di sel isolasi dan tidak mengijinkan kunjungan baik langsung maupun video call. Kemudian memasukkan yang bersangkutan ke “Register F”. Sehingga WBP tersebut tidak lagi bisa mendapatkan haknya berupa remisi, asimilasi maupun integrasi.
“Ini merupakan bentuk pelanggaran berat. Jadi yang berangkutan harus menjalani sisa pidana yang lama ditambah dengan yang baru. Dan saya yakin, majelis hakim nantinya juga akan memberikan hukuman yang lebih berat karena pelanggaran ini,” katanya
Kadiv Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jatim Pargiyono mengatakan, saat ini pihaknya telah memberi hak asimilasi dan integrasi kepada 4.159 WBP. Hal itu sesuai Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020.
Seluruh WBP yang mendapat asimilasi dan integrasi telah sesuai dengan aturan yang berlaku dan melewati proses sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). “Memang ada WBP yang kembali melakukan tindak pidana saat menjalani asimilasi dan integrasi,” katanya, Senin (13/4/2020).
Sampai saat ini, lanjut dia, ada empat WBP di Jatim yang kembali bertindak kriminal. Jumlah itu sekitar 0,1 persen dari keseluruhan WBP yang mendapatkan hak asimilasi dan integrasi.
Masing-masing yang terjadi di Blitar satu orang WBP (dari Lapas Blitar dengan kasus pencurian sepeda motor). Surabaya dua orang WBP (dari lapas Lamongan kasus penjambretan). Lalu di Malang satu orang WBP (dari Lapas Madiun kasus pencurian sepeda motor). “Kepala Lapas dan Kepala Rutan tidak dalam kapasitas bisa mengikuti satu persatu WBP secara mendetail,” terangnya.
Namun, pihaknya selama ini telah berupaya melakukan upaya pengawasan. Salah satunya dengan melakukan video call melalui aplikasi Whatsapp antara petugas Balai Pemasyarakatan dan Penjamin WBP.
Namun, ada beberapa WBP yang keluarganya tidak memiliki smartphone. Sehingga hanya bisa dihubungi melalui sambungan telepon biasa. “Tetap ada komunikasi antara kami dengan WBP atau penjaminnya. Ini untuk memastikan WBP berkelakukan baik selama menjalani asimilasi dan integrasi di rumah,” urainya.
Pargiyono meminta jajarannya untuk berkoordinasi dengan pihak kepolisian yang melakukan penangkapan WBP dalam masa asimilasi dan integrasi. Pihaknya akan menempatkan WBP yang bersangkutan di sel isolasi dan tidak mengijinkan kunjungan baik langsung maupun video call. Kemudian memasukkan yang bersangkutan ke “Register F”. Sehingga WBP tersebut tidak lagi bisa mendapatkan haknya berupa remisi, asimilasi maupun integrasi.
“Ini merupakan bentuk pelanggaran berat. Jadi yang berangkutan harus menjalani sisa pidana yang lama ditambah dengan yang baru. Dan saya yakin, majelis hakim nantinya juga akan memberikan hukuman yang lebih berat karena pelanggaran ini,” katanya
(mas)