Memilukan, Korban Pinjol Terjebak SMS Lalu Diberondong Teror hingga Depresi
loading...
A
A
A
BANDUNG - Depresi berat akibat pinjaman online (pinjol) ilegal, membawa pria berinisial TM (39) harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Dia yang kini mulai berani buka suara, mengaku mengalami depresi berat akibat terjebak utang dan teror.
TM merupakan korban sekaligus pelapor praktik pinjol ilegal ke Polda Jawa Barat. Berbekal laporan TM tersebut, Polda Jabar pun bergerak cepat membongkar praktik pinjol ilegal dengan menggerebek kantor perusahaan pinjol ilegal di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (14/10/2021) malam lalu.
Dengan raut wajah yang masih terlihat lemas, TM yang bekerja sebagai karyawan swasta itu menceritakan kisah pilunya. Dimulai pada September 2021 lalu, diamenerima SMS dari aplikasi pinjol bernama Tunai Cepat yang isinya tagihan sejumlah uang atas nama dirinya. Saat itu, dia merasa kaget lantaran tidak merasa memiliki utang.
"Tiba-tiba masuk melalui SMS, isinya anda memiliki tagihan terus ada linknya. Kemudian link-nya saya klik, tiba-tiba ada dana masuk Rp1,2 juta," ungkap TM di kantor kuasa hukumnya di Bandung, Sabtu (16/10/2021).
Alih-alih membayar tagihan pertamanya sesuai jatuh tempo, TM malah kembali mendapatkan notifikasi bahwa dirinya mendapatkan pinjaman dengan nominal lebih besar dari uang yang pertama kali dia terima dengan kelipatan Rp200.000.
Dia pun mengaku heran karena tak pernah memberikan persetujuan, baik pinjaman awal maupun susulannya hingga dia mendapatkan tagihan terakhir sebesar Rp2,8 juta. "Kalau (utang) pokoknya yang saya kembalikan harusnya sudah terpenuhi. Tapi, justru ada lagi masuk uang dan pinjamannya naik terus sampai terakhir Rp2,8 juta," terangnya.
"Uang yang masuk ke rekening juga tidak pernah saya gunakan sama sekali, dan tenornya pun hanya tujuh hari," sambung dia. Tak lama kemudian, kolektor mulai menerornya. Mulanya, kolektor mengirim pesan singkat dengan kalimat cacian ke WhatsApp (WA) pribadinya.
Tak sampai di situ, kolektor juga mengancam akan menyebarluaskan informasi bahwa dirinya memiliki utang kepada seluruh nomor kontak di ponselnya, hingga dia merasa minder dan takut bertemu orang-orang yang dikenalnya.
"Mereka langsung menghakimi saya, akhirnya saya down secara psikis dan mental. Ada rasa takut ketemu orang karena ada ancaman. Saya khawatir terhadap keluarga saya, sampai sekarang saya juga belum bisa bekerja dengan normal karena ada rasa khawatir ketemu orang yang ada di phone book telepon saya," tutur dia.
Teror demi teror yang diterimanya mengakibatkan kondisi kesehatan TM semakin menurun. Selain depresi menghadapi teror, dia pun kerap mengalami keram di bagian tangan dan kakinya hingga akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Kawaluyaan Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat.
"Saya kira mau stroke karena posisi tangan dan kaki keram semua. Saya dibawa ke IGD dilakukan berbagai macam cek, ternyata saya kekurangan kalium, efeknya seperti itu," sebut TM yang mengaku masih trauma dengan teror-teror tersebut.
Usai menjalani perawatan akibat beban fisik dan psikologis yang dialaminya, TM akhirnya memberanikan diri melapor kepada polisi. Didampingi kuasa hukumnya, Heri Wijaya, TM melaporkan kejadian yang dialaminya kepada Polda Jabar.
Sementara itu, kuasa hukum TM, Heri Wijaya mengatakan, kliennya merupakan korban pinjol ilegal. Menurutnya, TM dijebak dengan SMS yang masuk ke ponselnya. "Dia itu terjebak, jadi ada cara yang dilakukan oleh perusahaan atau aplikasi pinjol ilegal dengan cara mengirim SMS bahwa klien kami punya utang. Jadi seperti sudah ada sistem yang dibuat sama mereka. Ketika diklik link yang ada di SMS itu secara otomatis masuk uang ke rekening klien kami dan itu menjadi utang," papar Heri.
Sebelumnya, kata Heri, TM memang pernah melakukan pinjaman online di aplikasi legal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun pinjaman sudah dilunasi tanpa ada masalah. "Jadi, dari mana (pinjol ilegal) dapat data korban yang terjerat ini, yaitu pada saat mengklik tadi, datanya sudah ada, ya karena sebelumnya dia sudah terlibat dengan pinjol legal," ungkapnya.
Heri juga menjelaskan bahwa ada ragam teror yang dialami kliennya, mulai dari makian hingga ancaman berupa penyebaran identitas dan utang ke seluruh nomor kontak yang ada di ponsel kliennya. "Bahkan, terornya itu sampai disebar foto dengan tulisan tidak pantas, dianggap pencuri, pelaku kejahatan yang kata-katanya tidak pantas, sehingga menggoncang psikis korban dan keluarganya," jelasnya.
"Menurut kami, utang itu bukan sebuah pelanggaran hukum, justru cara menagihnya yang melawan hukum. Tapi, kita tidak bisa juga memaksa orang untuk bicara bahwa mereka korban karena ada ketakutan yang diciptakan oleh pinjol dengan ancaman-ancaman seperti mengirim orang, melakukan penculikan, dan macam-macam," tandas Heri.
