Pelabuhan dan Pertanian Jantung Ekonomi Penentu Kejayaan Kerajaan Pajajaran
loading...
A
A
A
BANDUNG - Kerajaan Pajajaran di bawah Raja Prabu Siliwangi memiliki komoditas utama pertanian. Konon, hampir sebagian besar pertanian di Pajajaran merupakan daerah penghasilan sayur-sayuran, buah-buahan, padi, dan lada.
Hal ini dikisahkan pada buku "Hitam Putih Pajajaran: dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquene. Namun, dari sekian utama pertanian yang dihasilkan Kerajaan Pajajaran, lada menjadi penghasilan utama dan komoditas ekspor utama.
Selain pertanian, Pajajaran memiliki enam pelabuhan besar yang membantu pertumbuhan ekonomi kerajaan. Berbagai macam kebutuhan primer, sekunder, dan tersier tersedia di pelabuhan. Melalui pelabuhan-pelabuhan inilah komoditas ekspor pertanian dari Kerajaan Pajajaran diangkut.
Konon di era Raja Sri Baduga Maharaja, pelabuhan-pelabuhan adalah jantung ekonomi kerajaan, sehingga ia menjaga kedaulatannya. Tom Gunnar Hoogervost, peneliti Belanda ahli linguistik dengan pendekatan sejarah, melihat fenomena kehidupan laut sangat menentukan bagi perkembangan sejarah.
Tercatat enam pelabuhan ini mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakat Pajajaran kala itu di bawah kepemimpinan Sri Baduga Maharaja.
Salah satu pelabuhan terbesar yang menjadi sumber utama Kerajaan Pajajaran adalah Malaka. Malaka tidak hanya diinginkan oleh Kerajaan Pajajaran saja melainkan beberapa kerajaan lain yang ada di Nusantara ingin menguasainya.
Diceritakan, Pelabuhan Malaka sendiri dibuka seratus tahun sebelum Malaka dikuasai Portugis. Hal ini sebagaimana diutarakan pengarang Portugis bernama Tome Pires, yang pernah tinggal di Malaka dari tahun 1512 Masehi hingga 1515 Masehi. Baca: Tak Bisa Tunjukkan Bukti Vaksin, 19 Pengunjung Kafe Dites Swab Petugas.
Namun, Pelabuhan Malaka sebenarnya belum ditemukan sebelum abad 13 Masehi. Hal ini dibuktikan dengan catatan Ibnu Batuta yang melakukan pelayaran ke barat semenanjung, tetapi menyisir pantai timur Sumatera. Ibnu Batuta sama sekali tidak menyebut adanya kota Pelabuhan Malaka di pantai barat semenanjung. Tentu boleh dipastikan bahwa dalam abad ke-13 hingga 14, kota Pelabuhan Malaka belum dikenal dan belum ada.
Dikisahkan Slamet Muljana, pembangunan Pelabuhan Malaka dilakukan oleh Parameswara, raja pelarian dari Tumasik Singapura, karena takut serangan balasan dari Raja Pahang, yang datang ke Tumasik dengan armadanya untuk membalaskan kematian saudaranya, yang dibunuh oleh Paresmawara. Baca Juga: Kelaparan, Kawanan Kera Liar Serbu Permukiman Warga di Kota Padang.
Pelarian yang dilakoni Paresmawara yakni menyingkir ke Muar, masih berupa desa kecil di pantai barat semenanjung, dan masih menjadi sarang jago atau orang yang pekerjaan sehari-harinya adalah meminta uang ke masyarakat. Di Malaka itulah, dalam waktu singkat Paresmawara menjadi orang yang berkuasa.
Hal ini dikisahkan pada buku "Hitam Putih Pajajaran: dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquene. Namun, dari sekian utama pertanian yang dihasilkan Kerajaan Pajajaran, lada menjadi penghasilan utama dan komoditas ekspor utama.
Selain pertanian, Pajajaran memiliki enam pelabuhan besar yang membantu pertumbuhan ekonomi kerajaan. Berbagai macam kebutuhan primer, sekunder, dan tersier tersedia di pelabuhan. Melalui pelabuhan-pelabuhan inilah komoditas ekspor pertanian dari Kerajaan Pajajaran diangkut.
Konon di era Raja Sri Baduga Maharaja, pelabuhan-pelabuhan adalah jantung ekonomi kerajaan, sehingga ia menjaga kedaulatannya. Tom Gunnar Hoogervost, peneliti Belanda ahli linguistik dengan pendekatan sejarah, melihat fenomena kehidupan laut sangat menentukan bagi perkembangan sejarah.
Tercatat enam pelabuhan ini mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakat Pajajaran kala itu di bawah kepemimpinan Sri Baduga Maharaja.
Salah satu pelabuhan terbesar yang menjadi sumber utama Kerajaan Pajajaran adalah Malaka. Malaka tidak hanya diinginkan oleh Kerajaan Pajajaran saja melainkan beberapa kerajaan lain yang ada di Nusantara ingin menguasainya.
Diceritakan, Pelabuhan Malaka sendiri dibuka seratus tahun sebelum Malaka dikuasai Portugis. Hal ini sebagaimana diutarakan pengarang Portugis bernama Tome Pires, yang pernah tinggal di Malaka dari tahun 1512 Masehi hingga 1515 Masehi. Baca: Tak Bisa Tunjukkan Bukti Vaksin, 19 Pengunjung Kafe Dites Swab Petugas.
Namun, Pelabuhan Malaka sebenarnya belum ditemukan sebelum abad 13 Masehi. Hal ini dibuktikan dengan catatan Ibnu Batuta yang melakukan pelayaran ke barat semenanjung, tetapi menyisir pantai timur Sumatera. Ibnu Batuta sama sekali tidak menyebut adanya kota Pelabuhan Malaka di pantai barat semenanjung. Tentu boleh dipastikan bahwa dalam abad ke-13 hingga 14, kota Pelabuhan Malaka belum dikenal dan belum ada.
Dikisahkan Slamet Muljana, pembangunan Pelabuhan Malaka dilakukan oleh Parameswara, raja pelarian dari Tumasik Singapura, karena takut serangan balasan dari Raja Pahang, yang datang ke Tumasik dengan armadanya untuk membalaskan kematian saudaranya, yang dibunuh oleh Paresmawara. Baca Juga: Kelaparan, Kawanan Kera Liar Serbu Permukiman Warga di Kota Padang.
Pelarian yang dilakoni Paresmawara yakni menyingkir ke Muar, masih berupa desa kecil di pantai barat semenanjung, dan masih menjadi sarang jago atau orang yang pekerjaan sehari-harinya adalah meminta uang ke masyarakat. Di Malaka itulah, dalam waktu singkat Paresmawara menjadi orang yang berkuasa.
(nag)