TM merupakan korban sekaligus pelapor praktik pinjol ilegal ke Polda Jawa Barat. Berbekal laporan TM tersebut, Polda Jabar pun bergerak cepat membongkar praktik pinjol ilegal dengan menggerebek kantor perusahaan pinjol ilegal di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (14/10/2021) malam lalu.
Dengan raut wajah yang masih terlihat lemas, TM yang bekerja sebagai karyawan swasta itu menceritakan kisah pilunya. Dimulai pada September 2021 lalu, diamenerima SMS dari aplikasi pinjol bernama Tunai Cepat yang isinya tagihan sejumlah uang atas nama dirinya. Saat itu, dia merasa kaget lantaran tidak merasa memiliki utang.
Baca Juga
"Tiba-tiba masuk melalui SMS, isinya anda memiliki tagihan terus ada linknya. Kemudian link-nya saya klik, tiba-tiba ada dana masuk Rp1,2 juta," ungkap TM di kantor kuasa hukumnya di Bandung, Sabtu (16/10/2021).
Alih-alih membayar tagihan pertamanya sesuai jatuh tempo, TM malah kembali mendapatkan notifikasi bahwa dirinya mendapatkan pinjaman dengan nominal lebih besar dari uang yang pertama kali dia terima dengan kelipatan Rp200.000.
Dia pun mengaku heran karena tak pernah memberikan persetujuan, baik pinjaman awal maupun susulannya hingga dia mendapatkan tagihan terakhir sebesar Rp2,8 juta. "Kalau (utang) pokoknya yang saya kembalikan harusnya sudah terpenuhi. Tapi, justru ada lagi masuk uang dan pinjamannya naik terus sampai terakhir Rp2,8 juta," terangnya.
"Uang yang masuk ke rekening juga tidak pernah saya gunakan sama sekali, dan tenornya pun hanya tujuh hari," sambung dia. Tak lama kemudian, kolektor mulai menerornya. Mulanya, kolektor mengirim pesan singkat dengan kalimat cacian ke WhatsApp (WA) pribadinya.
Tak sampai di situ, kolektor juga mengancam akan menyebarluaskan informasi bahwa dirinya memiliki utang kepada seluruh nomor kontak di ponselnya, hingga dia merasa minder dan takut bertemu orang-orang yang dikenalnya.
"Mereka langsung menghakimi saya, akhirnya saya down secara psikis dan mental. Ada rasa takut ketemu orang karena ada ancaman. Saya khawatir terhadap keluarga saya, sampai sekarang saya juga belum bisa bekerja dengan normal karena ada rasa khawatir ketemu orang yang ada di phone book telepon saya," tutur dia.
Teror demi teror yang diterimanya mengakibatkan kondisi kesehatan TM semakin menurun. Selain depresi menghadapi teror, dia pun kerap mengalami keram di bagian tangan dan kakinya hingga akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Kawaluyaan Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat.
"Saya kira mau stroke karena posisi tangan dan kaki keram semua. Saya dibawa ke IGD dilakukan berbagai macam cek, ternyata saya kekurangan kalium, efeknya seperti itu," sebut TM yang mengaku masih trauma dengan teror-teror tersebut.
Usai menjalani perawatan akibat beban fisik dan psikologis yang dialaminya, TM akhirnya memberanikan diri melapor kepada polisi. Didampingi kuasa hukumnya, Heri Wijaya, TM melaporkan kejadian yang dialaminya kepada Polda Jabar.
Sementara itu, kuasa hukum TM, Heri Wijaya mengatakan, kliennya merupakan korban pinjol ilegal. Menurutnya, TM dijebak dengan SMS yang masuk ke ponselnya. "Dia itu terjebak, jadi ada cara yang dilakukan oleh perusahaan atau aplikasi pinjol ilegal dengan cara mengirim SMS bahwa klien kami punya utang. Jadi seperti sudah ada sistem yang dibuat sama mereka. Ketika diklik link yang ada di SMS itu secara otomatis masuk uang ke rekening klien kami dan itu menjadi utang," papar Heri.
Sebelumnya, kata Heri, TM memang pernah melakukan pinjaman online di aplikasi legal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun pinjaman sudah dilunasi tanpa ada masalah. "Jadi, dari mana (pinjol ilegal) dapat data korban yang terjerat ini, yaitu pada saat mengklik tadi, datanya sudah ada, ya karena sebelumnya dia sudah terlibat dengan pinjol legal," ungkapnya.
Heri juga menjelaskan bahwa ada ragam teror yang dialami kliennya, mulai dari makian hingga ancaman berupa penyebaran identitas dan utang ke seluruh nomor kontak yang ada di ponsel kliennya. "Bahkan, terornya itu sampai disebar foto dengan tulisan tidak pantas, dianggap pencuri, pelaku kejahatan yang kata-katanya tidak pantas, sehingga menggoncang psikis korban dan keluarganya," jelasnya.
"Menurut kami, utang itu bukan sebuah pelanggaran hukum, justru cara menagihnya yang melawan hukum. Tapi, kita tidak bisa juga memaksa orang untuk bicara bahwa mereka korban karena ada ketakutan yang diciptakan oleh pinjol dengan ancaman-ancaman seperti mengirim orang, melakukan penculikan, dan macam-macam," tandas Heri.
(eyt)